News Breaking
Live
update

Breaking News

Ramai-Ramai Tolak Kartu Prakerja 5,6 Triliun

Ramai-Ramai Tolak Kartu Prakerja 5,6 Triliun

TANJAKNEWS.COM, Jakarta– Program Kartu Prakerja bernilai:5,6 triliun yang melibatkan Ruang Guru mendapat penolakan keras di DPR. Fraksi-fraksi di DPR mengkritik anggaran kartu prakerja karena khawatir ada dugaan korupsi. 

Dugaan tersebut mengalir disampaikan kepada Ketua KPK Firli Bahuri dan jajarannya dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR, Rabu (29/4/2020).

Hinca Pandjaitan Fraksi Demokrat mengatakan, program kartu prakerja menghabiskan anggaran Rp5,6 triliun. Untung dari program tersebut juga tergolong besar mencapai 1,12 triliun. Maka, dia meminta KPK juga mengawasi program tersebut karena rawan jadi bahan bancakan.

“Untungnya wah. Kalau untungnya segitu besar, saya kira KPK concern mengawasi ini. Sebab ini betul-betul menjadi rawan,” kata Hinca. 

Dia juga menyoroti delapan vendor digital program kartu prakerja tidak melalui proses tender. Apalagi program tersebut tidak ada kaitan dengan penanganan krisis pandemi COVID-19.

“Kan tidak ada urusannya bagi-bagi alkes kenapa tanpa tender. Jadi nggak bisa menurut kita. Oleh karena itu, potensi besar sekali untuk terjadi penyalahgunaan di situ tidak tepat dan tidak berdaya guna meraup keuntungan sangat berlebihan dan tidak melalui tender,” tegas Hinca.

Senada dengan Hinca, Aboe Bakar Al-Habsyi dari Fraksi PKS menyoroti bahwa secara spesifik melihat vendor digital milik mantan Stafsus Presiden.

Menurutnya, program kartu prakerja materinya mudah didapat secara gratis. Dengan anggaran besar tak sepadan dengan program yang disajikan.

“Jangan sampai uang negara Rp5,6 triliun menguap tanpa arti yang hanya menghadirkan pengangguran baru setelah mengikuti pelatihan online,” kata dia.

Dari Fraksi PKBn Cucun Ahmad Syamsurizal mengatakan, program kartu prakerja ini berada di ruang gelap yang tak diketahui publik. Sebab, tak jelas siapa yang mendaftar dan bagaimana penentuan yang lulus tersebut.

“Ketika menentukan kelulusan apa indikatornya, ini kan satu kejahatan juga di ruang gelap, ini tolong, seperti apa pos audit mereka menentukan siapa yang lulus siapa yang tidak,” ucapnya


Menelanjangi Akal-akalan

Sebelumnya pengamat Agustinus Edy Kristianto membedah kejanggalan pada proyek besar tersebut.

Menurutnya, ada beberapa masaah yang harus dikritisi, Pertama, pembagian dasar Rp5,6 triliun dibagi 2.000 video (per hari ini menurut Menko Perekonomian) adalah Rp2,8 miliar/video (belum dipotong komisi jasa buat platform digital yang tak seorang pun tahu berapa persennya karena hanya diketahui para pihak yang memegang perjanjiannya) Itu harga satuannya. Pemerintah akan menambah jumlah video itu dan melakukan pelatihan offline jika korona lenyap. 

Artinya, jika bertambah 3 kali lipat saja sampai tahun anggaran 2020 berakhir, berarti akan ada 6.000 video/pelatihan. Rp5,6 triliun dibagi 6.000 adalah Rp933 juta. Proyek ini tanpa tender sehingga tidak ada harga pembanding. Tapi segenap rakyat Indonesia bisa melihat sendiri di website 8 platform digital masing-masing (saya tangkap layarkan salah satunya) mengenai jenis dan kualitas videonya. Silakan ditaksir, video macam apa yang per unitnya berbiaya sampai ratusan juta-miliaran itu. Video tutorial ‘Rock Discipline’ bikinan John Petrucci berdurasi 1 jam saja saya rasa tidak semahal itu produksinya.

Kedua, negara membayarkan Rp5,6 triliun untuk membeli sesuatu yang tidak unik karena video dengan materi sejenis banyak tersedia bebas di platfrom gratis seperti Youtube. Apalagi, video pelatihan yang dijual di platform digital itu ternyata bisa di-download menggunakan IDM dan orang bisa membagikannya. Sudah ada yang melakukannya. Ini namanya megaproyek menggarami laut.

Ketiga, Rp5,6 triliun itu bisa dibayarkan bahkan sebelum pelatihan dilakukan, hanya dengan syarat pihak platform digital membuat SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN. Jika ternyata pelatihan tidak dilaksanakan, platform digital mentransfer balik ke kas negara. Itu semua diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 25/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penganggaran, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kartu Prakerja. 

