36 Tahun Diabaikan PTPN V, Bupati Kampar Turun Tangan Jembatani Tuntutan Ganti Rugi Lahan Warga
TanjakNews.com, Kampar -- Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto akhirnya angkat bicara terkit tuntutan ganti rugi lahan milik warga Desa Pantai Raja, Kecamatan Perhentian Raja ke PTPN V. Warga mengklaim lahan seluas 150 hektar sudah 36 tahun belum ada diganti rugi oleh pihak PTPN V.
"Saya prihatin dengan masalah ini. Untuk itu diharapkan pihak manajemen PTPN V bisa memberikan solusi yang baik untuk memberikan hak hak masyarakat yang belum diberikan," kata bupati, Jumat (21/8/2020) kemarin.
Catur Sugeng mengatakan, mengenai dokumen-dokumen milik masyarakat sudah diterimanya. Untuk itu melalui jalur pemerintahan dirinya akan mengundang pimpinan PTPN V, dalam waktu dekat.
"Karena saya lihat dari dokumen tersebut sudah pernah ada kesepakatan antara masyarakat dan PTPN V di tahun 1999. Jadi dengan komunikasi yang terputus ini akan kita bicarakan dengan kepala dingin," harapnya.
Lanjut bupati, masalah ini yang harus dikedepankan adalah sisi sisi kemanusiaan. Karena itu dengan adanya musawarah. " Saya harapkan PTPN V bisa menyejahterakan masyarakat tempatan. Karena ini perusahaan berada di lokasi masyarakat. Selain itu perusahaan juga bertanggung jawab dalam menyejahterakan masyarakat di areal tempat mereka beroperasi," ucapnya.
Dalam hal ini kata bupati, dirinya prihatin sekali. Karena mereka sudah 12 hari melakukan unjuk rasa dengan tidur dilokasi kebun. "Jadi perjuangan mereka ini perlu dipertimbangkan perusahaan. Karena yang dituntut ini adalah hak mereka. Saya harap pihak PTPN V berpikir dengan bijak," pungkasnya.
Sebelumnya perwakilan masyarakat Desa Pantai Raja Gusrianto SH MH mengatakan, aksi damai yang dilakukan masyarakat adalah meminta haknya yang tidak diberikan. Karena hak mereka ini sudah diakui secara tertulis oleh Direksi Produksi PTPN V Ir SN Situmorang pada tahun 1999.
"Dalam surat tertulis itu diakui secara tegas lahan karet seluas 150 hektar warga Desa Pantai Raja yang sekarang sudah berubah menjadi lahan inti milik PTPN V, " katanya.
Jadi kata Gusrianto, masalah masyarakat ini sudah pernah dimediasi oleh Komnas HAM di kantor Bupati Kampar. Dalam mediasi itu ada kesepakatan, Di mana masyarakat meminta lahan pola KKPA seluas 400 hektar. "Kami telah mencari lokasi 7 titik untuk lahan pola KKPA tersebut, namun lokasi lahan yang kami berikan itu tidak ada ditanggapi juga," sebutnya.
Jadi mengenai hal ini katanya, warga meminta hak dengan cara bermalam di lokasi PTPN V. Karena tuntutan tidak pernah dipenuhi mengenai ganti rugi lahan karet yang sudah ditumbang dan berubah jadi lahan sawit inti PTPN V.
"Untuk aksi bermalam ini akan terus dilakukan sampai tuntutan ini terpenuhi oleh pihak PTPN V. Karena itu kami akan menunggu pimpinan PTPN V di sini meminta jawaban apa hak kami," ungkap Gusrianto.
Sedangkan Abadillah Datuk Abu Garang menceritakan sejarah mengenai masalah lahan ini mulai tahun 1985. Kemudian berlanjut penyelesaian tahun 1999, yang mana saat mediasi lahan karet yang ditumbang pada saat itu 1.013 hektar. Tetapi yang diakui PTPN V seluas 150 hektar saja pada saat itu.
"Usai kesepakatan itu berdasarkan surat yang diakui mereka dan perwakilan masyarakat, hal-hal yang ada tertulis dalam surat sama sekali tidak pernah diakomodir sampai sekarang," jelasnya.
Menurutnya, aksi yang dilakukan hanya meminta hak milik orang tua mereka yang memiliki lahan karet yang ditumbangkan pihak PTPN V dan berubah menjadi kebun sawit. "Jadi kami bukan mengambil kebun PTPN. Tapi kami meminta kebun milik orang tua kami yang sudah ditumbang PTPN V, yang belum ada ganti rugi sampai sekarang," ucapnya.
Makanya dalam aksi damai dan bermalam di lokasi PTPN V ini, kata Abdilah, masyarakat hanya menerima orang yang berkompeten saja dalam memutuskan ganti rugi hak mereka. "Sedang pihak lain yang tidak berkompeten tidak kami terima," jelasnya. ***