News Breaking
Live
update

Breaking News

Mayor Thung Liong Hwee, Patriot yang Dipenggal Kepalanya oleh Jepang

Mayor Thung Liong Hwee, Patriot yang Dipenggal Kepalanya oleh Jepang



tanjakNews.com, TEMPO DOELOE -- Ketika Jepang menduduki Indonesia Bagian Timur, Mayor Thung bersama tujuh orang lainnya (empat di antaranya adalah anak kandungnya, satu mantu lelakinya dan dua lainnya adalah Lie Tjie Hong dan Lie Mo Cheng) menjadi martir dalam perlawanan terhadap Jepang.

Mereka ditebas lehernya oleh Jepang pada 19 April tahun 1942, sebagai balasan atas perlawanan yang dilakukan. 

Peristiwa ini juga menandai jatuhnya Indonesia Timur, ke tangan Jepang. Ribuan etnis Tionghoa harus mengungsi ke desa dan daerah pedalaman.

Yang istimewa dan harus dicatat dalam sejarah adalah di daerah Gowa, etnis Tionghoa yang menjadi pengungsi, mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang baik dari masyarakat kampung tempat mereka berdiam. Hal ini adalah sesuatu yang patut dikenang dan diukir sebagai sejarah persaudaraan sesama bangsa Indonesia.

Mayor Thung Liong Hwee lahir di Makassar pada 7 Nopember 1872, Ayahnya adalah Kapiten yang kemudian ditahun 1910 digantikan olehnya. Selain sebagai pemimpin orang Tionghoa, beliau juga adalah pengelola Kelenteng Thian Hou Kiong (kelenteng leluhur orang Hokkian di Makassar).

Dikutip dari artikel Acek Rudy di Kompasiana, Mayor di Zaman Kolonial Belanda adalah sebuah gelar yang diberikan oleh Ratu Belanda kepada seorang  tokoh masyarakat Tionghoa. Gelar ini bukan hanya sekedar penghargaan saja, namun juga wewenang bagi dirinya untuk mengatur warganya.

Gubernur Hindia Belanda sebagai penguasa di zaman kolonial memiliki aturan tertulis dengan Mayor ini. Mereka tidak boleh asal mengintervensi keputusan dari sang Mayor.

Selain sang tokoh yang terpilih, biasanya sudah memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat, anugrah yang diberikan juga disertai dengan sebuah tongkat komando yang didapatkan langsung dari Ratu Belanda, melalui sebuah acara resmi.

Keberadaan para Mayor ini juga memiliki hubungan 'simbiosis mutualisme' dengan pihak Belanda. Di satu sisi, mereka bertindak sebagai kaki tangan dalam memungut pajak, dan di sisi lain, para Mayor yang memiliki kuasa penuh atas urusan adminsitratif perdagangan setempat, seringkali diuntungkan dengan berbagai fasilitas lebih dari pemerintah Hindia Belanda. 

Pria yang bernama resmi Thoeng Liong Hoei ini berasal dari dari Provinsi Hokkian, China. Konon kabarnya, keluarganya masih memiliki garis keturunan langsung dari keluarga kerajaan Dinasti Shang (1600-1046SM).

Sebagai Mayor pertama di Kota Makassar, Thung sangat bangga dengan kekuasaan yang diberikan langsung oleh pemerintah Hindia Belanda. Tak disangka, pada saat Jepang menduduki Indonesia dan meringsek masuk ke Kota Makassar, Mayor Thoeng menolak untuk dijadikan kaki tangan penjajah Jepang.

Jasanya patut kita kenang. Perlawanan yang penuh keberanian. Tidak hanya berujung kematian untuk dirinya saja, tapi juga untuk keempat anak kandung dan satu menantu. Ini adalah kisah kepahlawanan yang luar biasa tak hanya bagi orang-orang Makassar, tapi juga bagi bangsa Indonesia.

Menjejakkan kaki pertamakali di Makassar, saya berniat hal pertama yang akan saya temui adalah jejak Mayor Thung. Dan ini menjadi kenyataan ketika saya mendapatkan info akan keberadaan rumah beliau, di jalan Bacan, Kota Makassar. Rumah tersebut masih berdiri kokoh walaupun sudah sangat tua (Mayor Thung dilahirkan di rumah tersebut)

Bahagia rasanya, ketika kami diterima dengan sangat baik oleh tiga orang cucu langsung dari Mayor Thung. Bahkan dipersilakan mengambil gambar di depan lukisan kuno Mayor Thung. 




Ada kesedihan mendalam ketika kami harus meninggalkan rumah tersebut. Saya yang ditemani oleh Bang Guo Xionk (tokoh muda Tionghoa) beserta Bang David (pengamat budaya dan sejarah) dan Bang Arief (sahabat semasa kuliah) harus beranjak pergi, dengan menggenggam kisah haru.

Terimakasih Mayor, Pengorbananmu akan kami kisahkan dari masa ke masa, agar menjadi teladan bagi kami, generasi penerus bangsa.
Kita Sebangsa Setanah Air dan Setara!
Merdeka!


Sumber:
1.Azmi Abubakar pada Indonesia Tempo Doeloe yang menulis berdasarkan sumber SinPo, Speciaal Nummer 10 Oktober 1946, Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia, dan Koleksi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.

2. Acek Rudy: Kisah Thoeng Liong Hoei, Mayor Pertama Kota Makassar yang Terlupakan (kompasiana)


Tags