Berumur 300 Tahun, Homalium Tomentosum Pohon Raksasa di Hutan Perawan Kampar
RIAU MAGAZINE, Kampar -- Homalium Tomentosum (Gia), sebuah nama latin untuk pohon yang mempunyai nilai komersil nomor satu dan bahkan masuk dalam deretan pohon raksasa di dunia. Di Indonesia dijuluki dengan nama pohon Kayu Batu. Namun untuk melihat pohon tersebut hanya bisa ditemukan di dalam Hutan Rimbo Putui, sebuah hutan perawan yang terletak di Desa Petapahan, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar.
Ketua Kelompok Tani Hutan, Joko Surahmah, mengatakan, Kayu Batu ini jenis pohon asli indonesia. Diameternya sekitar tiga meter lebih. Untuk memeluk pohon itu diperlukan lima sampai enam orang dewasa. Baru bisa dipeluk. "Jadi, bayangkan saja lebarnya," ungkap Joko kepada Koranmx.com, Selasa (28/1/2020).
Joko juga tidak mau mengklaim ini kalau pohon terbesar di dunia. Meski diameternya lebih besar dari Eusideroxylon Zwageri yang disebut pohon besi yang berada di Taman Nasional Kutai, Kalimatan Timur. Zwageri hanya punya diameter 2,47 meter.
"Kalau dari diameternya saja masi besar Kayu Batu yang berada di Rimbo Putui Desa Petapahan. Itu sudah pernah diukur oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) saat datang ke sini. Mungki karena kurang diekspos saja. Jadi, banyak yang tidak tahu," tuturnya.
Pohon ini masuk dalam deretan pohon raksasa dunia, kata Joko. Karena bisa dilihat diameternya dan tingginya, lebih besar dari pada yang berada di Taman Nasional Kutai. Usia pohon Kayu Batu ini diperkirakan sudah berusia hampir 300 tahun lebih.
Ia mengatakan, pohon Kayu Batu ini jadi pohon kebanggaan Kabupaten Kampar, Riau. Apalagi khususnya masyarakat Desa Petapahan, Kecamatan Tapung. "Karena hanya satu satunya di Riau ada hutan adat. Dan itu berada di Desa Petapahan," sebutnya.
Satu hal yang harus diketahui beber Joko, adalah hasil penelusuran yang dilakukan tim Pemerintah Desa Petapahan yang dipimpin Kepala Desa, Abdul Cholil bersama pemuka masyarakat pada 2012 lalu. Di sana terlihat banyak pohon berumur ratusan tahun. Hutan di Rimbo Putui ini dialiri sungai kecil yang jernih. Suasana alam yang masih perawan. Sangat eksotis.
"Bahkan suasana hutan yang luasnya lebih 200 hektar itu, belum ada tersentuh tangan manusia," katanya menceritakan penelusuran berapa waktu silam.
Ia juga menyebutkan, kenapa lokasi hutan adat ini tidak tersentuh. Menurutnya karena masih banyak yang sakral di dalamnya. "Jadi harus minta izin sama penghuninya terlebih dahulu, untuk memasukinya," sebutnya.
Apa yang dikatakan ini, kata Joko, bukan berarti hendak menakuti-nakuti orang. Namun masyarakat di sini percaya bahwa alam gaib yang dihuni mahluk halus itu ada. "Untuk itu mereka juga harus kita hargai. Karena bisa jadi mereka yang menghuni hutan adat desa ini," tuturnya.
Penyelamatan hutan adat ini, jelas Joko, dipelopori oleh kepala desa. Karena lokasi hutan ini berlokasi di lingkungan perusahaan penggundul hutan. Oleh karena itu, harus diselamatkan. Sebelum nanti diluluh lantakan oleh perusahaan besar, yang suka menggunduli hutan.
"Karena hutan yang kami miliki ini, paru-paru dunia dan banyak orang tidak tahu," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa di dalam hutan adat desa yang mempunyai nama Rimbo Putui, terdapat berbagai jenis kayu alam mulai dari meranti, kulim, keruwing, merbau, kempas, gerunggang dan garu.
"Bermacam-macam jenis kayu, yang ada di dalam hutan," terangnya, sembari menegaskan kayu yang ada di dalam hutan Rimbo Putui tidak ternilai harganya. ***