"Saya kira pedagang abu gosok keliling saja tidak akan melakukan hal seperti itu dalam manajemen keuangannya," kata Edy. 

Keempat,  ternyata kurang akurat kalau kita menganggap insentif pasca-pelatihan sebesar Rp600 ribu/bulan (bahasa aturannya adalah insentif mencari kerja) diberikan setelah kita selesai menonton video. Ada tiga syarat uang Rp600 ribu itu bisa cair, yakni mengikuti pelatihan, memberikan ulasan, dan memberikan penilaian. Semacam memberikan rating di marketplace pada umumnya.

Sekilas terlihat baik dan sederhana. Apa susahnya memberikan rating. Tapi, ingat, ini dunia digital. Big data adalah kunci bisnis. Online Rating Review adalah senjata untuk basis data perilaku konsumen yang bisa digunakan untuk menguasai pasar. Istilahnya adalah Electronic Word of Mouth (e-WOM). Platform digital dan provider jasa akan mendapatkan keuntungan dengan rating tersebut mulai dari kredibilitas/reputasi dalam mesin pencari hingga meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk/jasa. Para pelaku pemasaran digital mengetahui seluk-beluk permainan ini tentunya.

Intinya, tak hanya mendapatkan keuntungan berupa komisi jasa untuk platform digital dan penjualan video oleh lembaga penyedia pelatihan, mereka juga mendapatkan data dan kredibilitas yang akan sangat berguna untuk bisnis mereka selanjutnya. Itulah mengapa pasal tentang kewajiban memberikan rating ini sampai perlu diatur dalam peraturan menteri. 

Secara psikologis, orang akan cenderung memberikan rating positif, karena uang akan cair setelah peserta memberikan rating. ‘Cerdas’ sekali konseptornya. Sementara dalam pemberitaan bahasanya adalah rating diberikan sebagai masukan untuk perbaikan ke depan platform digital dan lembaga pelatihan. Ini bahasa ramuan tim Public Relation. 

Kelima, pelatihan diprioritaskan untuk para korban PHK. Setelah terpilih sebagai penerima, mereka memiliki waktu 30 hari untuk memilih dan mengikuti pelatihan. Jika lewat, tidak bisa digunakan dan dana masuk kas negara. 

Terlihat mulia dan memihak korban. Tapi ingat urutannya. Untuk mendapatkan Rp600 ribu, mereka harus mengikuti pelatihan dengan cara membeli video di platform digital dengan saldo Rp1 juta. Orang yang babak belur karena PHK akan cenderung menginginkan dana Rp600 ribu itu untuk menyambung nyawa. Dan untuk memperoleh itu, mereka harus membayarkan dulu Rp1 juta ke orang lain. Ini namanya memancing uang dengan uang. Mereka akan sesegara mungkin membeli video agar segera pula mendapatkan Rp600 ribu. Persoalan video itu juga bermanfaat adalah soal lain dan itu relatif. Cuma konstruksi urutannya itu sangat tendensius dan tricky. 

Keenam, pembayaran video pelatihan dilakukan oleh peserta sendiri langsung kepada lembaga pelatihan melalui platform digital. Anggapan itu kurang tepat. Pembayaran dilakukan dengan memindahbukukan dari Rekening Dana Prakerja pemerintah di bank umum yang ditunjuk kepada rekening platform digital. Peserta hanya memiliki rekening virtual untuk mengidentifikasi sesuai penomoran kartu prakerja, yang diaktifkan dengan memasukkan 16 nomor unik ketika check out/pembayaran. Bahasa kasarnya: pinjam nomor. Numpang lewat.

Jenis dan teknis pelatihan bukanlah urusan platform digital. Sebab sudah diatur, mau pelatihan online/offline, di darat, laut, maupun udara, pembayarannya lewat platform digital dan hanya platform digital yang melakukan pembayaran ke lembaga pelatihan. Cocok dengan model bisnis mereka yang mendorong transaksi sebanyak-banyaknya. 

Ketujuh, keliru dan sesat kalau dibilang program ini sekaligus membantu kemajuan karya anak bangsa. Pemindahbukuan pembayaran dari rekening pemerintah ke rekening platform digital Ruang Guru (contohnya) akan masuk ke dalam pembukuan perusahaan (PT Ruang Raya Indonesia), yang mana pengendalian saham perusahaan itu dipegang oleh sebuah PERUSAHAAN CANGKANG bernama Ruangguru PTE. LTD yang berdomisili di 6 Battery Road #38-04 Singapore 049909, yang modal dasarnya Rp649 miliar. Pemegang saham perusahaan itu hanya dua: Ruangguru PTE. LTD (6.4904.309 lembar senilai Rp649.430.900.000) dan ‘anak bangsa’ Muhamad Iman Usman (100 lembar senilai Rp10.000.000). ***


Tags