Operasi Seroja: Pertempuran Menyerbu Kota Dili
TANJAKMEWS.COM, Historia -- Harian Kompas di Jakarta Senin pagi 8 Desember 1975 muncul dengan berita utama berjudul "Dili Jatuh". Dili Ibukota Timor Portugal, tanggal 7 Desember 1975 pukul 12.30 telah dibebaskan oleh perlawanan rakyat, dipelopori Apodeti, UDT, KOTA dan Trabalista. Dalam serangan terhadap kota tersebut, pasukan perlawanan rakyat mendapat bantuan sukarelawan-sukarelawan Indonesia.
Mengutip siaran resmi pemerintah, berita tersebut menyebutkan, "Karena permintaan rakyat Timor Portugal serta desakan rakyat Indonesia melalui DPR, maka sangat sukar bagi pemerintah Indonesia untuk menahan para sukarelawan dalam melindungi para pengungsi kembali ke kampung halaman dan membantu saudara-saudaranya, membebaskan diri dari penindasan dan teror Fretilin".
Sesungguhnya, apa yang terjadi di lapangan hari itu, lebih dahsyat dari isi berita diatas. Sejak pukul 05.00 kota Dili mulai dihujani tembakan meriam armada TNI AL. Diawali dari kapal komando KRI Ratulangie, langsung disusul meriam dari KRI Martadinata, KRI Barakuda, KRI Jaya Wijaya dan KRI Teluk Bone. Satu jam kemudian, enam pesawat Hercules TNI AU dipimpin Ketkol (Pnb) Suakadirul menerjunkan pasukan payung Brigade XVIII KOSTRAD. Bersamaan dengan itu, Letkol (Mar) Achmad Sediono memimpin pasukan Brigade Pendarat I Marinir TNI AL menyerbu dari laut.
Beberapa saat sebelumnya, penerjunan ke tengah kota Dili dilakukan Letkol Soegito bersama anak buahnya, Grup I Kopasandha. Karena melakukan serangan fajar, sementara Fretilin sudah lebih dulu dibangunkan oleh hujan tembakan dari laut, Kopasandha langsung terlibat pertempuran kota, dari rumah ke rumah.
Melalui pertempuran sengit dan banyak menelan makan korban, menjelang siang, kompleks kantor Gubernur Timor berhasil direbut. Meskipun hujan tembakan belum reda, dua Kopasandha dengan gagah berani mengibarkan bendera Merah Putih di tanah lapang dekat Monumentos dos des Combrimentos di Dili. Hal ini menandakan tugas Tim A Kopasandha untuk secepat mungkin membebaskan Dili, telah berhasil mereka laksanakan.
Tiga hari kemudian, tanggal 10 Desember, kota kedua terbesar di Timor Portugal, Baucau, berhasil diduduki oleh Brigade XVII di bawah pimpinan Letkol Soegiarto, serta berhasil mengusir pasukan Frelilin hingga lari keperbukitan tandus di bagian timur Timor Portugis.
Operasi pembebasan Dili ini, oleh sebagian pengamat militer dinilai dirancang kurang profesional. Jumlah pasukan begitu besar datang dari berbagai kesatuan militer, mempersulit koordinasi. Perancang operasi lintas udara tersebut agaknya juga tidak menyadari kenyataan, karena sudah lama ABRI tidak melakukan latihan gabungan yang melibatkan pasukan dari semua matra.
Minimnya pengalaman menjadikan sejak jam pertama operasi Seroja dimulai, berbagai kekurangan telah bermunculan. Akibat pemboman pantai Dili oleh TNI AL, Fretilin yang semula masih tertidur malah punya waktu untuk mempersiapkan diri dan segera bangkit bertahan. Akibatnya, pasukan payung yang sedang diterjunkan berubah jadi 'sitting duck', sasaran yang mudah ditembaki dari bawah.
Dalam bentrokan ini Fretilin berkekuatan 2.500 Tropaz, eks kolonial yang sudah berpengalaman tempur di Mozambique dan Guinnea, ditambah 7.000 milisi dan 10.000 tentara cadangan, dilengkapi persenjataan melimpah bekas peninggalan Portugal.
Dahsyatnya pertempuran selama operasi Seroja bisa dilihat dari jumlah korban. Selama lima tahun Operasi Seroja, sejak Desember 1975 hingga Nopember 1979, tercatat 247 anggota KOSTRAD gugur. Dari sekian korban, 35 orang justru gugur pada hari pertama merebut kota Dili. Termasuk dua Mayor serta dua Kapten. Hampir seluruh korban hari pertama berasal dari Batalyon 502/Raiders KOSTRAD.
Sumber, BENNY. Tragedi Seorang Loyalis. Julius Pour.