Jangan-Jangan Bukan Orang yang Riya, Tapi Kita yang Hasad
![]() |
Ilustrasi-net |
Daripada menyalahkan dan menuduh orang lain, lebih baik menyalahkan diri sendiri.
MEDIA sosial kerap dijadikan sebagai ajang silaturahim oleh penggunanya. Tak jarang dari mereka memasang foto dan aktivitas keseharian mereka, jalan-jalan atau makan-makan misalnya. Hampir setiap hari, setiap moment mereka bagikan di beranda media sosial.
Kadangkala aksi selfie, pajang foto atau menceritakan aktivitas seperti itu akan memancing orang lain berprasangka negatif. Sebagian ada yanag mencibir dengan tuduhan riya, sok pamer, tidak sensistif dengan orang lain, dan sebagainya.
Almarhum Ustad Arifin Ilham, pimpinan Majelis Adz-Zikra dalam akun instagramnya dulu pernah menyinggung soal ini.
Satu pertanyaan yang cukup mengena dilontarkan Ustadz Arifin Ilham: Mereka yang Riya atau Kita yang Hasad (dengki)?
Ada orang upload fotonya pas lagi umroh. Lalu kita bilang dalam hati, “Ih riya banget sih. Ibadah umroh itu bukan buat dipublish,“
Ada orang lagi ngaji (baca Qur'an) di kendaraan umum. Lalu kita bilang dalam hati, “Kok ngaji di tempat umum? Kenapa nggak nanti aja di rumah pas sendiri?“
Ada orang sedang jalan-jalan ke Eropa. Lalu kita bilang dalam hati, “Sayang banget ya uangnya, mending buat infaq ke fakir miskin.“
Ada orang posting konten dan caption dakwah di sosmed. Lalu kita bilang dalam hati, “Sok alim banget ya hidupnya.“
Pernahkah kita berpikiran seperti itu sama orang lain?
Astagfirullah. Mereka yang Riya atau justru Kita yang Hasad (iri/dengki)?
Padahal isi hati seseorang itu nggak ada yang tahu selain Allah. Biarlah amal ibadah itu jadi urusan dia dengan Allah.
Kata Ustad. Khalid Basalamah, “Kita jangan masuk wilayahnya orang lain.”
Hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang bisa mengetahui isi hati seseorang. Semua amalan akan terbongkar ikhlas atau tidaknya nanti di akhirat.
Diceritakan, Usamah bin Zaid seorang sahabat pernah ikut dalam peperangan. Ketika Usamah duel 1 lawan 1 dengan orang kafir, orang kafir itu mengucapkan dua kalimat syahadat (masuk islam). Sayangnya, Usamah tidak menghiraukan hal itu dan langsung membunuh orang yang sudah masuk islam itu. Mengetahui hal itu, Rasulullah ï·º pun marah dengan Usamah.
Usamah berdalih jika ia masuk Islam karena keadaan sudah terdesak dan tidak ikhlas. Rasulullah ï·º pun berkata hingga tiga kali kepada Usamah, “Apakah kau sudah belah hatinya untuk mengetahui apakah dia benar-benar ikhlas masuk Islam atau tidak?”
Kita tak bisa mengubah kebiasaan orang lain yang suka selfie di medsos. Tapi kita bisa mengubah point of view dari sudut kita. Daripada hasad, lebih baik berprasangka baik pada seseorang, apalagi dengan sesama muslim.
Bagaimana fikih Islam memandang persoalan swafoto?
Foto, baik dilakukan muslim maupun muslimah dalam Islam pada dasarnya adalah perkara muamalah yang hukumnya boleh. Dalam kaidah fikih, asal hukum muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya.
Dikutip dari artikel di Republika online, Rasulullah SAW dalam HR Bukhari Muslim pernah bersabda, "Sesungguhnya, manusia yang paling keras disiksa di hari kiamat adalah pada tukang gambar (mereka yang meniru ciptaan Allah)."
Pandangan ini oleh beberapa kalangan dibantah dan dianggap tidak sama. Hal ini berlandaskan pada pendapat bahwa teknik pengambilan foto sama sekali berbeda dengan cara membuat lukisan. Dalam mengambil foto, tidak ada unsur meniru karena hasilnya didapat dari menangkap cahaya.
Untuk perihal swafoto, mengikut hukum asal foto berarti hukumnya mubah. Halal dan haramnya bergantung dari tujuan atau niat yang akan berfoto.
Tidak mustahil swafoto ini dinilai //mandub// dan berpahala bila digunakan untuk hal yang positif dan berguna. Namun, swafoto bisa menjadi haram bila digunakan untuk tujuan yang buruk, seperti riya atau pamer.
Dalam QS an-Nisa ayat 142, Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali."
Dalam QS Ali -Imran ayat 14, Allah Swt berfirman, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."
Mungkin yang dibutuhkan hanyalah soal bijak saja. Bijak berlaku, bijak merespon. Wallahu a'lam.
Dari berbagai sumber.