News Breaking
Live
update

Breaking News

Politisi PKS Minta Pemerintah Tak Main-Main dan Mengakali Hukum

Politisi PKS Minta Pemerintah Tak Main-Main dan Mengakali Hukum

TANJAKNEWS.COM, JAKARTA -- Tindakan Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan mendapat kecaman keras dari Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Heryawan. Ia menyebut, kebijakan presiden menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebagai hal yang mempermainkan hati rakyat. 

"Apa yang dilakukan Presiden Jokowi itu menyakiti dan mempermainkan hati  rakyat," kecamnya  usai memberikan bantuan pada warga terdampak Covid-19 di Kelurahan Kecapi, Harja Mukti, Kota Cirebon, Minggu (17/5/2019)

Di Perpres 75  tahun 2019  besaran iuran peserta BPJS adalah Rp160.000 untuk kelas I, kelas II sebesar Rp 110.000, dan Rp 51.000 kelas III beberapa waktu lalu dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena digugat oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

Kenaikan iuran BPJS, kata Netty  justru dilakukan pemerintah saat kesehatan dan ekonomi rakyat dihantam badai Covid-19. 

"Negara kita memang beda, saat rakyat butuh bantuan karena hantaman Corona, justru pemerintah menaikkan iuran," sesal Netty.

Menurut Netty, saat seperti ini pemerintah seharusnya melonggarkan segala bentuk tanggungan masyarakat, bukan justru tambah membebani. 




"Dalam keadaan seperti sekarang, negara lain justru berusaha mensubsidi rakyatnya. Inggris misalnya,  yang akan melakukan apa saja untuk mensubsidi NHS (National Health Services).  Pemerintah kita malah menambah beban rakyat. Makanya saya bilang, negara kita memang beda," terang Netty.

Padahal selama ini, kata Netty pemerintah  memiliki uang guna memberikan stimulus pada korporasi besar. Tidak hanya itu, pemerintah menurutnya juga sanggup membiayai program aneh, seperti Program Kartu Prakerja yang seharusnya ditunda.

"Memberi stimulus ke perusahaan-perusahaan besar sanggup, sementara mengurangi beban rakyat tidak mau. Ini kan patut dipertanyakan," katanya.

Menurut Netty, menaikkan iuran, juga belum tentu bisa mengurangi defisit BPJS, justru kalau tidak cermat bakal memperlebar.

"Salah-salah justru bisa memperlebar defisit karena orang-orang akan ramai-ramai pindah kelas, dari kelas I dan II bisa saja pindah ke kelas III. Orang-orang juga bakal mangkir membayar iuran. Bahkan dapat  menjadi pemicu lahirnya sikap pembangkangan massal karena merasa terlalu ditekan dalam kehidupan yang makin sulit," ujar Netty.

"Keputusan MA kemarin kan jelas, beberapa alasan dikabulkannya gugatan atas Perpres 75/2019 itu karena keuangan BPJS tidak transparan, ditambah lagi bonus yang berlebihan untuk pejabat BPJS, juga banyak perusahaan yang tidak bayar BPJS, harusnya ini yang dikoreksi bukan malah menambah beban rakyat," tambah Netty.

Netty meminta agar pemerintah tidak bermain-main dan mengakali hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Pemeritah, katanya harus menjadi contoh sebagai institusi yang baik dan taat pada hukum, jangan malah sebaliknya.

"Sedih melihat nasib rakyat Indonesia, sudah jatuh dihantam Corona kini tertimpa tangga BPJS" kata Netty.

Di sisi yang lain, pemerintah menurut Netty juga tidak maksimal dalam melindungi kesehatan warganya dari ancaman Covid-19.

"Silahkan dicek sampai sekarang saja tes Corona kita masih sangat rendah, padahal ini sudah dititahkan presiden sejak sebulan yang lalu, alat-alatnya juga sudah diimpor. Pencegahan kita sangat lamban jika dibandingkan dengan negara lain, " ujar netty.

"Negara Cina misalnya, ketika ditemukannya kasus baru di Wuhan baru-baru ini, pemerintahnya merencanakan untuk mengetes 11 juta warga Wuhan hanya dalam waktu 10 hari. Bahkan pejabat di daerah tersebut juga dicopot karena dianggap gagal mencegah munculnya kasus baru, di kita pernah gak ada pejabat yang dicopot meskipun penanganannya untuk Covid-19 berantakan?" pungkas Netty.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan berpotensi digugat kembali ke Mahkamah Agung (MA).

Pasalnya, pemerintah kembali menaikan iuran BPJS Kesehatan dengan besaran hampir 100%. Padahal beleid serupa sebelumnya sudah digugat ke MA dan dibatalkan.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan, Pasal 34 Perpres Nomor 64 Tahun 2020 rawan digugat oleh masyarakat. Sebab, pasal tersebut berisi kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang sebelumnya telah dibatalkan oleh MA.

"Pasal kenaikan tarif, pasal 34, itu yang paling krusial, nominalnya," ujar Asep yang dikutip Okezone, Sabtu (16/5/2020).

Tags