News Breaking
Live
update

Breaking News

Konco Erat: Ali Moertopo dan Benny Moerdani

Konco Erat: Ali Moertopo dan Benny Moerdani



TanjakNews.com, Historia --  Dua nama ini sangat melegenda dalam percaturan politik dan ketentaraan Indonesia. Terutama sejak awal hingga pertengahan kekkuasaan Soeharto. Ada Ali ada Benny.

Bermula pada tahun 1962. Saat Operasi Trikora untuk membebaskan Irian Barat, Ali Moertopo mendapat tugas dari Panglima Mandala sebagai komandan kesatuan intelijen yang bertugas mengatur penyusupan ke Irian.

Saat itu Benny Moerdani yang masih bergabung di RPKAD memimpin operasi Naga untuk menyerbu Merauke bersama 215 gerilyawan. 

Seluruh operasi Benny yang dalam pantauan Ali menuai sukses sehingga Benny menerima bintang sakti dari Presiden Sukarno tahun 1963.

Tahun 1965 kembali Ali bertemu Benny di Kostrad. Saat itu Ali menjabat Wakil asisten intelijen Kostrad dan Benny sebagai perwira yang diperbantukan pada biro operasi dan latihan.

Mengetahui potensi Benny, saat Ali mendapat tugas dari Soeharto untuk menormalisasi konfrontasi dengan Malaysia, ia memasukkan namanya ke dalam tim yang akan menyusup ke Malaysia. Sejak saat itu karir Benny mulai naik dengan diangkat sebagai Asisten I Kopur II Kostrad dibawah Soeharto.

Pengalaman Benny berurusan dengan Malaysia juga menjadikan dia mendapat jabatan diplomatik sebagai kepala perwakilan, lalu minister counselor di KBRI Kuala Lumpur, lalu Konjen di Seoul.

Meski secara struktural bukan atasannya, Benny kerap menerima perintah langsung dari Ali. Joseph Halim, dokter tentara yang juga perwira opsus mengatakan, setiap ada tugas operasi ke luar negeri, Ali selalu mengandalkan Benny.

Pasca peristiwa Malari, posisi Ali Moertopo mulai tersingkir. Benny yang ada di Seoul ditelpon untuk pulang dan oleh Ali diantarkan kepada Presiden untuk menangani intelijen. Beny lalu diserahi jabatan Komandan Satgas Intel Kopkamtib merangkap asisten intelijen Hankam.

Sejak itu karier Benny semakin melesat. Tak hanya menjadi pelaku, tapi juga sutradara sejumlah operasi intelijen, di antaranya adalah pembebasan pesawat Woyla di bandara Don Muang. Benny juga mereorganisasi badan intelijen dengan mengubah G-1 Hankam menjadi Badan Intelijen Strategis atau Bais.

Catatan prestasi yang panjang tersebut akhirnya mengantarkan Benny menjadi Panglima dan Pangkopkamtib. Padahal ia tidak pernah menjadi Danrem atau Pangdam, jenjang normal dalam struktur kepemimpinan ABRI.

Harry Tjan, sahabat Benny mengatakan keberhasilan Benny bukan karena faktor Ali Moertopo. Mereka sering bertemu dan saling memotivasi. Mereka dua orang yang saling melengkapi, mengisi dan saling menghormati.

Karier Benny yang melejit rupanya bertolak belakang dengan Ali yang makin jauh dari kekuasaan. Karier Ali akhirnya sampai di Menteri Penerangan dan Wakil Ketua DPA. 

"Mau dibilang apa lagi, Benny saat itu ada di pusat kekuasaan dan sibuk sekali" kata Halim, saat Ali menyatakan kerinduannya diskusi dengan Benny.

Ali mulai tidak nyaman dengan perilaku dan bisnis anak-anak Soeharto. Karena itu saat bertemu dengan Jusuf Wanandi, Ali meminta Benny menyampaikan kritiknya terhadap bisnis keluarga dan anak-anak Presiden Soeharto yang bisa merusak kepemimpinan sang Presiden. 

"Kritik itu saya sampaikan kepada Benny" kata Jusuf. Dua hari setelah itu Ali meninggal karena serangan jantung.
Jusuf menyampaikan pesan tersebut kepada Benny yang kemudian diteruskan kepada Soeharto. Setelah itu Benny terdepak dari kumparan kekuasaan. (Oce)


Keterangan foto : Benny Moerdani dan Ali Moertopo

Sumber: Indonesia Tempo Doeloe
Buku "Rahasia-rahasia Ali Moertopo"

Tags