Sjam Kamaruzzaman, Tokoh Biro Khusus PKI yang Misterius
TanjakNews.com, Historia -- Nama aslinya Sjamsul Qamar Mubaidah. Dia tokoh kunci G30S dan orang nomor satu di Biro Khusus PKI yang bertugas membina simpatisan PKI dari kalangan ABRI dan Pegawai Negeri Sipil. Sjam lahir di Tuban, Jawa Timur pada 30 April 1924.
Setelah Proklamasi Sjam ikut memanggul senjata dalam pertempuran di Magelang, Ambarawa dan Front Mranggen, Semarang. Tahun 1947, menjelang Agresi Militer I, Sjam membentuk Serikat Buruh Mobil, sebuah organisasi buruh berhaluan kiri. Ia juga pernah menjadi ketua SBKP (Serikat Buruh Kapal dan Pelabuhan) pada akhir tahun 1947. Pada periode ini Sjam banyak mempelajari teori Marxis.
Tahun 1950, Sjam menjadi Wakil Ketua SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) Jakarta Raya. Tahun 1951-1957 menjadi staf anggota Dewan Nasional SOBSI. Sejak tahun 1957 pula Sjam menjadi pembantu DN. Aidit.
Mulai tahun 1960 Sjam ditetapkan menjadi anggota Departemen Organisasi PKI. Empat tahun kemudian, dia memperkenalkan organisasian anggota-anggota PKI yang berasal dari ABRI. Lahirlah Biro Khusus Sentral pada tahun 1964.
Sjam mengaku ditugasi Aidit untuk memimpin biro rahasia ini. Biro Khusus adalah aparat partai yang melakukan pekerjaan khusus yang tidak dapat dilakukan melalui aparat terbuka yang lain, mereka bekerja secara "klandestin" (bawah tanah).
Ketika dekat dengan Aidit, Sjam menjalin hubungan dengan anggota ABRI. "Channel-nya" sangat rumit. Ia pernah menjadi informan bagi Mudigdo, seorang Komisaris Polisi, kelak anak Mudigdo.diperistri Aidit. Sjam juga disebut-sebut pernah menjadi intelnya Kol Suwarto, direktur SESKOAD pada tahun 1958.
Menurut Sjam dipengadilannya di tahun 1968, operasi-operasi biro berjalan lancar di tujuh propinsi pada pertengahan tahun 1965. Melalui cabang di daerah Sjam berhasil mengadakan kontak tetap dengan kira-kira 250 perwira di Jateng, 200 di Jatim, 80-100 di Jabar, 40-50 di Jakarta, 30-40 di Sumut, 30 di Sumbar dan 30 di Bali.
(Harold Crouch, Militer dan Politik Indonesia, Sinar Harapan, 1986: h, 88).
Sjam ibarat hantu yang bisa menyusup kemana saja, sehingga banyak orang yakin kalau Sjam adalah agen ganda. Dia bukan cuma bekerja untuk PKI tapi juga sebagai spionase untuk kepentingan-kepentingan yang lain. Bahkan mantan pejabat di lingkungan Departemen Kehakiman RI, berkeyakinan kalau Sjam adalah agen rahasia KGB sekaligus CIA. ("Suharto Gelapkan Eksekusi Kamerad Sjam", Sinar Reformasi No. 31/th I, 7-13 April 1999).
Sumber yang lain meyakini, Sjam juga orang sipil yang menjadi informan Tentara
(Tempo, 12 Oktober 1998, h: 45).
Buku AM. Hanafi Menggugat, yang disusun oleh AM. Hanafi, mantan Dubes RI di Havana, Kuba, mengungkapkan bahwa yang merancang G30S dengan isu Dewan Jenderal adalah Sjam. Tujuannya? Kemungkinan besar, dia ingin membuat perubahan Revolusioner dalam peta Politik Indonesia saat itu.
Setelah G30S gagal, Sjam pun menghilang. Menurut Mayjen Tahir, perwira dari Teperpu, Sjam ditangkap di daerah Jawa Barat pada akhir tahun 1965 atau awal tahun 1966.
Di pengadilan Sjam divonis mati. Akan tetapi banyak mantan Tapol RTM Budi Mulia, Jakpus, meragukan apakah Sjam betul-betul dieksekusi. Dari mantan Tapol ini lebih banyak percaya kalau Sjam dilepas, ia ganti identitas, atau bahkan sudah kabur keluar negeri.
Pendapat yang mengatakan kalau Sjam itu agen ganda, memang didasarkan pada logika yang dapat diterima. Dugaan ini sesuai dengan karakter Sjam yang cukup cerdas dan penuh perhitungan, akan tetapi misterius. Dia tidak banyak omong.
John Lumeng Kewas, Ketua Presidium GMNI tahun 1957-1965 dan Wakil Sekjen PNI tahun 1964-1965, menuturkan penilaiannya tentang Sjam.
"Sjam adalah ensiklopedi bagi orang-orang yang dituduh PKI. Sebab, dialah yang membina orang-orang di ABRI atau orang-orang di luar partai, misalnya pegawai negeri sipil (PNS)".
"Petugas selalu menanyakan kepada Sjam siapa-siapa saja orang yang dikenalnya sebagai PKI. Ketika berada di luar sel, saya bertemu Sjam. Dalam kesempatan itu saya menanyakan mengapa PKI melakukan pemberontakan pada 30 September 1965. Dengan hati hati dia mengatakan, "Bung John perlu tahu, bahwa PKI berniat mengkup Bung Karno". Saya tanya alasannya, dia menjawab, "Bung Karno memimpin Revolusi itu secara plin-plan".
Perlakuan istimewa petugas LP terhadap Sjam, juga diakui oleh John. "Sjam diperlakukan istimewa di RTM, berbeda dengan tahanan-tahanan lain. Fasilitas selnya mewah untuk ukuran saat itu. Selain itu, lebih bebas, menu makanannya pun berbeda dengan tahanan lain. Sjam bebas berada di luar sel. Kan ada waktu-waktunya tahanan diperbolehkan di luar sel untuk berangin-anginan, mendapat cahaya matahari, dari pukul 07.00 sampai 09.00, setelah itu masuk lagi. Tapi Sjam lebih leluasa berada di luar sel dan tampak akrab berbincang-bincang dengan petugas".
Perlakuan istimewa terhadap Sjam ini memang tak lepas dari pengetahuannya yang luas tentang orang-orang yang ada dalam lingkaran kelompok kiri.
(Sumber, Gerakan 30 September Antara Fakta dan Rekayasa).