Tentara Abrahah dan Pasukan Gajah, Koq Ada Gajah di Tanah Arab?
tanjakNews.com, KHAZANAH --Salah satu kisah yang populer dalam Islam adalah peristiwa penyerangan untuk menghancurkan Ka'bah yang dipimpin Raja Abrahah dari Yaman. Ia menunggang gajah memimpin proses penghancuran Ka'bah dan kota Makkah. Tujuannya supaya para peziarah bisa berpaling ke tempat ibadah bentukannya.
Raja Abrahah adalah seorang Kristen yang taat. Ia memerintahkan pasukannya untuk menyerang Ka'bah agar para peziarah pindah ke gereja yang telah ia bangun di Sanaa.
Pasukan Abrahah membawa gajah-gajah untuk menyerang Ka'bah. Namun, gajah-gajah tersebut enggan menyerang dan malah berputar-putar di lembah Muhassir.
Allah SWT kemudian mengirim burung ababil untuk menghancurkan pasukan Abrahah. Burung-burung tersebut melemparkan batu-batu panas ke pasukan Abrahah, sehingga mereka binasa.
Penyerangan terjadi sekitar 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Peristiwa tersebut diabadikan Allah Swt melalui wahyuNya kepada Nabi Muhammad dalam Surat Al Fiil.
Al Qur'an Surat Al Fiil 105:1–5
1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap kawanan gajah?
2. Bukankah Dia telah menjadikan rencana mereka itu sia-sia?
3. dan Dia mengirimkan kapada mereka thoyron ababil,
4. yang melempari mereka dengan batu dari sijjil,
5. lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan.
Yang menjadi pertanyaan, benarkah ada gajah di tanah Arab pada masa itu?
Penjelasan
Tersebutlah prasasti Bir Murayghan Ry 506. Prasasti ini ditemukan oleh seorang orientalis bernama Gonzague Ryckmans dalam ekspedisi bersama dua rekannya ke Arab Saudi pada tahun 1951–1952.
Prasasti Murayghan itu ditulis sekitar tahun 552 M dalam bahasa Saba menggunakan aksara Arab Selatan Kuno. Prasasti ini memicu kontroversi di kalangan akademisi yang intinya membagi mereka kedalam dua kubu:
Pertama, mereka yang beranggapan bahwa inskripsi itu merujuk pada penyerangan Pasukan Gajah Abraha ke Makkah. Pandangan ini dikemukakan oleh akademisi Inggris A. F. L. Beeston yang menginterpretasi prasasti tersebut sbb:
Dengan kuasa sang Maha Pengasih dan Mesiahnya.
Raja Abrahah menulis prasasti ini setelah menyerang Ma'add pada keempat razzia pada bulan 'ITBN [April], ketika seluruh Bani Amir memberontak.
Sekarang raja mengirim 'BGBR bersama suku Kindah dan Aliah, dan BSR bin HSN bersama suku Sa'diyah dan kedua komandan pasukan ini berperang dan bertempur, pasukan Kindah melawan Bani Amir dan pasukan Muradiyah dan Sa'diyah melawan ... pada jalur TRBN dan mereka membantai dan menawan musuh serta menjarah harta rampasan dalam jumlah banyak. Sedangkan raja juga berperang di Haliban dan (pasukan Ma'add) kalah dan dipaksa memberi tawanan.
Setelah itu Amr bin al-Mundzir yang ditunjuk sebagai gubernur Ma'add oleh ayahnya, berunding (dengan Abrahah) dan setuju untuk memberikan tawanan dari al-Mundzir kepada Abrahah.
Menurut Beeston, prasasti tersebut menunjukkan adanya dua pasukan. Pasukan pertama menuju ke jalur TRBN dan mereka kalah, sedang pasukan kedua dipimpin oleh Abrahah dan mereka menang.
TRBN sendiri diartikan sebagai Turabah, terletak di sebelah Timur Thaif, dengan demikian dekat dengan Makkah. Menurut Beeston pasukan yang kalah inilah yang kemungkinan besar menyerang Makkah dan merupakan Pasukan Gajah sebagaimana termaktub dalam Quran.
