News Breaking
Live
update

Breaking News

All Amin: Menulislah

All Amin: Menulislah

 



"Menulislah," satu di antara kata yang dinasihatkan oleh Dr. Gamawan Fauzi Datuak Rajo Nan Sati. Tokoh nasional yang berasal dari alam Gumanti.

Wejangan itu disampaikan ketika beliau diminta memberikan petuah dalam acara diskusi virtual yang membahas wacana program pemekaran wilayah alam Gumanti dari Kabupaten Solok.

Mak Datuak--begitu saya menyapa--bertutur panjang lebar tentang pengalaman beliau ketika terlibat langsung dalam banyak proses pemekaran wilayah. Baik saat menjabat Bupati Solok, Gubernur Sumatra Barat, sampai Menteri Dalam Negeri.

Petuah penyemangat itu disimak oleh lima puluh lebih peserta diskusi. Terdiri dari tokoh-tokoh lintas profesi dan lintas generasi sekawasan ranah alam Gumanti. Bagi tim formatur DOB Gumanti segala materi yang disampaikan oleh Mak Datuak itu, dijadikan pedoman guna mengatur langkah-langkah strategis, agar pada waktunya nanti daerah otonomi baru Salingka Gumanti dapat terealisasi.

Menurut Mak Datuak, "Banyak orang yang pandai bertutur, tapi enggan menulis."

Menulis itu penting. Guna meninggalkan legasi. Tulisan dapat memperpanjang umur. Betapa banyak buku-buku klasik yang telah berusia ratusan tahun sampai hari ini masih dibaca banyak orang. Padahal para penulisnya telah wafat sejak berabad silam.

Penyebab keengganan itu mungkin karena banyak yang merasa kalau menulis merupakan satu hal yang paling sulit di antara empat keterampilan berbahasa. 

Menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Keempat keterampilan berbahasa itu dapat dipisah-pisah dengan beberapa pengelompokan.

Dua keterampilan lisan, dua nonlisan
Dua keterampilan aktif, dua pasif.

Pun bisa dipisah berdasarkan urutan. Dua masuk dua keluar.



Ini serupa teori teko. Mesti diisi dulu baru bisa dituang. Masuk kopi keluarnya kopi. Diisi bening keluarnya bening. Bila isinya sedikit yang bisa dikeluarkan tentulah sedikit pula.

Cip memori yang kapasitasnya hanyak dua megabita mustahil dapat mengeluarkan tayangan video berdurasi satu setengah jam dengan kualitas gambar beresolusi tinggi. 

Bila disusun berdasarkan alur masuk keluar, maka urutan keterampilan berbahasa adalah:

Keterampilan menyimak

Lebih dari sekadar mendengar. Satu tingkat di atasnya. Sesuatu yang disimak dengan baik, biasanya akan ada yang terserap. Apa yang masuk dari kuping kanan, tak akan semuanya lepas keluar ke kuping kiri.

Indera pendengaran sudah diaktivasi sejak manusia masih berupa janin. Itulah mengapa kepada ibu hamil baiknya diperdengarkan bacaan Quran. Pun ada yang memilih memperkenalkan musik klasik Wolfgang Amadeus Mozart. Sebab janin sudah dapat mendengar.

Menyimak merupakan cara mengentri data ke dalam pemikiran melalui pendengaran. Yang bisa mendengarkan orang bicara sambil sibuk bermain gawai, atau yang asyik mengobrol ketika ada orang lain sedang  berpidato, mungkin termasuk orang yang memiliki sistem pendengaran yang canggih.




Keterampilan membaca

Iqra. Bacalah. Wahyu yang pertama kali diterima oleh Rasulullah SAW melalui perantara malaikat Jibril di Gua Hira. 

Merujuk pada petunjuk itu hendaknya seorang muslim dekat dengan budaya membaca. Namun mirisnya, UNESCO menyebut indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen.

Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara. Sepuluh negara terbawah yang memiliki tingkat literasi baca rendah.

Keterampilan berbicara

Setelah beragam informasi masuk melalui mata dan telinga dengan menyimak dan membaca. Barulah itu bisa dikeluarkan sebagai bahan pembicaraan. Semakin banyak yang tersimpan, semakin banyak yang bisa dibicarakan.

Kemampuan merangkai kata, memainkan retorika, merupakan bagian dari kemahiran berbicara. Semakin mahir, semakin terdengar renyah. Namun itu hanya bagian dari seninya.

Esensi keterampilan berbicara adalah dapat dimengerti. Pesannya sampai. Cara mengukur kemampuan berbicara itu mudah saja. Bila lawan bicara tampak paham dan manggut-manggut itu sudah cukup. Semakin bisa membuat pendengar paham dalam jumlah banyak sekaligus. Itu makin hebat. Pembicara hebat.

Namun, bila dari ubun-ubun pendengar sudah mulai tampak keluar asap, maka seketika berhentilah berbicara.




Keterampilan menulis


Merupakan keterampilan berbahasa level keempat. Satu dua tiganya mesti dilalui dulu. Mustahil bisa menulis bila tak membaca.

Menulis sejatinya cuma memindahkan pembicaraan ke dalam bentuk tulisan. Prosesnya sama dengan berbicara, lawan bicaranya adalah pembaca. Penulis hebat itu hendaknya mampu menjadi seorang narator imajinatif. Dapat membuat imajinasi pembaca berselancar sendiri, ketika membaca tulisannya.

Komunikasi lisan dan dua arah saat berbicara, disampaikan satu arah dalam bentuk tulisan. Memang tidak mudah untuk mengonversikannya. Mesti terus dicoba.

Kini kemahiran berkomunikasi via tulisan semakin sangat dibutuhkan.

Banyak kita menemukan tulisan tidak dapat dimengerti apa maksudnya. Biasanya disebabkan oleh penulisnya tidak mematuhi kaidah-kaidah dalam penulisan.

Kalau meminjam istilah almarhum Rosihan Anwar tulisan begitu, "Seperti ketiak ular." Berbelok-belok, tak jelas ujung pangkalnya. Acakadut.

Bila hendak mewarisakan sejarah, menulislah. 


All Amin
Pelaku bisnis dan Penulis

Tags