News Breaking
Live
update

Breaking News

Kritik, Bully, dan Covid-19

Kritik, Bully, dan Covid-19



Oleh Vera Yuana Amir*)

Keseringan membaca berita covid 19 sebenarnya juga tidak terlalu menyehatkan pikiran. Karena apa yang kita baca secara terus menerus, tiada henti, akan menyebabkan otak di bawah sadar, merekam semuanya. Itu bisa saja menjadi salah satu faktor kegelisahan berlebihan dan merasa tidak nyaman (sendirian). Namun demikian bukan berarti kita harus berhenti mengikuti perkembangan tentang virus Corona ini, tetapi membatasi, juga perlu. 

Nah untuk itu, saya sengaja menulis sesuatu yang berbeda agar ada variasinya. Kali ini tentang kritik. Boleh ya? Semoga ada manfaatnya.



𝗞𝗿𝗶𝘁𝗶𝗸 seperti sebuah fenomena yang menakutkan bagi sebagian orang. Tak sedikit orang merasa 𝙖𝙡𝙚𝙧𝙜𝙞 dengan kata ini. 𝗕𝗲𝗻𝗮𝗿𝗸𝗮𝗵 𝗸𝗿𝗶𝘁𝗶𝗸 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗱𝗶𝗮𝗻𝗴𝗴𝗮𝗽 𝘀𝗲𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝗺𝗲𝘀𝗶𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗻𝗰𝘂𝗿 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗲𝗿𝗶𝗸𝗮𝗻? 

Menurut saya pribadi, itu sangat tergantung dari cara kita memandangnya. Bagi orang yang berakal, memiliki pandangan maju ke depan dengan pemikirannya yang terbuka, berwawasan, mereka akan menerima kritikan sebagai sebuah alat untuk introspeksi diri. Berbeda barangkali dengan mereka yang kesehariannya tak terlalu bergaul, hidup dari A ke A, tidak bisa lepas dari kejayaan masa lalu, kritik baginya sebuah kedzoliman. Ingat, kritikan itu sesungguhnya bukanlah pembullyan apalagi pendzoliman.

Berdasarkan pendapat para ahli, ada perbedaan jelas antara kritikan dengan pembullyan. 

Kritikan adalah opini yang didasarkan pada penilaian dan pemikiran seseorang akan sesuatu dengan argumentasi dan alasan yang kuat. Sebuah kritik diucapkan atau ditulis oleh seseorang tentu dengan tujuan agar sesuatu bisa menjadi lebih baik. Terkadang, sebuah kritikan itu mengandung kenyataan pahit yang tak enak didengar dan dirasakan. Namun itulah, bukankah pil pahit kadang juga bisa menyehatkan?

Nah, pembullyan cendrung bersifat hujatan, hinaan dan ejekan. Tujuannya jelas ingin melecehkan, mempermalukan bahkan mungkin merendahkan. Pembullyan sering diiringi dengan kata-kata yang kasar, ujaran yang sangat tidak menyenangkan. Semua dilakukan tanpa ada argumentasi yang kuat dan tanpa alasan. 

𝗧𝗮𝗸 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗿𝗶𝘁𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗵𝗶𝗿 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝘀𝗲𝗯𝘂𝗮𝗵 𝗸𝗲𝗯𝗲𝗻𝗰𝗶𝗮𝗻. 𝗕𝗶𝘀𝗮 𝘀𝗮𝗷𝗮 𝗶𝗮 𝗵𝗮𝗱𝗶𝗿 𝗸𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮 𝗳𝗮𝗸𝘁𝗼𝗿 𝗸𝗲𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗿𝗮𝘀𝗮 𝗽𝗲𝗱𝘂𝗹𝗶. 𝗕𝗮𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗻𝗮𝘀𝗲𝗵𝗮𝘁 𝘁𝗲𝗿𝗯𝗮𝗶𝗸 𝗽𝘂𝗻 𝗸𝗮𝗱𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗱𝗮𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝘀𝗲𝗯𝘂𝗮𝗵 𝗸𝗿𝗶𝘁𝗶𝗸𝗮𝗻.

Jadi apa yang harus dilakukan? Yah, tentu belajar untuk menerima kritikan sebagai bahan introspeksi diri. Jadikan orang lain 𝙗𝙡𝙞𝙣𝙙 𝙨𝙥𝙤𝙩 terhadap kekurangan dan keterbatasan kita sebagai makhluk Allah yang tidak sempurna. Peluk eratlah segala nasehat dan kritikan yang diberikan. Bersyukurlah, masih ada orang yang peduli mengeluarkan pemikirannya untuk membuat sesuatu lebih baik. Nah, bisa bayangkan, kamu mau melakukan apa saja, benar maupun salah, baik atau buruk, sampai jungkir balik kepala di bawah kaki ke atas, tapi orang  tak peduli, merasa dirimu tak ada nilainya, apa enaknya, coba?

Maka dari itu, hargailah orang-orang yang masih mau mengingatkan melalui kritikan yang membangun. Bisa saja itu cara Allah untuk menjentikmu dari sebuah kesalahan, kekeliruan, kelalaian dan kesombongan. 𝙆𝙧𝙞𝙩𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙪𝙖𝙩 𝙩𝙪𝙗𝙪𝙝𝙢𝙪 𝙝𝙖𝙣𝙘𝙪𝙧. Jadi jangan mudah merasa tersinggung lalu mengambil tindakan yang merendahkan kualitas hidupmu, menurunkan kelas pribadimu. Kita tidak akan pernah menjadi besar dengan semua itu. Percayalah...

#duniapengarang

judul asli: Kritik
Sumber di Sini

*Vera Yuana Amir,
Penulis novel Kidung Kambari, Senandung Sabai, dan Tulisan Pun Ikut Berbisik




Tags