Jangan Baper, Jejak Khilafah di Nusantara Sebelum Indonesia Ada
TanjakNews.com, Khilafah -- Sebentar, tadi baca sekilas tulisan Pak Moeflich Hasbullah, salah satu narasumber di film JKDN. Tulisan beliau mengkritik apa yang diungkapkan Peter Carey tentang penggunaan kata 'Taliban' dan 'Radikal' yang disematkan pada Pangeran Diponegoro.
Ini menarik. Dalam mengungkapkan sebuah sejarah ternyata kita harus memahami dan membatasi diri pada rentang sejarah yang sedang kita bahas. Jadi tidak tepat menggunakan kata 'Taliban' dan 'Radikal' pada peristiwa sejarah Pangeran Diponegoro.
Di sini kita jadi tahu kenapa judul filmnya 'Jejak Khilafah di Nusantara' bukan 'Jejak Khilafah di Indonesia'.
Bukan lain karena peristiwa sejarah tentang 'sentuhan' Khilafah itu terjadi di era Nusantara. Jauh sebelum ada kata Indonesia. Jauh sebelum Indonesia lahir.
Maka sebenarnya pihak pemerintah Indonesia tidak perlu untuk baper jika ada penyebutan jejak Khilafah di Nusantara. Ini karena pembahasannya adalah Nusantara, bukan Indonesia.
Menurut Perundang-undangan Madjapahit, Nusantara diperkenalkan pada masa Kerajaan Majapahit abad 14. Nusantara di waktu itu dipergunakan dalam konteks politik.
Politically, wilayah Nusantara sendiri meliputi gugusan atau rangkaian pulau yang ada di benua Asia termasuk Australia, bahkan Semenanjung Malaya juga ada di dalamnya.
Tercatat dalam sejarah yang masih jarang dipublikasikan adalah adanya hubungan politis yang terjadi antara Khilafah Utsmaniyah dengan Nusantara. Sebaliknya, tidak ada catatan dalam sejarah hubungan antara Khilafah Utsmaniyah dengan Indonesia.
Khilafah resmi dibubarkan oleh Kemal At Tarturk La'natullah 'Alaih sebagai agen Inggris pada tahun 1924. Sedangkan Indonesia bisa dikatakan lahir pada tahun 1945.
Hal menarik lainnya adalah jika penjajahan di Indonesia dimulai dari lahirnya VOC, maka penjajahan dimulai pada tahun 1602. Sedangkan jika penjajahan dimulai usai VOC collapse dan diambil alih oleh Belanda, maka penjajahan dimulai pada tahun 1800-an.
Jika Republik Indonesia ini resmi berdiri pada tahun 1945 -Istilah Indonesia sendiri dikenal pertama kali dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), terbit di Singapura pada tahun 1850 volume IV karya Windsor Earl- maka perlawanan terhadap penjajah sebelum itu bukan atas nama Indonesia.
Di sisi lain, Kesultanan Islam pertama yang tercatat, ada yang mengatakan kerajaan Perlak yang lokasinya ada di Aceh Utara. Berdiri tahun 840-1292. Ada juga yang mencatat Samudera Pasai sebagai kesultanan Islam pertama yang berdiri tahun 1267-1521.
Mari kita ulangi:
VOC tahun 1602
Belanda tahun 1800-an
Istilah Indonesia tahun 1850
Indonesia lahir 1945
Samudera Pasai tahun 1267
Jadi, sebelum ada penjajahan, sudah ada kehidupan Islam di tanah Nusantara.
Perlawanan terhadap penjajahan yang dimulai dari VOC tahun 1602 atau Belanda tahun 1800-an, apakah bisa disebut perlawanan atas nama Indonesia?
Lebih tepat mana jika perjuangan melawan penjajah adalah pertempuran mati syahid (Jihad) yang dilakukan kaum Muslim atas penjajah?
Di saat kesultanan-kesultanan di Nusantara berjihad melawan penjajah, ternyata di wilayah lain kekhilafahan Utsmaniyah juga sedang mengalami hal yang sama; penjajahan. Jika digambarkan, seperti kue yang diperebutkan banyak orang. Ini karena Utsmaniyah ada di masa kemunduran dan berbagai wilayahnya mulai jatuh ke tangan penjajah, termasuk Nusantara.
Adapun pergerakan Nasional dimulai pada tahun 1908-1945 (Sejarah Pergerakan Nasional; 2015, Ahmadin-kompas.com). Pada tahun 1908 pula organisasi nasional Boedi Oetomo lahir.
Jadi sebelum rentang waktu itu, bahkan di dalam rentang waktu tersebut perlawanan terhadap penjajahan (khususnya kaum ulama dan santri) berkobar atas nama Jihad Fiisabilillah bukan atas dasar Nasionalisme.
Jihad Fiisabilillah ini tentu merupakan ajaran Islam. Ajaran yang dibawa oleh para da'i atau utusan dari kekhilafahan termasuk Khilafah Utsmaniyah.
Nah, setelah Khilafah resmi diruntuhkan pada 3 Maret 1924, lahirlah berbagai macam negara seperti Turki, Arab Saudi dan negeri-negeri muslim lainnya termasuk Indonesia yang lahir tahun 1945.
Berkaca pada sejarah, maka bisa dikatakan Indonesia ternyata lahir di atas reruntuhan kesultanan-kesultanan Islam Khilafah Utsmaniyah di Nusantara.
Menariknya, reruntuhan kesultanan-kesultanan Islam Khilafah Utsmaniyah di Nusantara ini masih memiliki potensi untuk kemudian bangkit kembali mengingat kejayaan dan pengaruh mereka masih membekas. Apalagi adanya janji Allah atas kebangkitan dan kemenangan Islam.
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan Kepada orang-orang kafir untuk (menguasai) orang-orang yang beriman (An-Nisa: 141).
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini.” (Ali Imran: 179).
Mengutip perkataan Prof. Mahfud MD dalam cuitannya pada tanggal 14 November 2018;
“Tegakkan hukum dan keadilan. Jika hukum dan keadilan tidak ditegakkan berarti terjadi Disorientasi dari tujuan negara. Jika disorientasi terus terjadi muncullah distrust (ketidakpercayaan). Jika distrust meluas terjadilah Disobedience (pembangkangan rakyat), akhirnya Disintegrasi (negara pecah).”
Bukan hal yang mustahil jika masyarakat khususnya Umat Islam sudah tidak percaya (distrust) terhadap pemerintah saat ini mengingat banyaknya aksi kedzoliman yang menimpa umat ini, kemudian terjadi disobedience.
Tapi yang pasti, Khilafah will rise again, soon… entah kapan, entah di mana. (*)
Penulis: Syamsul Arifin
Judul oleh redaksi