News Breaking
Live
update

Breaking News

All Amin: Emeritus Club

All Amin: Emeritus Club



BAK akses kembali masuk tol dari dalam rest area. Semacam switch reaktivasi. Pelengkap tungku ketiga, tandeman duo sajarangannya sudah ada, adat dan agama.

Dalam tatanan masyarakat Minangkabau terdapat tiga simpul kepemimpinan. Tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin. Adagiumnya begitu populer. Tak banyak insan Minangkabau nan tak mafhum tentang itu.

Pemimpin adat. Para niniak mamak. Datuk. Penghulu, dll. Mekanisme estafet kepemimpinannya beralih melalui jalur kekerabatan. Berpedoman pada model matrilineal di Ranah Minang. Dari niniak turun ka mamak, dari mamak turun ka kami. Basalin baju atau pewarisan jabatan adat dan gelar adat biasanya dilakukan ketika pemangku sebelumnya telah wafat. Perpindahan bakalamullah. Jabatan pemangku adat dapat disandang seumur hidup. 

Kecuali ada uzur, atau melakukan pelanggaran. Berlakulah sanksi sosial. Ikek tangga, cengkang tagajai, gadang baraliah ka nan lain, cadiak indak paguno lai. Silakan Angku Datuak baganjua suruik. Banyak nan lain ka pangganti.

Pun demikian para pemuka agama. Golongan alim ulama. Legitimasi publik didapatkan dari kelebihan ilmunya tentang kaidah syariah. Dalam pergaulan di masyarakat mendapat sapaan penghormatan: Ustaz. Buya, dll. Pengakuan ini pun dapat berlaku seumur hidup. Kecuali Buya batal wudu. Tercoreng arang di kening. Maka luntur keramat seketika. Tak masin lagi mulut berpetuah.

Pemimpin adat dan pemuka agama merupakan dua simpul kepemimpinan yang eksistensinya diakui di Ranah Minang. Selaras dengan falsafah hidup masyarakat Minangkabau nan fasih diucapkan di mana-mana. ABS SBK.

Tampuknya tentulah pemimpin formal. Bagian dari Pemerintah. Para Kepala Daerah. Dari tinggi sampai terendah.

Ketiga simpul pimpinan itu saling berkelindan. Berkolaborasi, memainkan peran sesuai bagiannya di tengah masyarakat. Pada tingkatannya masing-masing.

Dua di antara tiga simpul kepemimpinan itu masa berlakunya bisa seumur hidup. Pemimpin informal. Sedangkan pemimpin formal memiliki batasan waktu. Ada masa kedaluwarsanya.

Menjabat sebagai Gubernur, Bupati, Wali Kota, lama satu periodenya lima tahun. Aturan mengikatnya maksimal dua periode. Sepuluh tahun finis. Selesai sudah. Parkir.

Begitu seliweran pikiran, terpantik setelah membaca sebuah tautan pemberitaan tentang Emeritus Club yang dikirim oleh Pak Marlis. Salah seorang tokoh Sumatra Barat. Pemilik Alinia Park and Resort di Dharmasraya.

Besok paginya, setelah malam menerima kiriman tautan, saya minta izin ke Pak Marlis. Agar dibolehkan bertanya-tanya, sebab merasa tertarik dengan Emeritus Club itu.



Sembari menyimak cerita Pak Marlis tentang situasi yang melatarbelakangi lahirnya gagasan pembentukan Emeritus Club, tebersit rasa angkat topi pada sosok senior yang saya telfon itu. Pada konsistensi semangat dan kreativitasnya nan tiada henti. Selalu saja dapat melahirkan kebaruan.

Saya mengikuti kisah Pak Marlis dari beliau bercerita (pilihan kalimatnya) "Dulu pernah menjadi mahasiswa paling melarat. Uang untuk menyewa kamar kos saja tak punya. Tinggal menumpang kian kemari. Hidup dari belas kasihan teman-teman." Kristalisasi dari tempaan itu terbaca dari kedalaman beliau mengamati situasi, juga intonasi ketika berbicara. Sosok penular semangat.

Bila dalam ranah pemuka agama ada Majelis Ulama. Pada tataran masyarakat adat ada Lembaga Kerapatan Adat. Pun ada organisasi berbasiskan kesamaan profesi, seperti Forum Purnawirawan TNI-Polri.

Perkiraan saya, hendak mewujudkan perkumpulan serupa itulah tujuan Pak Marlis menggagas Emeritus Club. Menghimpun para purnabakti Kepala Daerah dalam satu wadah. Semoga saya tak salah menyimpulkan.

Tentulah banyak yang akan bersepakat dengan Pak Marlis, bahwasanya para mantan Kepala Daerah itu adalah orang-orang hebat. Mantan Gubernur, Bupati, Wali Kota. Juga para mantan anggota parlemen, senator, atau akademisi yang sedang nonaktif. Kebermanfaatannya harus terus mengalir. Bila orang-orang hebat itu dapat berkumpul dalam satu tempat, tentu akan banyak yang bisa dilakukan. Terus mengalirkan kontribusi positif ke tengah-tengah masyarakat. Langkah ala Pak Marlis dan kolega: Emeritus Club.

Terkait penamaan, pandangan subjektif saya sebagai pekerja di bidang pemasaran, yang selama kisaran dua dekade, hariannya berkutat tentang kajian mengelola persepsi, nama Emeritus Club setidaknya memenuhi empat unsur dalam dasar pertimbangan melekatkan nama. Mencerminkan konten, mudah diingat, mudah dilafazkan, dan unik. Kata emeritus tak pasaran. Tapi, termasuk kata baku, ada dalam KBBI. Pilihan katanya dapat memantik perdebatan. Namun, tak mengapa, dari perspektif marketing menimbulkan keriuhan seperti itu: bagus. Menarik perhatian.