Pendapat Besston ini diperkuat oleh M. J. Kister yang mengutip Al-Zuhri dalam bukunya Nasab Quraysh. Menurut Al-Zuhri, orang-orang Quraisy biasa mencatat even penting sebelum Hijrah 622 sbb:
- dari Tahun Gajah ke perang Fijar: 40 tahun
- dari perang Fijar ke Wafatnya Hisyam bin Mugirah: 6 tahun
- dari wafatnya Hisyam ke pembangunan Ka'bah: 9 tahun
- dari pembangunan Ka'bah ke Hijrah: 17 tahun
Jika Hijrah terjadi pada 622 M, maka penanggalan pada prasasti tersebut cocok dengan perhitungan al-Zuhri. Dengan demikian, prasasti Murayghah merujuk pada penyerangan Kabah oleh Tentara Gajah.
Kedua, mereka yang beranggapan prasasti tersebut merujuk pada ekspedisi Abrahah sebelum menginvasi Makkah. Pandangan ini dikemukakan oleh Abdel Monem A. H. Sayed. Ia pun menginterpretasi prasasti Murayghan sbb:
Dengan kuasa sang Maha Pengasih (Rahman) dan Mesiah-Nya
Raja Abrahah Zybmn, raja Saba dan Dzu Raydan dan Hadramaut dan Yamnat beserta orang-orang Arab di dataran tinggi dan pantai, menulis prasasti ini setelah menyerang Ma'add pada hari keempat razzia bulan 'ITBTN [April] saat seluruh Bani Amir memberontak.
Raja menunjuk 'BGBR bersama Kinda dan 'Ala dan menunjuk Bishr bin Hisn bersama Sa'd dan Murad, dan mereka hadir di hadapan pasukan utama guna melawan Bani Amir di lembah Dzu Markh dan Murad serta Sa'd di sebuah lembah di jalur TRBN, dan mereka membantai serta membawa tawanan dan harta rampasan dalam jumlah yang banyak.
Sang raja sendiri juga berperang di Haliban dan mengejar pasukan Ma'add laksana bayangan dan memaksa mereka untuk menyerah. Setelah itu Amr bin al-Mundzir yang ditunjuk sebagai gubernur Ma'add oleh ayahnya, berunding (dengan Abrahah) dan setuju untuk memberikan tawanan dari al-Mundzir kepada Abraha.
Setelah itu Abrahah kembali dari Haliban dengan kuasa sang Maha Pengasih pada bulan d-'LN (September), tahun 662
Menurut Sayed, inskripsi tersebut menceritakan adanya 2 pasukan yang menyerang Ma'add. Pasukan utama dan pasukan pendukung. Pasukan pendukung datang dari utara, sedangkan pasukan utama yang dipimpin Abrahah dari selatan. Kedua pasukan ini kemudian berhasil mengalahkan Bani Amir dan memadamkan pemberontakan mereka. Selain itu ketiadaan kata yang menyebut kota Makkah membuatnya berkesimpulan inskripsi tersebut tidak merujuk pada Pasukan Gajah, tatapi ekspedisi Abrahah lainnya.
Latar belakang kenapa Abrahah yang berasal dari Ethiopia bisa sampai ada di tanah Arabia
Yusuf Dhu Nuwas, raja Himyar yang konvert memeluk agama Yahudi pada tahun 518/523 mengkudeta Zafar yang saat itu di bawah perlindungan kerajaan Aksum, kerajaan yang berbasis Kristiani. Aksum adalah kerajaan yang mendapat backing dari Bizantium, sedangkan Himyar ingin mendapat dukungan Sassanid dengan cara rajanya memeluk Yahudi.
Selain kota Zafar, Yusuf Dhu Nuwas juga menyerang kota Ašʻarān, Rakbān, Farasān, Muḥwān (Mocha), Mocha adalah kota pelabuhan yang letaknya strategis untuk menguasai selat Bab el Mandeb, choke point jalur perdagangan India-Romawi. Raja Yusuf Dhu Nuwas menjadikan kota Mocha sebagai basis kekuasannya, dan melanjutkan penaklukan kota Aksum dengan mengirim jendralnya untuk menyerang kota Najran, membakar penduduk dan gereja yang ada di sana. Momen ini diabadikan dalam Al Qur'an pada surat Al Buruuj.
