News Breaking
Live
update

Breaking News

Diplomasi Sagu Rendang - Catatan Irvan Nasir

Diplomasi Sagu Rendang - Catatan Irvan Nasir

Hang Tuah, Laksamana kerajaan Melaka yang melegenda di Tanah Melayu. [ilustrasi]


SYAHDAN,tersebutlah nun di pelabuhan Melaka pagi itu kesibukan terlihat lebih ramai dari pada biasanya. Bagaimana tidak, pagi itu kuli-kuli pelabuhan yang terdiri dari bangsa Keling dan beberapa kuli yang berasal dari tanah Afrika sedang sibuk menaikkan segala barang muàtan ke dalam tujuh kapal jung dan penjajab milik kerajaan yang akan bertolak dalam ekspedisi ke Tanah Jawa. Riuh-rendah suasana pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang gergasi dari segala penjuru negeri.

Melaka pada abad ke 14 itu sedang berada di puncak kejayaannya. Bandar Melaka telah menjelma menjadi pelabuhan transito jalur sutera dan kosmopolitan di tepi selat yang menjadi laluan kapal dan bahtera dari serata dunia, Selat Melaka.

Sudah bendang berita di serata penjuru negeri di Tanah Melayu tersebut, bahwa Sultan Mansyur Syah, Sang Penguasa Melaka akan melamar puteri jelita dari Tanah Jawa, puteri dari Sang Betara Majapahit, raja diraja yang kuasanya membentang di penjuru nusantara. Sang puteri bernama Raden Galuh Mas Ayu Putri.

Ekspedisi ke Tanah Jawa tersebut akan dipimpin langsung oleh Datuk Bendahara yang dikenal sebagai jago diplomasi dengan didampingi oleh para datuk wali amanah pemuka negeri dan para wira negeri Melaka yang pilih tanding, yakni Laksamana HangTuah dengan empat sahabatnya; Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu dan Hang Kesturi.

Arkian, segala rupa seserahan dan bingkisan untuk lamaran sudah disiapkan.

Seribu kayu kain cita dan sutra dari India sudah dinaikkan ke atas kapal.

Seribu kendi minyak wangi dari tanah Arab sudah dimasukkan ke dalam penjajab.

Seribu kati dupa dari Benggala sudah dimuatkan ke dalam jung.

Seribu buah tembikar dari Cina sudah teratur di dalam kotak.

Tidak lupa seribu pikul sagu rendang dari Riau sudah terhimpun di dalam bahtera.

Tentu saja emas, intan permata mutu manikam yang jumlahnya tidak terkira untuk dipersembahkan kepada Sang Betara Majapahit yang berkehendak mejadi Raja Diraja Nusantara dengan kuasa Sang Mahapatih Gajah Mada.

Ekspedisi melamar Sang Puteri Majapahit itupun adalah hasil siasat Sang Mahapatih untuk menguasai Melaka, karena sebelumnya dalam ekspedisi militer dengan seribu armada laut Majapahit yang dipimpin Laksamana Nala berhasil menundukkan penguasa di serata pulau Andalas, sebut saja kerajaan Suwarnabhumi, Jambi dan Tumasik. Nàmun Melaka adalah pengecualian, tersebab gagah dan wiranya armada angkatan laut Melaka yang dipersenjatai lengkap dan modern serta dibantu pasukan dari Pasai  untuk menghadang angkara murka dan ambisi Gajah Mada.
 
Karena dalam strategi pernikahan yg dirancang oleh Gajah Mada, jika Sultan Melaka menjadi menantu Sang Betara Majapahit, maka dalam kacamata silsilah, derajat Melaka berada di bawah hegemoni Majapahit dan dalam kalkulasi militer Gajah Mada àkan lebih mudah menguasai Melaka.

Pun, puteri yang akan dinikahkan oleh Sultan Melaka adalah puteri dari seorang selir, bukan galur dari Sang Permaisuri.

Namun Sultan Melaka memiliki pertimbangan yang lebih bijak dan holistik, sehingga diplomasi pernikahan tersebut adalah pendekatan menarik benang di dalam tepung untuk kemajuan Melaka. Karena bagaimanapun Majapahit adalah kuasa adidaya di nusantara saat itu. Sultan menginginkan relasi Melaka dan Majapahit dalam koridor "mitro-satoto", tegak sama tinggi duduk sama rendah.

Hatta, setelah mencari hari baik dan cuaca yang bersàhabat serta laut tidak bergelombang, berangkatlah tujuh kapal utusan Sultan Mansyur Syah memecah ombak Selat Melaka dengan dilepas para orang besar dan rakyat banyak serta tembakan tujuh meriam.

