Penganiayaan Berat, JPU Ubah Pasal 170 Jadi 351 KHUP?
TANJAKNEWS.COM, Tangerang– Sidang pertama terdakwa Mahendra Yusantri alias Hans, Ricky Saputra alias Santa dan Ria Septiani pada Selasa (29/4/2029) dini hari sempat menjadi tanda tanya awak media,
Dalam proses persidangan pertama di ruangan 4 Pengadilan Negeri Tangerang, pembacaan dakwaan dan lanjut kepada keterangan saksi, menjadi pertanyaan besar pihak keluarga korban dan beberapa awak media yang selama ini mengawal perkara 170 KUHP dengan korban Yo Kok Kiong.
Ada apa dengan Jaksa Penuntut Umum Dewi Tenri M SH MH yang seharusnya dapat memberikan keadilan pada korban penganiayaan Yo Kok Kiong malah mengubah Pasal 170 KUHP menjadi Pasal 351 Ayat 1 juncto 55 Ayat 1 dan menyatakan bahwa Yo Kok Kiong luka ringan padahal penganiayaan bertubi-tubi pada tersangka dilakukan bersama-sama lebih lebih dari 7 orang. Bahkan ada dua kawan Yok Kok Kiong yaitu Indra dan Sun Sun yang dianiaya juga. Sampai saat ini Yo Kok Kiong mengalami nyeri kepala berkelanlanjutan (Postconcussional headache) karena dipukul kunci roda mobil dan pikun semi permanen (Posconcusio Syndrom, Cervicocrenic Syndrome) seperti hasil diagnosa dr Firman Hendrik H Sps. RS Awal Bros Cikokol Tangerang yang juga meminta MRI dan Computerised Tomography atau CT Scan karena keterbatasan biaya akhirnya belum terlaksana.
Seperti diberitakan sebelumnya, kejadian penganiayaan ini berawal pada tanggal 19 November 2019, pukul 15.30 WIB . Saat itu Yo Kok Kiong diculikvl di sebuah warnet di Jaan Iskandar Muda oleh 4 orang pria yakni Mahendra Yusantri alias Hans, Daniel dan 2 pria belum diketahui indentitasnya. Keempatnya langsung menarik Yo Kok Kiong ke dalam mobil mereka.
Sepanjang perjalanan korban diikat dengan ikat pinggang lalu dipukul dengan kunci roda dan helm secara bertubi-tubi di bagian muka, kaki dan kepala korban. Mengakibatkan bocor di kepala dan luka di kaki dengan kunci roda dilakukan oleh Mahendra Yusantri alias Hans dan Daniel memukul dengan helm, seseorang yang mencekik bertubuh gemuk bermuka bopeng (tak diketahui namanya), seorang lagi menyetir (tak diketahui namanya),
Sesampai di Apartement Aeropolis Blok ACR 3 No. 36 sekitar pukul 16.00 WIB sudah ada seorang bertato lagi menunggu di kamar tanpa memakai baju. Kemudian tangan Yo Kok kiong diikat menggunakan plastik doubeltips sambil dipukuli kembali oleh Hans dkk, dengan menggunakan bearing besi (Hans), kabel (Daniel) dan ditendang dengan kaki oleh Hans mengakibatkan luka di bibir dan terbentur tembok, lalu Hans dkk pergi sebentar. Beberapa lama kemudian Hans datang kembali ke kamar Blok ACR 3 No. 36 dengan membawa orang lagi di luar Daniel dan 2 orang kawannya (tidak diakui oleh Hans dalam BAP) yaitu Riya Septiany (Ani), Ricky Saputra (Santa), seorang dalam keadaan mabuk (tidak diketahui indetitasnya dan tidak diakui dalam BAP), seorang bertubuh gendut, seorang bertubuh tinggi dengan rambut dikuncir membawa kawan Yo Kok kiong yaitu Indra dan Sun Sun dalam keadaan diborgol (korban lainnya
Kemudian mereka bertiga dipukuli kembali ramai-ramai. Lalu ada lagi yang datang beberapa ke kamar memukul juga kepada mereka bertiga, Santa (mengaku anggota BNN) menodongkan pistol yang sudah dikokang ke arah kaki Yo Kok Kiong (sambil mengancam akan menembak kakinya dan membunuh bila tidak mengakui perbuatan
gadai mobil). Kemudian kepala Yo Kok Kiong digetok memakai pistol, dan Ani memukul beberapa kali ke arah muka Yo Kok Kiong sambil ingin menyundut muka dengan rokok yang diisap Ani.
