News Breaking
Live
update

Breaking News

Ketika Adik H Agus Salim Memeluk Katolik

Ketika Adik H Agus Salim Memeluk Katolik



TanjakNews.com -- Dalam hal agama, Haji Agus Salim lebih menyukai diskusi dibandingkan dengan dakwah yang bersifat menggurui. Ia suka membuat diskusi dan menghindari membuat perintah. 

"Ia membuka peluang orang menemukan jawabannya sendiri", kata Agustanzil, cucunya.

Suatu saat, Agus Salim meyakini datangnya 1 Syawal, penanda Idul Fitri, jatuh sehari setelah hari Idul Fitri yang diyakini banyak kaum muslim. Karena itu, Salim tetap menjalankan puasa ramadhan terakhirnya. Namun, pada hari itu datang tamu dari Condet, Jakarta Timur yang merayakan Lebaran. Salim menerima dan menjamu tamunya. 

"Ia membatalkan puasa dan ikut makan bersama tamunya" cerita Agustanzil.

Hari berikutnya, Salim menjalankan salat Ied. Esoknya ia berpuasa lagi untuk membayar utang puasa terakhirnya. Bagi Salim ini adalah kondisi yang tidak sulit dan silaturahmi adalah hal yang penting juga.

Sebagai tokoh muslim dan bergelar haji, Salim pernah diolok-olok karena Khalid Salim, adiknya yang seorang Digulis dan tinggal di Belanda, seorang Ateis dan kemudian memeluk agama Katolik. Salim dinilai gagal karena tidak bisa mengajak sang adik memeluk Islam. Terhadap celotehan itu, dengan enteng Salim menganggapi "Saya sekarang jauh lebih dekat dengan Khalid karena dia katolik. Artinya dia punya Tuhan. Kalau dulu kan dia ateis"

Seperti sang kakak sulung, sejak muda Chalid Salim aktif di gerakan perjuangan melawan penjajah Belanda. Mereka sama-sama aktif di Sarekat Islam. Namun Chalid, yang seorang wartawan, lebih condong ke kelompok kiri. Dia bekerja di harian Halilintar Hindia yang 'kekiri-kirian' dan kemudian koran Proletar yang juga berhaluan kiri. Selama menjadi orang kiri ini, Chalid mengakui menjadi ateis. Sebagai seorang komunis, kata Chalid, tak masuk akal jika Tuhan itu ada.

    Aku sangat menghargai dia yang sama sekali tidak berusaha menasranikan diriku."

Buah dari aktivitasnya sebagai pejuang pergerakan, Chalid ditangkap dan diasingkan ke Digul, Papua, pada 1928. Di tengah belantara Papua itulah Chalid mulai merenungkan soal agama. Soekarjo Prawirojoedo, teman di pengasingan, memperkenalkannya kepada agama Katolik. Soekarjo memberinya kitab suci dan beberapa buku soal ajaran Katolik. Sebelumnya, Chalid memang sudah merasa tersentuh melihat para misionaris yang suka rela masuk hutan Papua untuk memperkenalkan agama Kristen. "Karena dorongan iman, mereka sama sekali tidak cemas terhadap semua marabahaya di sekitarnya," Chalid menuliskan pengalamannya dalam bukunya, Lima Belas Tahun Digul.

Ada satu misionaris yang akrab dengannya, Pater Meuwese. "Dialah satu-satunya orang Belanda di Tanah Merah, Digul, yang menegur saya dengan sopan. Dan aku sangat menghargai dia yang sama sekali tidak berusaha menasranikan diriku," kata Chalid. Justru dialah yang meminta Pater Meuwese mengajarinya soal agama Katolik. Pater Meuwese tak langsung mengiyakan, bahkan memperingatkan Chalid Salim. "Tidak sadarkah Anda, Tuan Salim, konsekuensi dari langkah Anda? Perlu Anda ingat bahwa ada kemungkinan bahwa sanak saudara-saudara Anda yang beragama Islam akan memutuskan semua hubungan kekeluargaan." Namun, kata Salim, tekadnya menjadi seorang Katolik sudah bulat.

Saudara-saudaranya, Chalid menuturkan, tak mencaci makinya meski dia berubah keyakinan. Bahkan bertahun-tahun kemudian, saat kakak sulungnya, Haji Agus Salim, mengunjunginya di Belanda, dia berkata, "Aku bersyukur akhirnya kamu percaya kepada Tuhan. Dan pilihanmu tentu sudah menjadi takdir Ilahi," kata Agus Salim. (Oce)



Sumber:
1.Buku "AGUS SALIM" Diplomat Jenaka Penopang Republik
2.historia.id
3.detikX

Tags