News Breaking
Live
update

Breaking News

Eksekusi Mati Trunojoyo Paling Sadis dalam Sejarah Nusantara

Eksekusi Mati Trunojoyo Paling Sadis dalam Sejarah Nusantara



Kebengisan Amangkurat II Eksekusi Mati Trunojoyo: Kepala Dipenggal, Diinjak, Ditumbuk 

tanjakNews.com --  Hukuman mati yang dijatuhkan Amangkurat II terhadap Trunojoyo menjadi bentuk eksekusi paling sadis dan mengerikan dalam sejarah di Nusantara. 

Raden Trunojoyo atau Trunajaya dihukum mati setelah dianggap menjadi pemberontak di era Kerajaan Mataram di masa Amangkurat I dan Amangkurat II.

Akhir hidup Trunojoyo yang masih cicit Sultan Agung tragis setelah kekalahan dalam perang melawan pasukan Mataram di bawah perintah Amangkurat II yang dibantu VOC pada 27 Desember 1679. Adipati Anom alias Amangkurat II balas menyerang Trunojoyo setelah menandatangani persekutuan dengan VOC. 

Persekutuan ini dikenal dengan nama Perjanjian Jepara pada September 1677 yang isinya Sultan Amangkurat II Raja Mataram harus menyerahkan pesisir Utara Jawa jika VOC membantu memenangkan terhadap pemberontakan Trunojoyo.

Trunojoyo yang setelah kemenangannya bergelar Panembahan Maduretno, kemudian mendirikan pemerintahannya sendiri. Saat itu hampir seluruh wilayah pesisir Jawa sudah jatuh ke tangan Trunajaya, meskipun wilayah pedalaman masih banyak yang setia kepada Mataram. 

VOC sendiri pernah mencoba menawarkan perdamaian, dan meminta Trunojoyo agar datang secara pribadi ke benteng VOC di Danareja. Namun, Trunojoyo menolak mentah-mentah tawaran tersebut.

Setelah usaha perdamaian tidak membawa hasil, VOC di bawah pimpinan Gubernur JenderalCornelis Speelman mengerahkan kekuatan besar untuk menaklukkan perlawanan Trunojoyo. 

Di laut, VOC mengerahkan pasukan Bugis di bawah pimpinanAru Palakka dari Bone untuk mendukung peperangan laut melawan pasukan Karaeng Galesong. 

Di darat, VOC mengerahkan pasukan Maluku di bawah pimpinan Kapitan Jonker untuk melakukan serangan darat besar-besaran bersama laskar Amangkurat II.

Pada April 1677, Speelman bersama pasukan VOC berangkat untuk menyerang Surabaya dan berhasil menguasainya. Speelman yang memimpin pasukan gabungan berkekuatan sekitar 1.500 prajurit mendesak Trunojoyo.

Di Bukit Selokurung Lereng Gunung Kelud pecah pertempuran  antara pasukan gabungan kompeni dan Kasultanan Mataram di bawah pimpinan Kapitan Francois Tack melawan pasukan Pangeran Trunojoyo yang dibantu oleh Karaeng Galesong. 

Pasukan grilya Trunojoyo bertempur mati-matian dan pantang menyerah. Ia bertahan sampai kehabisan tenaga sampai akhirnya benteng itu akhirnya jebol. Pada 27 Desember, Trunojoyo, pejuang besar yang memerdekakan Madura dari Mataram ini akhirnya ditangkap oleh VOC dan dibawa kehadapan Amangkurat II  yang berada di Payak, Bantul. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II menghukum mati Trunojoyo. Eksekusi hukuman mati yang diterapkan kepada Trunojoyo sangat mengerikan. 

Trunojoyo ditusuk oleh Amangkurat II dengan keris Kyai Balabar di jantung hingga menembus punggungnya. Tak puas dengan menusuk jantung, Amangkurat II mencabik-cabik tubuh Trunojoyo. Kebengisan Amangkurat II yang dibakar api dendam menjadi-jadi dengan memenggal kepala Trunojoyo.