gadai mobil). Kemudian kepala Yo Kok Kiong digetok memakai pistol, dan Ani memukul beberapa kali ke arah muka Yo Kok Kiong sambil ingin menyundut muka dengan rokok yang diisap Ani.
“Kami pihak keluarga sangat kaget dan bertanya besar dengan bacaan dakwaan JPU Dewi Tenri M SH MH padahal berkas dari laporan di Polsek Neglasari, penyelidikan, penyidikan dan bahkan P21 penyidik Polisi Polsek Neglasari konsisten dengan pasal yang ditentukan pihak kepolisian sampai hasil akhir berkas P21 yang diarahkan JPU Dewi Tenri M SH dinyatakan Mahendra Yusantri Unggul Prakorso disangka melanggar pasal 170 KUHPidana dinyatakan SUDAH LENGKAP dikeluarkan oleh KEJAKSAAN NEGERI
KOTA TANGERANG dengan No B 2032/M6 11/Eku 1/ 3/ 2020 yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tangerang selaku Penuntut Umum Robert P.A. Pelealu SH MH.
KOTA TANGERANG dengan No B 2032/M6 11/Eku 1/ 3/ 2020 yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tangerang selaku Penuntut Umum Robert P.A. Pelealu SH MH.
"Tetapi di persidangan JPU Dewi Tenri M. SH MH dapat mengubah dalam persidangan pertama pada Selasa, 29 April 2020 dini hari, Ada apa dengan JPU yang seharusnya membela kami keluarga korban yang sudah mencari keadilan dan di mana rasa kemanusiaan JPU Dewi Tenri M SH MH malah meringankan terdakwa dan kawan-kawan yang sudah melakukan penganiayaan yang menurut saya cukup berat. Hasil visum yang dijadikan kesimpulan dari RS Sitanala itu hasil visum sementara akan tetapi JPU tidak melihat akibat kelanjutan di kemudian hari pasca dipukul kunci roda. Bisa juga sebulan entah 3 bulan atau setahun kemudian anak saya menjadi lupa ingatan itu bisa saja terjadi, ” ungkap orang tua Yo Kok Kiong.
“Bahkan kami dan Penasehat Hukum sudah mengirimkan surat kepada Jaksa Agung dan Kajari Kejaksaan Tangerang agar dilakukan rekonstruksi kejadian yang juga kami mengajukannya di Polsek Neglasari tapi tidak ditanggapi. Apakah karena kami orang tidak mampu, orang yang tidak mengerti hukum akan tetapi kami paham arti kemanusiaan. Apakah karena kami orang tidak mampu sehingga “hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah,” imbuh orang tua Yo Kok Kiong.
Dalam persidangan pun majelis hakim sempat dengan lantang menentang kepada Jaksa Penuntut Umum Dewi Tenri SH MH.
“Ini bukan melanggar Pasal 351 KUHP akan tetapi ini melanggar Pasal 170 KUHP” bantah majelis hakim.
Harapan besar Keluarga Yo Kok Kiong akan mendapatkan keadilan dari majelis hakim dan percaya Hakim majelis akan memberikan keputusan persidangan dengan objektif dan seadil-adilnya.
Dengan kejadian ini pihak keluarga dan kuasa hukum akan melaporkan JPU Dewi Tenri M SH MH. kepada JAMWAS dan
Jaksa Agung dan meminta rekonstruksi kejadian penganiayaan agar majelis hakim dan publik melihat kejadian yang sebenarnya. (Oce/tim Nusantara News)
Jaksa Agung dan meminta rekonstruksi kejadian penganiayaan agar majelis hakim dan publik melihat kejadian yang sebenarnya. (Oce/tim Nusantara News)