Pemenang Pilkada pun Paranoid, Lalu Menyuap
TANJAKNEWS.COM, JAKARTA -- Mayoritas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah sengketa hasil pilkada selama ini sudah benar. Artinya, putusan yang dibuat semasa Akil Mochtar menjabat sebagai Ketua MK sebagian besar berdasarkan pertimbangan fakta hukum yang benar. Demikian pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun usai diskusi publik di LIPI, Jakarta (20/12).
”Menurut saya kelemahan kita adalah, kita Zaman Pak Akil dulu tidak semua putusan itu jelek. Bisa jadi mayoritas keputusan itu bagus. Benar, tapi masalahnya menangpun harus bayar,” jelas Refly.
Ada lima modus jual beli putusan hukum yang diduga Refly dilakukan Mantan Ketua MK, Akil Mochtar. Modus pertama memeras pemenang, dalil permohonan pihak pemohon dari awal sudah jelas salah. Pemenangnya juga sudah diketahui sejak awal, namun pihak yang sudah pasti memenangi kasus ini tetap diperas.
Kedua, pemenangnya yang paranoid kemudian dia menyuap karena takut kalah. Ketiga, memeras pemenang setelah hasil putusan sidang diketahui. Semua ini yang paling banyak digunakan menurut Refly.
Dan ini putusannya normal saja. Tapi putusan yang normal itu bukan berarti tak ada suapnya. Modus ke empat, agak berat yaitu membalikkan keadaan yang menang jadi kalah dan sebaliknya. Kasus ini sangat spesial, jumlahnya tak banyak namun jumlah suapnya sangat besar. Kelima sistem paket.
Pendapat Refly di atas sesuai dengan data rekapitulasi putusan Pilkada 2011-2013 oleh Ketua Hakim Panel Akil Mochtar yang diolah oleh Charta Politika. Hasil olahan data Charta Politika menunjukkan 61,70 persen putusan Ketua Hakim Panel Akil Mochtar terkait sengketa pilkada adalah menolak permohonan pemohon.
19,15 persen perkara pilkada tak diterima. 2,13 persen perkara pilkada dinyatakan gugur. Hanya 17,02 persen perkara pilkada yang permohonannya dikabulkan [ekast/rumahpemilu]