Apa - Kenapa Diberi Nama COVID-19 dan HOAX Gambar Virus Corona
RIAU MAGAZINE -- Gara-gara penyebutan Flu Babi, pemerintahan Mesir satu dekade lalu membantai semua babi di negara Piramid tersebut. Tercatat lebih kurang 80 ribu ekor babi dimusnahkan. Padahal penyebaran virus itu bukan melalui babi, tapi dari manusia ke manusia.
Untuk tidak mengulang kesalahan tersebut badan kesehatan dunia WHO menetapkan penamaan resmi untuk coronavirus, yakni Covid-19.
Nama Covid-19 dipilih untuk virus yang sejak mewabah mendapat banyak nama seperti corona Wuhan, coronavirus Cina, bahkan flu ular.
“Nama penting untuk mencegah penggunaan nama lain yang bisa saja tidak akurat atau menstigmatisasi. Penamaan juga memberi kita format standar yang digunakan untuk setiap wabah coronavirus di masa depan," papar Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip Dailymail.
Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus
Pemilihan nama dilakukan berdasar pedoman yang disepakati antara WHO, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pilihan nama tidak boleh merujuk pada lokasi geografis, hewan, individu atau sekelompok orang, mudah diucapkan dan terasosiasi dengan penyakit yang diakibatkan.
Pedoman wajib ditaati khususnya agar nama yang dipilih tidak memicu stigmatisasi pada kelompok mana pun dan yang terpenting mencegah penggunaan nama lain yang tidak akurat.
WHO melarang menggunakan referensi tempat-tempat tertentu di dunia, komunitas, nama seseorang atau hewan karena dapat memicu protes atau tudingan rasisme.
Seperti yang terjadi pada penamaan MERS atau Sindrom Pernafasan Timur Tengah, juga Flu Spanyol, Lyme, Japanese ensefalitis, flu babi, flu burung, dan cacar monyet. Larangan lainnya yaitu penggunaan kata atau istilah yang bisa menimbulkan ketakutan seperti menambahkan kata atau frasa “tak dikenal”, “mematikan”, “fatal” dan “epidemik”.
Bahaya ketika sebuah virus tidak memiliki nama resmi adalah penggunaan istilah-istilah terstigma seperti virus Cina. Ini dapat memunculkan reaksi balik terhadap populasi tertentu,” lanjutnya. Hal serupa juga dihindari untuk hewan karena bisa berakhir dengan pembantaian hewan seperti yang terjadi di Mesir.
Enam pekan sejak pertama kali mewabah, virus corona sebenarnya belum memiliki nama sendiri. Corona digunakan merujuk pada kelompok virus serupa yang salah satunya memicu SARS (severe acute respiratory syndrome) dan MERS (Middle East respiratory syndrome).
Pada 12 Februari 2020 WHO resmi mengumumkan nama virus mematikan yang bermula di Wuhan, Cina. Covid-19 diumumkan pada konferensi di Jenewa, Swiss.
Apa arti COVID-19?
Ghebreyesus menyebut, C-o = corona, v-i = virus, dan D = disease. Jadi Covid bisa diartikan penyakit virus corona. Angka 19 menandai tahun pertama kali virus teridentifikasi.
Seriusnya pemilihan nama tergambar dari waktu yang diperlukan untuk Covid-19 yaitu lebih dari satu bulan. Bukan sekadar identifikasi, nama pun membantu otoritas kesehatan menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghentikan virus. Di antaranya memahami penyebaran dan gejala yang ditimbulkan.
Terakhir nama juga harus mudah diucapkan dan diingat. Penggunaan 2019-nCoV sebelumnya menjadi contoh. Dr Crystal Watson dari Universitas Johns Hopkins Baltimore, Maryland kepada BBC pekan lalu mengatakan, “Nama 2019-nCoV tidak mudah diucapkan sehingga media dan publik menggunakan nama lain.”
Spekulasi nama muncul setelah para ilmuwan di Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV) pekan lalu mengumumkan telah memilih satu nama. Nama juga merujuk pada seluruh spektrum kondisi klinis yang disebabkan oleh virus, kata kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan. Artinya tidak spesifik untuk gejala tertentu.
SARS dan MERS misalnya hanya merujuk pada efek yang timbul pada paru-paru atau efek pernapasan. WHO memiliki perangkat aturan internasional yang harus diikuti para ilmuwan ketika mengusulkan nama baru untuk virus.
HOAX BENTUK VIRUS CORONA
Sebuah akun media sosial Twitter, pada Kamis (12/3/202O), membagikan unggahan mengenai mahluk yang diklaim sebagai penampakan virus corona.
Dalam unggahannya, pemilik akun mentautkan foto tentang mahluk yang disebut tampilan virus corona setelah diperbesar 2.600 kali.
Mahluk tersebut mirip binatang dengan kulit totol dan mempunyai mata serta kaki.
Sang pemilik akun itu pun menambahkan narasi sebagai berikut:
"Benarkah ini penampakan virus corona, setelah di perbesar. Waallahu..."
Sementara unggahan foto yang ditautkan, terdapat pula narasi lain yaitu, "Bentuk corona setelah diperbesar 2600x. Kita mohon perlindungan kepada Allah subhaanahu wa ta'aala dari bahaya corona."
Apakah mahluk itu wujud virus corona yang sebenarnya.
Tangkapan layar unggahan hoaks tentang tampilan virus corona yang telah diperbesar hingga 2.600 kali. (Twitter)
Penjelasan:
Penelusuran ANTARA, mahluk yang diklaim sebagai penampakan virus corona setelah diperbesar 2.600 kali itu merupakan seekor kumbang moncong bernama latin Elaeidobius kamerunicus dari famili Curculionoidea.
Foto serangga itu pertama kali diunggah akun twitter Helios, situs berbahasa Arab-Inggris, pada 26 Februari 2020.
Dalam keterangan fotonya, Helios menyebut kumbang jenis itu berukuran lebih kecil dari enam milimeter dan bersifat herbivora.
Di Indonesia, kumbang itu terkenal karena dapat membantu penyerbukan bunga kelapa sawit.
Di sisi lain, struktur sebuah virus terdiri dari kepala, kapsid, asam nukleat, leher, dan ekor.
Virus juga tidak memiliki mata atau berwujud seperti hewan. (Oce)