News Breaking
Live
update

Breaking News

YLKI: Pilkada Saat Wabah Covid-19 adalah Anti Keselamatan Publik

YLKI: Pilkada Saat Wabah Covid-19 adalah Anti Keselamatan Publik



TanjakNews.com, Jakarta -- Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menilai, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 di tengah pandemi Covid-19 adalah anti keselamatan publik.

"Wabah Covid-19 masih terus mengancam seluruh warga Indonesia. Saban hari warga yang terkonfirmasi terus meningkat, lebih dari 4.000 orang per harinya. Dan korban meninggal pun makin eskalatif. Kini Indonesia memasuki rating ke-20 untuk negara  yang terkena wabah Covid-19.  Karena itu, menjadi hal paradoks jika pemerintah dan DPR malah bersepakat melaksanakan pilkada serentak saat pandemi masih menggila seperti sekarang," kata Tulus Abadi melalui keterangan tertulisnya pada TanjakNews.com, Rabu (23/9/2020).

Bahkan kata Tulus,  di level ASEAN Indonesia rating nomor dua setelah Philipina.  Namun jika dilihat trennya, dalam beberapa langkah lagi Indonesia akan menanjak menyalip negara-negara lainnya, termasuk menyalip Philipina. "Dan sampai detik ini pemerintah, pusat dan daerah, tampak masih kedodoran dalam mengendalikan wabah Covid-19 tersebut," ujarnya.

Merujuk pada fakta tersebut, ucapnya, YLKi meminta  agar Presiden Joko Widodo menunda pelaksanaan pilkada serentak 2020. 

Ia mengemukan sejumlah   pertimbangan. Pertama, masih belum optimalnya upaya pengendalian wabah yang dilakukan oleh pemerintah, baik di level nasional dan atau daerah;

Kedua, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan.

"Walau Presiden Jokowi mengimbau tidak ada pengerahan massa, tetapi dalam pelaksanaannya sulit dihindari adanya pengerahan massa tersebut. Adalah sangat absurd dan kurang masuk akal, jika saat kerumunan massa, apalagi dengan euforia politis, mengharap adanya kepatuhan terhadap protokol kesehatan, terutama dalam hal menjaga jarak.  Nyaris menjadi hal yang mustahil," tegasnya.

Kemudian kata Tulus,  jika dalam pelaksanaan pilkada terdapat kecurangan, maka akan berpotensi menimbulkan kericuhan massa. "Artinya menjadi potensi besar untuk terjadinya pelanggaran pada protokol kesehatan," ulasnya.

Menurut Tulus  rasanya hal yang sangat musykil bagi semua pihak, terutama bagi aparat penegak hukum, untuk melakukan upaya law enforcement terhadap pelanggaran protokol kesehatan oleh masyarakat. 

"Dengan konfigurasi persoalan yang sedemikian terang-benderang, rasanya tidak ada alasan yang cukup absah jika pemerintah dan DPR bersepakat menggelar pilkada pada akhir 2020 ini. Keamanan dan keselamatan publik seharusnya menjadi pertimbangan utama dan pertama, bukan malah dipertaruhkan," kecamnya.

Oleh karena itu, ia menganggap, putusan dan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR untuk tetap menggelar Pilkada, sungguh suatu kesepakatan yang tidak bisa dinalar secara akal sehat. 

"Seharusnya sumber daya dan sumber dana yang ada dikerahkan secara totalitas untuk memerangi dan mengendalikan wabah Covid-19," tandasny. (Oce)

Tags