News Breaking
Live
update

Breaking News

Anies Giring Formula E dengan Transparansi

Anies Giring Formula E dengan Transparansi



Catatan Junaidi Gaffar

ALHAMDULILLAH, saya baca di media elektronik, penyelenggaraan Formula E berlangsung sukses dan ditonton banyak orang. Baik secara langsung di arena sirkuit maupun yang hanya bisa menonton lewat tayangan live di televisi. 

Formula E ini dimulai dengan banyak kontroversi. Kontroversi ini semakin meluas setelah pandemi berlangsung. Sedangkan komitmen fee yang sudah dibayarkan tidak bisa ditarik kembali. Pemda DKI, dalam hal ini Gubernur Anies Baswedan pun diserang dari berbagai sisi. Ada yang menuduh ia main mata dengan pemegang lisensi untuk menggarong uang rakyat Jakarta. Ada pula  yang mengolok-ngolok lombanya sendiri sebagai formula tamiya. 

Hal yang patut dicatat adalah bagaimana Gubernur Anies Baswedan merespon semua serangan itu. Alih-alih ribut dengan pembenci dan pencelanya dengan membayar para buzzer untuk membela diri, Anies memilih jalan transparansi, taat hukum dan konsisten dengan apa yang telah menjadi keputusan. 

Transparansi, Kepatuhan, Konsistensi

Dalam hal transparansi dengan sejelas-jelasnya ia menerangkan apa yang dimaksud dengan comiment fee, mengapa harus dibayar dengan jumlah sebesar itu dan apa economic impact penyelenggaraan event besar itu bagi Jakarta dan bagi Indonesia. Penjelasan yang terang benderang ini membungkam segala syak wasangka dan tuduhan membabi buta yang dialamatkan kepadanya. 

Hal kedua yang dilakukan Anies adalah menempatkan hukum dan peraturan yang ada sebagai panduan pelaksanaan event dunia tersebut. Lihat saja bagaimana Anies dengan patuh dan tanpa pernah mau berpolemik ketika pemerintah pusat melarang penyelenggaraan event ini di kawasan Monas. 

Otoritas di atas yang lebih tinggi dia hormati. Dan dia tahu keputusan seperti itu bukan hal yang harus ditanggapi dengan marah atau kecewa. Apalagi menyerang pihak yang punya otoritas. Anies sadar diri bahwa sebagai gubernur ia adalah bawahan presiden sebagai kepala negara. Maka ketika ada keputusan yang berat muncul ia menjawabnya dengan berfikir di kawasan mana sirkuit bisa dibangun sedang waktu penyelenggaraan sudah semakin dekat.

Pemilihan Ancol sebagai tempat penyelenggaraan pada dasarnya adalah keputusan yang sulit tapi harus diambil mengingat terbatasnya lahan milik Pemda DKI yang bisa dialihfungsikan. Kesulitan lain adalah  Pemda DKI harus membangun dari nol dan kawasan yang dipilih belum teruji kondisinya untuk dijadikan sebuah arena balap internasional. 

Tidak mengherankan jika seorang anak muda bernama Giring sempat terperosok ke dalam lumpur  dan hanya menemukan kambing-kambing ketika ia dengan gagah berani melakukan inspeksi ke kawasan yang sedang dalam proses pembangunan tersebut. Di mata anak muda ini proyek ini seolah mustahil terwujud dan ujung-ujungnya uang rakyat akan  terbuang sia-sia. 

Tidak perlu berfikir terlalu jauh mengapa ia bisa mengeluarkan statement semacam itu ketika pembangunan sedang berproses. Sejak lama Giring dan teman-temannya hadir memang bukan untuk berfikir kritis dan berbasis fakta. Mereka hadir untuk buat menjadi antitesa Anis Baswedan. Selama Anies yang bikin, itu buruk. Sedangkan jika bukan Anies yang bikin, akan selalu indah meskipun berbau amis dan bahkan busuk.

Pemilihan Ancol dan kepatuhan Anies pada akhirnya menjadi semacam blessing in disguise. Selesainya stadion megah Jakarta Internasional Stadium  lalu diikuti dengan pembangunan sirkuit formula E ternyata memunculkan tampilan landscape yang begitu memukau. Paduan keduanya menghadirkan pemandangan yang indah dan sangat mengundang selera. Ujung-ujungnya banyak orang yang menyempatkan datang ke sana untuk sekedar berfoto ria  termasuk mereka yang mencoba melawan nurani ( mengingkari kebenaran bahwa keduanya adalah buah karya Anies dengan mengatakan bahwa itu karya Pak Jokowi). 

Hal ketiga yang patut dicatat adalah soal konsistensi Anies. Ia tidak goyah meskipun cibiran dan hujatan dialamatkan padanya. Sekali keputusan dibuat, tidak ada jalan mundur. Bagi Anies kata-kata bukanlah seperti air ludah yang mudah dikeluarkan dari mulut tanpa  rasa  khawatir. Kata-kata adalah pernyataan pada dunia. Janji yang tidak hanya ditagih di dunia tapi akan dipertanggungjawabkan di hadapan sang Khalik. Ia memilih jalan itu tanpa takut dan ragu. Hebatnya, sekali lagi ia tidak membutuhkan oskestrasi para buzzer. 

Transparansi, kepatuhan dan konsistensi Anies pada akhirnya berbuah manis. Event berlangsung sukses. Ketidaksudian BUMN besutan Erick Tohir untuk berpartisipasi dan membisunya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai orang yang harusnya paling concern di level negara terkait event ini ternyata tidak menjadi soal. Sponsor-sponsor level dunia hadir. Tiket diminati orang-orang dari luar dan dalam negeri sehingga Pemda DKI tidak perlu mewajibkan pegawai Pemda untuk membeli tiket seperti yang terjadi dalam even internasional lain yang berlangsung beberapa bulan lalu.

Satu lagi yang tidak boleh dilupakan adalah Pemda DKI berhasil membuktikan bahwa urusan klenik pakai pawang hujan tidak dibutuhkan dalam kehidupan manusia modern. Terbukti hujan tidak turun dan langit Jakarta cerah. Kerjasama dengan BMKG dan BRIN untuk rekayasa cuaca terbukti lebih cespleng ketimbang menggunakan dupa dan menyan. Selamat Pak Anies. Selamat Pemda DKI. Jayalah Indonesia. 

Salam dari Istambul

Junaidi Gaffar adalah akademisi,  
penggiat buku dan literasi



(catatan: judul oleh redaksi)



Tags