Setelah berlayar hampir seminggu sampailah utusan Sultan di perairan pesisir Tanah Jawa. Di penghujung tanjung menjelang memasuki Tuban, para utusan Sultan telah disambut oleh dua kapal layar besar armada laut Majapahit dengan dihias begitu rupa kain warna-warni dengan punggawa berpagar betis dan bersenjata lengkap.

Laksamana Hang Tuah menatap geram kepada unjuk kekuatan tersebut karena merasa dicabar, namun disabarkan oleh Datuk Bendahara.

Kapal kerajaaan Majapahit memandu tujuh bahtera Melaka untuk berlayar dan bersandar di pelabuhan Tuban.

Rombongan dari Melaka disambut langsung dengan gegap gempita oleh Sang Mahapatih Gajah Mada dan para orang besar, dengan persembahan berbagai tarian dan iringan gamelan dan hidangan makanan melimpah ruah.

Setelah usai semua upacara penyambutan, rombongan utusan Sultan yang dipimpin oleh Datuk Bendahara dipersilahkan untuk beristirahat di pesanggerahan negara sebelum berangkat ke Trowulan, ibukota kerajaan Majapahit di hulu sungai Brantas.

Keesokan harinya dengan sukacita dan takzim Datuk Bendahara menyampaikan sembah dàn maksud dikandung atas kunjungan kehormatan tersebut kepada Sri Betara Majapahit.

Segala rupa bawaan dan persembahan dari Sultan Melaka ditunjukkan kepada Baginda.

Satu persatu dibuka dan diceriterakan keindahan rupa, aroma dewata dan keajaiban benda-benda pusaka tersebut.
Sampai kepada persembahan terakhir yang di uja-ujakan kepada Baginda memantikkan rasa hairan raja besar Tanah Jawa tersebut.

"Benda apakah gerangan yang Datuk Bendahara bawa ini....? ujar beliau menatap bintil-bintil kecil yang diperlihatkan kepada beliau di atas nampan emas bertatah berlian.

Dengan petah Datuk Bendahara Melaka menjelaskan perihal sagu rendang yang dipersembahkan tersebut. Mulai dari asal usulnya dari Riau di Pulau Percaya dan sumbernya dari pokok Rumbia yang durinya mengandung bisa sampai proses pembuatannya.

"Ampun, wahai Sang Maharaja Sri Betara...," ucap beliau membuka sembah.

"Benda ini di negeri kami disebut sagu rendang yang merupakan makanan turun temurun raja-raja Melayu. Sagu Rendang ini salah satunya membuat tenaga bertambah-tambah kuat, serta dapat tahan dan awet bertahun-tahun, sehingga jika Melaka berperang beratus tahunpun kami tidak akan kekurangan makanan," hujjah beliau dengan takzim mengatur sembah.

"Dan khusus untuk persembahan kepada Baginda Sri Betara Majapahit, maka Sagu Rendang ini adalah titah khusus Sultan kepada seluruh rakyat Melaka sebagai penghormatan kepada Baginda. Yaitu, setiap rakyat Melaka diwajibkan untuk membuat tujuh butir sagu rendang. Dan dalam satu purnama barulah dapat dikumpulkan.  Ampun Tuanku," ujar Datuk Bendahara menghatur sembah.

Sejenak balairung istana menjadi senyap.

Sri Betara Majapahit bertukar pandang dengan Patih Gajah Mada.

Sang Mahapatih, menunduk mengerenyitkan kening.

Hang Tuah, menunduk menahan senyum.

Helat lamaran berakhir dengan suka cita, lamaran Sultan Melaka diterima dan hari pernikahan pun telah ditetapkan. Semua merasa bahagia.

Sementara di ruang peristirahatan, Sang Mahapatih Gajah Mada sedang berhitung, apabila setiap rakyat membuat tujuh butir Sagu Rendang dikali dengan seribu pikul yang dibawa sebagai persembahan. Berapa banyak rakyat Melaka?

Sang Mahapatih menggeleng kepala.

Agaknya berdamai adalah jalan terbaik dan pernikahan Sultan Melaka dengan Sang Putri adalah jembatan menuju perdamaian.

Begitulah hikmah dari sagu rendang, pangan rakyat yg menjulang daulat.


Wallahu a'lam.
Pekanbaru, 29 Oktober 2022
Irvan Nasir

PS : Cerita ini adalah folklore yang diceriterakan oleh datuk nenek kami di Selatpanjang sebagai dongeng pengantar tidur tentang sagu rendang. Jadi jangan dicari di dalam teks Sulalatus Sulatin kata Atan Lasak

Tags