Tokoh berikutnya, yang saya juga minta izin menelfon, guna mendapatkan pandangan tentang Emeritus Club, adalah sosok yang sangat pantas didudukan sebagai: pai tampek batanyo, pulang tampek ba barito.

Saya termasuk yang meyakini kesahihan bila beliau berdalil tentang segala sesuatu yang terkait Minangkabau dan ranahnya yang kini berada dalam Provinsi Sumatra Barat.

Saya memanggil beliau: Mak Datuak

Menurut Mak Datuak, terjalinnya komunikasi yang baik antara Kepala Daerah yang sedang menjabat dengan para pendahulunya sangat dibutuhkan untuk transfer of experience.

Agar Kepala Daerah yang baru dilantik memiliki pemetaan yang detail tentang wilayahnya.

Mak Datuak berkisah, dulu di Provinsi Sumatra Barat budaya bertanya pada pendahulu biasa dilakukan. Ketika Pak Azwar Anas menjadi Gubernur, beliau mengundang pendahulunya Gubernur Harun Zain untuk dimintakan masukan.

Pun begitu ketika Mak Datuak menjadi Gubernur, beliau menyediakan podium untuk pendahulunya Gubernur Hasan Basri Durin untuk menyampaikan wejangan sebelum menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Lalu Mak Datuak menyinggung pidato yang beliau sampaikan dalam acara Ulang Tahun Kabupaten Solok pada awal April kemarin. 

Salah satu budaya Minangkabau adalah bergotong royong. Beliau menasihatkan kepada Kepala Daerah dan jajaran pemerintahannya agar jangan tanggung-tanggung dalam menjalankan budaya ini. Teruslah pakai budaya bergotong royong. Baju dipakai usang, adat dipakai baru. Bekerja sama dengan semua pihak, dalam banyak hal.

Tentunya jua termasuk bekerja sama dengan para mantan. Saya berusaha menebak arah nasihat Mak Datuak.

Saya memanggil Mak Datuak kepada Dr. Gamawan Fauzi Dtk. Rajo Nan Sati. Bupati Solok dua periode. Mantan Gubernur Sumatra Barat dan Menteri Dalam Negeri di masa Pemerintahan Presiden SBY.

Menurut para ilmuwan, struktur terkuat dan paling stabil sampai bentuk terkecilnya adalah segitiga. 

Bila ada desain yang membutuhkan kekuatan dan stabilitas tinggi, pasti ada segitiga di baliknya.

Perhatikan arsitektur bangunan-bangunan ikonik di dunia seperti: Menara Eiffel, Piramida Agung Giza, Sydney Opera House. Semua menggunakan elemen segitiga sebagai rahasia kekuatannya.

Segitiga tahan terhadap tekanan, sebab tekanan itu akan terbagi secara merata ke setiap sisinya. Hukum alamnya begitu.

Falsafah tungku tigo sajarangan orang Minangkabau selaras dengan sains. Ilmiah. Mungkin hal itu yang melahirkan ungkapan: alam takambang jadi guru.

Bila Datuk-datuk, para pemangku adat dapat ditompang pemikiran tanpa dibatasi waktu. Pun begitu para alim ulama, terus didengar petuahnya, tak dilunturkan oleh rambutnya yang telah memutih. Maka sebutan mantan kepada para pemimpin formal, hanya boleh untuk membatasi fungsi tanda tangannya. Sumbangan pikiran, kekuatan jaringan, pengalaman, dsb. Bisa jadi belum hilang kesaktiannya.

Serupa potongan kalimat terkenal dari Jenderal Douglas MacArthur, "Old soldiers never die."

Bila sudah ada Majelis Ulama dan Lembaga Kerapatan Adat. Maka Pak Marlis ingin menyempurnakannya menjadi segitiga, ditambah Emeritus Club. Agar strukturnya menjadi lebih kuat.



Bila besok, Emeritus Club wujud menjadi sebuah lembaga terlegitimasi. Saya nak bisik-bisik dengan Pak Marlis.

Mau minta izin. Tapi, diam-diam saja, agar tak terdengar orang. Semoga nanti club itu membolehkan anak bawang seperti saya, turut nimbrung, untuk sekadar menyimak apa yang diperbincangkan oleh para tokoh-tokoh senior yang telah pernah berkuasa itu. Pasti sarat pengalaman. Dapat karcis tagak di pojok ruangan pun rapopo.

Dalam dunia perpremanan bila anak bawang bisa turut kongkow dengan partai tuo, maka di depan kawan-kawan sesama kelas terinya, derajatnya akan naik.

Turut duduk manis di tengah orang-orang tua yang sedang mengobrol, telah menjadi kebiasaan saya sejak kecil. Sekarang menjadi hobi. Sebab dulu sering dibawa mendiang ayah ke mana-mana. Bersua teman-teman beliau. Kebiasaan itu membuat saya mengenal Majalah Tempo sejak bocah. Sudah membaca Catatan Pinggir, Goenawan Mohamad, bahkan sebelum sunek rasu.

Belakangan saya ada mendengar sebuah kutipan, dan bersepakat dengan kutipan itu: Pengalaman adalah satu hal yang tidak bisa dibeli oleh anak muda.

Pak Marlis beserta kolega beliau sedang mengumpulkan aliran-aliran beragam pengalaman itu ke dalam satu muara. Muara itu nanti bisa dijadikan tempat singgah. Tempat melengkapi perbekalan, guna penyukseskan pelayaran. Bagi siapa yang mau. Muara itu diberi nama Emeritus Club. 


banner

Tags