Personal Branding
Oleh: All Amin
Salesman, Marketer, Entrepreneur
TERGELITIK menulis singkat tentang personal branding. Melihat beberapa kolega ikut berkompetisi menawarkan diri kepada khalayak untuk jadi pemimpin daerah. Melihat dari perspektif sebagai praktisi pemasaran.
Istilah personal branding mulai booming sekitar tahun 2004. Bersamaan dengan perubahan sistem pemilu menjadi pemilihan lansung. Lalu marak musim baru; penawaran personal untuk dipilih.
Banyak contoh pemimpin yang sukses dikemas dalam personal branding nan apik. Tampak dari luar seperti alamiah. Bacaan marketer: that's by design. Semuanya diatur di belakang layar oleh konsultan. Mencocokkan antara persepsi yang akan dibangun dengan selera pasar. Tidak ujug-ujug jadi.
Kajiannya sama persis dengan ketika akan meluncurkan suatu produk ke pasar. Objeknya saja yang berbeda. Jadi, teori-teori bauran pemasaran pun digunakan. Positioning. Diferensiasi. Brand. Segmentasi. Promosi. Placement. Distribusi. Analisa SWOT. Dan lainnya. Semuanya dikaji detail dan dikerjakan secara komprehensif. Untuk satu target; elektabilitas.
Di antara langkah-langkah yang penting diperhatikan.
Positioning harus jelas. Hal mendasar yang wajib dijawab. "Poin apa yang mau ditawarkan?" Harus jelas dulu. Kalau sudah jelas, dan yakin poin itu marketable. Baru dicari cara mengomunikasikannya ke publik.
Mutlak punya diferensiasi. Ada pembeda dan punya nilai tambah. Tawarkan ide-ide segar, original dan masuk akal. Berbeda, dan harus asli. Tidak boleh palsu. Memberikan sesuatu yang palsu sama risikonya dengan memberikan uang palsu.
Brand berkarakter. Ruh-nya di sini. Merek itu intangible aset. Secara elektabilitas; ia bisa menjadi modal besar. Pun bisa tak bernilai banyak. Biasanya brand tidak bisa dibangun dalam waktu singkat. Riwayatnya panjang. Tak mudah dipoles-poles. Makanya sering kita lihat; pola mendadak alim, tiba-tiba berkopiah atau berkerudung menjelang pemilu. Tidak banyak membantu. Perlu diperhatikan; dirancang atau tidak, persepsi orang terhadap brand itu melekat.
Mengerti segmentasi. Pahami karakter pasar yang dituju. Agar bisa tepat memilih cara untuk masuk. Kalau tidak tepat, bisa babak belur. Setidaknya buang energi sia-sia. Memang tak bisa mengakomodir semua keinginan pasar. Tapi, mesti cocok dengan selera dominan. Karena targetnya adalah kuantitas. Ya, kalau dominan pasar suka pedas, jangan paksakan jualan kecap. Tidak laku.
Masif dan cerdas berpromosi. Above the line dan below the line. Promosi itu butuh biaya besar. Yang kadang susah diukur dampaknya. Seringkali promosi itu jadi uang hilang. Harus siap. Memilih cara dan media berpromosi pun tidak boleh serampangan. Banyak rambu-rambunya.
Implementasinya tentu disesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Tapi, semua teori ini hanya bagian dari menyempurnaan ikhtiar. Pada akhirnya tetap takdir Allah yang berlaku. Barakallahu fiikum.