Pertamina Merugi, KAMMI: Ahok Hanya Bisa Bermulut Besar
TanjakNews.com, Jakarta -- Pertamina, seperti diberitakan, pada semester 1 tahun 2020 mencatatkan kerugian bersih sebesar US$767,91 juta atau jika dinominalkan rupiah setara dengan Rp11,13 triliun.
Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Energi sumber daya alam dan lingkungan Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) Naufan Rizqullah mengatakan apa yang disampaikan Ahok selaku Komisaris Utama PT Pertamina hanya mulut besar.
"Ahok hanya bisa bermulut besar, karena beberapa waktu lalu Basuki Tjahaja Purnama sesumbar mengatakan bahwa pendapatan Pertamina yang mencapai Rp800 triliun ini, dengan pengawasan yang kuat, pasti akan terus untung walau dengan mengedipkan mata" kata Naufan, dalam keterangan media, Rabu (26/8/2020).
Menurut Naufan hari ini kita menyaksikan secara bersama bahwa Pertamina mengalami kerugian besar dan statement Ahok pun perlu dimintai pertanggungjawaban.
"Memang, kerugian Pertamina saat ini disebabkan oleh banyak faktor. Selain karena adanya wabah pandemi Corona, juga disebabkan oleh keputusan bisnis yang tidak tepat" katanya.
Saat ini kata Naufan masyarakat pun mempertanyakan, bahwa saat harga minyak dunia mengalami penurunan, tetapi harga BBM di dalam negeri tak kunjung diturunkan.
"Rakyat meringis karena harga BBM pun tak kunjung turun. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat terhadap konsumsi BBM menjadi rendah. Sudah harga dinaikkan, pun kerugian masih juga didapatkan. Tentu ada yang salah dalam pengelolaan manajerial Pertamina. Cita-cita untuk mensejahterakan masyarakat dari kekayaan sumber daya alam negara ternyata disia-siakan oleh pemegang kuasa." Katanya.
Naufan menilai amanah jabatan publik merupakan titipan rakyat yang harus dijalankan secara sungguh-sungguh. Seharusnya Ahok kata Naufan sebagai Komisaris Utama serta jajarannya harus lebih giat lagi bekerja dengan menerapkan analisis fundamental yang kuat dari setiap corporate action yang diambil untuk PT Pertamina.
"Sudah semestinya para pemangku jabatan publik lebih adaptif lagi dalam mengelola badan usaha negara di tengah pandemi ini. Ketidakbecusan pelayan publik dalam mengelola kekayaan negara pada akhirnya menjadi bayaran yang mahal untuk diterima oleh rakyat Indonesia" tandasnya. (Oce)