Pembantaian di Najran menimbulkan simpati dari kerajaan berbasis Kristiani, seperti Bizantium yang meminta raja Aksum, Kaleb, melawan Yusuf Dhu Nuwas. Beberapa ekspedisi di persiapkan raja Kaleb. Abrahah adalah pemimpin ekspedisi yang dikirim ke Najran setelah 'ekspedisi pertama yang dipimpin oleh Ariat. Abrahah membawahkan 100 ribu pasukan di mana di antaranya terdapat pasukan gajah. Abrahah berhasil meredam perlawanan Yusuf Dhu Nuwas yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri di Laut Merah. Yaman kembali dikuasai Aksum dengan gubernur Sumyafaʿ Ashwaʿ dan Abrahah sebagai panglima (523)
Di tahun 532, Abrahah menggulingkan Sana'a dan klaim sebagai penguasa daerah, yang mana membuat raja Kaleb marah. Dia mengirim beberapa serangan untuk menundukkan Abrahah namun gagal. Dan Kaleb pun akhirnya mengakui Abrahah sebagai wakil Aksum di daerah Yaman. Kekuasaan Abraha berpengaruh besar di Yaman, mulai dari perbaikan bendungan Ma'rib (543), menerima ambassador dari Byzantium dan Persia, hingga membangun gereja Al Qulays di Sana'a (558).
Menurut prasasti Murayghān 3 (ditemukan pada tahun 2009), antara tahun 552 - 554, Abrahah melanjutkan eksploitasi militernya di Arab tengah (Tanah Maʿdd) , dan juga di Arabia barat di Hijāz, di Yathrib (Madinah) dan di Arab bagian timur, di Teluk Arab-Persia, di Hagar dan Khatt.
Mulai saat itu, Arab berada di bawah kendali Abrahah, raja Kristen Himyar, dengan gelar panjangnya: “Raja Sabaʾ dan dhū-Raydān, dari Hadramawt, Yamnat, dan orang Arab di Dataran tinggi dan di Pesisir”.
Prasasti ini (Murayghān 3), menggambarkan kekuatan Himyar dengan dominasi Abrahah atas Arab tengah dan atas Hijāz - khususnya Madinah dan wilayah Mekah. Menjadi sebuah keanehan apabila Abrahah masih perlu menyerang Mekah yang ada di Hijaz, karena wilayah itu sudah menjadi daerah kekuasaannya. Penemuan ukiran gajah di Himà, di wilayah Najrān, juga akan mengkonfirmasi kebenaran prasasti baru ini
![]() |
Peta wilayah kekuasaan Abrahah mulai dari Yaman selatan hingga Guza (Judham) dan Khatt |
Pada tahun 1951 di Hima, 100 km sebelah utara kota Najran, Philby-Ryckmans-Lippens menemukan kumpulan batu-batu. Pada ekspedisi lanjutan di tahun 2014 ditemukan batu berukiran 3 gajah.
Batu berukiran 3 gajah ini sulit ditentukan tanggal pembuatannya. Kita bisa menduga berdasar tulisan di sekitar prasasti bahwa ukiran gajah ini terkait raja Abrahah.
Gajah lebih merupakan salah satu atribut martabat raja di antara orang Ethiopia: dilaporkan bahwa negus (raja) Ethiopia, menerima duta besar Bizantium yang dikirim oleh Justinian (tahun 530-531), bertengger di atas empat gajah. Jika gajah Hima adalah ornamen raja Aksum, raja ini tidak lain adalah Abrahah, yang telah melewati wilayah itu beberapa kali. Dengan kata lain kita sedang melihat petunjuk arkeologi pertama yang mendukung historisitas pasukan gajah milik Abrahah. Namun pasukan gajah ini bukan untuk menyerang, tetapi lambang kedudukan/martabat seorang raja Aksum.
Tentang Burung Ababil dan Sijjil
Kisah Abrahah ini juga mendorong para sejarawan mencari tahu jawaban sebenarnya atas peristiwa tersebut. Benarkah Abrahah tewas disebabkan kerikil panas? Bagaimana historisitas atas burung-burung pembawa kerikil tersebut?