Atas perintah Amangkurat II, hati Trunojoyo dikeluarkan, dicabik-cabik lantas hati harus  dimakan mentah-mentah oleh para petinggi keraton. Setelah itu lehernya dipenggal, kepalanya dijadikan keset untuk membersihkan kaki abdi dalem dan pelayan keraton. Tak cukup sampai disitu, kepala itu kemudian ditumbuk sampai hancur di lumpang batu.


Awal Kisah

Dalam keadaan sakit keras, Sultan Agung mewasiatkan takhta kekuasaanya kepada putranya, yaitu Mas Sayidin putra dari Ratu Wetan yang berhasil menggeser Ratu Kulon sebagai permaisuri. Sebelumnya yang digadang-gadang sebagai putra mahkota adalah Mas Syahwawrat putra Ratu Kulon.



Tahun 1645. Agung Senapati ing Ngalaga Abdurrahman wafat. Raden Sayidin naik takhta dan populer disebut Amangkurat I. Dia memiliki dua  permaisuri yang bernama Ratu Kulon (putri Pangeran Pekik) dan Ratu Wetan ( putri Keluarga Kajoran).  Dari ratu Wetan, Amangkurat I memiliki putra bernama Raden Mas Rahmat.

Saat Amangkurat I berkuasa, hubungan Mataram dengan Banten dan Mataram kian memburuk. Tokoh-tokoh senior yang tidak sejalan dengan Amangkurat I satu persatu dibunuh.  Hal  itu memicu pemberontakan yang dilakukan oleh adiknya, yaitu Mas Alit yang didukukung oleh para ulama. Pemberontakan itu gagal. Mas Alit dihukum mati dan 5000 ulama yang mendukung Mas Alit dibantai habis.

Di lingkungan kerabat keraton, Amangkurat I berselisih dengan anaknya sendiri, Raden Mas Rahmat yang mencoba mengkudeta ayahnya karena mendengar bahwa jabatan Dipati Anom akan dipindahkan ke Pangeran Singasari, putra Amangkurat I lainnya.

Kudeta itu gagal, begitu pula sebaliknya Amangkurat I juga gagal meracuni Raden Mas Rahmat. Hubungan buruk bapak dan anak ini memuncak tahun 1668 ketika Raden Mas Rahmat menyuruh Pangeran Pekik merebut calon istri bapaknya yang bernama  Rara Oyi. Mengetahui hal tersebut membuat Amangkurat I menjadi murka.

Dia menghukum mati Pangeran Pekik. Sedangkan Raden Mas Rahmat diampuni setelah bersedia membunuh Rara Oyi. Selain itu Raden Mas Rahmat juga dipecat dari jabatan Dipati Anom. Raden Mas Rahmat yang merasa sakit hati, dipertemukan dengan Pangeran Trunojoyo melalui Raden Kajoran (mertua Trunojoyo).  

Pangeran Trunojoyo adalah putra Raden Demang Melayakusuma. Maka atas dukungan finansial dari Raden Mas Rahmat, Trunojoyo segera membentuk pasukan dari Madura dan segera merebut kekuasaan Madura dari Cakraningrat II, pamannya sendiri yang diangkat oleh Amangkurat I sebagai penguasa Madura.

Eksekusi hukuman mati terhadap Trunojoyo itu tercatat oleh Raffles dalam buku The Story of Java.  

Oce Satria, dari berbagai sumber

Wikipedia
Hoëvell, W. R. V. (1849).Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie͏̈ (dalam bahasa Belanda). Becht
Sartono Kartodirjo, Sejarah Perlawanan terhadap Kolonialisme, 1973)

Banyumas, Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak karya Budino Herusatoto, 2008). 

Masa Hindia Belanda

Dll.

Tags