Mengutip CNBC Indonesia, pada 2015 muncul riset berjudul "The Year of the Elephant" yang berupaya mengajukan hipotesis atas pertanyaan-pertanyaan tersebut berdasarkan konteks sejarah. Penulisnya adalah John S. Marr, Elias J. Hubbard, dan John T. Cathey. Ketiganya peneliti sejarah di Amerika Serikat yang mengamati cerita kegagalan serangan Abrahah berdasarkan Surah al-Fil ayat 3, 4, dan 5.
Kata mereka, penggambaran kematian Abrahah dan pasukan dengan kondisi menyedihkan berupa kemunculan luka bernanah dan darah bukan disebabkan kerikil panas, melainkan kemungkinan terjadi akibat terkena penyakit, yakni cacar.
Pasalnya, deskripsi kematian Abrahah dan pasukan, yakni memiliki luka atau lesi bernanah dan darah, serupa dengan deskripsi penyakit cacar yang sudah ada di memori banyak orang.
Selain itu, mereka juga menyoroti surah al-Fil ayat 5, yakni "fa ja'alahum ka'aṣfim ma`kụl" yang artinya "Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)."
Tim peneliti berargumen metafor "daun-daun yang dimakan (ulat)" bisa ditafsirkan sebagai tunggul yang tersisa di ladang tandus atau helai-helai rusak yang terlihat pada kotoran hewan.
"Ini merupakan interpretasi atas mayat-mayat yang melepuh dan membusuk. Interpretasi yang memperkuat deskripsi tentang kematian dan sekarat akibat wabah cacar," ungkap John S. Marr, dkk.
Pada sekitar 580 Masehi, tahun yang sama saat Abrahah menyerang, wabah cacar memang merajalela di jazirah Arab. Sumber-sumber tradisional sezaman membuktikan cacar sudah menjadi penyakit endemik yang menyerang desa-desa terpencil dan kemudian diperparah oleh aktivitas suku-suku nomaden.
Makkah sebagai kota niaga tentu saja terdampak cacar sebab dilintasi banyak orang yang bisa saja membawa penyakit berjenis Variola Major tersebut. Besar kemungkinan, Abrahah tewas diakibatkan oleh cacar yang didasarkan pada deskripsi kematiannya.
"Jelaslah bahwa suatu jenis wabah menyerang orang-orang Aksum selama pengepungan Makkah pada tahun 570. Bukti-bukti yang terpisah-pisah mendukung cacar. Wabah-wabah yang lebih besar berikutnya di Afrika Utara dan wilayah pesisir Mediterania jelas merupakan cacar," ungkap John S. Marr, dkk.
Sementara terkait burung ababil pembawa kerikil, John S. Marr, dkk menyebut, burung tersebut merujuk pada burung layang-layang bernama latin Hirundo rustica. Burung tersebut bermigrasi dari dan ke Afrika setiap musim gugur dan semi melewati Semenanjung Arabia. Menariknya, burung tersebut punya kebiasaan mengumpulkan lumpur dan tanah di paruhnya.
"Meskipun mereka tidak diketahui membawa benda di cakar mereka, baik jantan maupun betina, sering mengumpulkan lumpur dan rumput di paruh mereka untuk membuat sarang berbatu seperti cangkir yang terdiri dari ratusan tanah liat," ungkap tim riset.
Lalu soal gajah yang dibawa Abrahah diketahui berjenis Gajah Afrika (Loxodonta africana pharaoensis) yang sudah punah. Terlepas dari kebenaran historisitas serangan, satu hal yang pasti Abrahah memang tewas dalam serangannya ke tanah Makkah.
Kematian Abrahah menjadi catatan sejarah penting sebab jika masih hidup maka jalan sejarah akan berbeda. Dia akan sangat brutal, menindas dan membunuh banyak orang, termasuk perempuan dan bayi. Ini semua besar kemungkinan akan terjadi pada jalan hidup Muhammad.
Tak heran, John S. Mar, dkk menutup risetnya dengan menyebut:
"Wabah di Makkah itu kecil dibandingkan dengan epidemi-epidemi berikutnya, tetapi secara historis itu sangat penting,"
Wallahua'lam bisswaab.
Oce Satria
Sumber: CNBC, Quora.com, Wikipedia