News Breaking
Live
update

Breaking News

Hak Imunitas Guru

Hak Imunitas Guru



Oleh Sumardiansyah Perdana Kusuma
Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia

DEWASA ini masih ditemukan berbagai kasus penistaan, perundungan, tindak kekerasan, intimidasi, dan pelecehan terhadap guru.

Bahkan, seringkali kasus yang terjadi harus membawa guru berhadapan dengan proses hukum.

Ironisnya, dari berbagai kasus yang pernah terjadi, justru kebanyakan menimpa guru pada saat menjalankan tugas keprofesionalannya di sekolah.

Di Sragen, guru SMAN 1 Sumberlawang dipanggil DPRD karena memarahi muridnya yang tidak memakai jilbab.

Lalu di Kotabaru, guru SMAN 1 Kotabaru juga dipanggil DPRD karena menyita HP muridnya.

Kemudian di Wajo, guru SMAN 3 Wajo dilaporkan ke polisi karena dianggap telah mencubit muridnya.

Sedangkan di Pandeglang, guru SMAN 2 Pandeglang dipanggil polisi atas dugaan pencurian listrik dalam pembuatan poadcast.

Bukan hanya dipanggil oleh DPRD dan polisi, beberapa guru juga pernah mendapatkan pelecehan dari muridnya.

Di Gresik, guru honorer SMP PGRI Wringinanom ditantang berkelahi oleh muridnya.

Lalu di Cilincing, 11 murid SMP Maha Prajna berjoget mengelilingi guru dan menyawer di kelas.

Bahkan orang tua yang melakukan penganiayaan terhadap guru juga pernah ditemukan di SDN Pa’bangiang dan SMKN 5 Sidrap, Sulawesi Selatan.

Perlindungan Guru

Permendikbud 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan merupakan salah satu regulasi yang dibuat untuk melindungi guru apabila menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugas.

Perlindungan yang dimaksud meliputi perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja, serta hak atas kekayaan intelektual.

Permendikbud tersebut juga menjelaskan bahwa perlindungan terhadap guru merupakan kewajiban pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi (orprof), dan masyarakat.

Pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian memiliki mekanisme perlindungan advokasi nonlitigasi berupa konsultasi hukum, mediasi, dan pemenuhan atau pemulihan hak guru.

Sedangkan pemerintah daerah, satuan pendidikan, orprof, dan masyarakat memiliki kewenangan menyediakan sumber daya serta menyusun mekanisme pemberian perlindungan.

Perlindungan merupakan hak dari guru sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), yaitu guru berhak memperoleh perlindungan saat menjalankan tugas dan kepemilikan kekayaan intelektual, memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam menjalankan tugas, serta memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian, penghargaan, dan sangsi kepada murid sesuai kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.


Organisasi Profesi Melindungi Guru

Sebagaimana amanat UUGD Pasal 41-44 dimana guru membentuk orprof yang bersifat independen dan wajib menjadi anggota di dalamnya. Orprof guru dibentuk untuk menjalankan fungsi memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.

Secara kewenangan orprof guru antara lain: menetapkan dan menegakan kode etik guru, memberikan bantuan hukum kepada guru, memberikan perlindungan profesi guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, serta memajukan pendidikan nasional.

Selain itu untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan, serta martabat guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya maka orprof guru diharuskan membentuk kode etik guru.

Kode etik guru merupakan norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya.

Kemudian untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sangsi atas pelanggaran kode etik oleh guru maka dibentuklah Dewan Kehormatan Guru (DKG) oleh orprof guru.

Pengejawantahan dari UUGD berupa orprof, kode etik, dan DKG adalah instrumen penting yang harus digunakan untuk memberikan perlindungan bagi profesi guru.

Hak Imunitas Guru

Profesi guru dapat dikategorikan sebagai officium nobile, artinya bidang pekerjaan yang dianggap mulia dan terhormat.

Menjadi guru harus dimulai dari minat, bakat, idealisme, dan panggilan jiwa.

Pada prinsipnya profesi guru bukan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga menumbuhkembangkan karakter dan mentransformasikan kehidupan peserta didik ke arah yang lebih baik.

Dari sisi profesionalisme guru sebagai profesi sudah seharusnya berlatar belakang ilmu sesuai bidang yang diampunya, memiliki keahlian khusus yang diperoleh melalui pendidikan profesi, dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat pendidik, mengikuti orprof guru, dan memiliki kode etik keprofesian.

Sepatutnya guru memiliki tanggung jawab hukum dalam penyelenggaraan layanan pendidikan, disebabkan oleh kewenangan yang melekat pada profesinya, yaitu kewenangan hukum guru untuk menjalankan tugas keprofesian secara otonom, sesuai kaidah keilmuan dan etika profesi, berdasarkan tujuan pendidikan nasional, dengan dilandasi oleh niatan luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kewenangan hukum inilah yang harus dilekatkan dalam bentuk hak imunitas guru.

Sehingga apabila guru dalam menjalankan tugasnya harus menghadapi berbagai macam ancaman atau bahkan berurusan dengan hukum, maka guru tersebut akan terlindungi. 

Keberadaan hak imunitas guru sesungguhnya bukan untuk membuat guru kebal dari hukuman, melainkan lebih kepada menjaga harkat martabat guru dan memberikan ring pengaman (safety ring).

Sebagai contoh jika ada tuntutan, maka tuntutan tersebut sebelum diproses oleh pihak luar, terlebih dahulu harus dikoordinasikan melalui orprof guru yang kemudian diteruskan ke DKG untuk diperiksa dan dibuktikan.

Jika sebuah aduan benar mengandung unsur pidana maka orprof guru dan DKG akan membawanya pada aparat hukum, lalu jika ditemukan masalah administrasi maka akan dibawa ke instansi pemerintah yang berwenang, atau jika ternyata hanya persoalan etika maka DKG yang akan menjatuhkan hukuman sesuai kode etik guru yang berlaku di Indonesia.

Adanya pertimbangan atau rekomendasi yang dikeluarkan oleh orprof dan DKG perlu menjadi prasyarat wajib dalam proses penegakan hukum terhadap guru. Bahkan jika diperlukan, orprof dan DKG dapat memberikan pendampingan terhadap guru, salah satunya melalui lembaga bantuan hukum yang berafiliasi ataupun dimiliki oleh sebuah orprof.

Apabila hak imunitas ini berlaku maka tidak akan ada lagi anggota DPRD bisa memanggil guru secara langsung, begitu juga polisi yang langsung menangkap guru hanya karena ada aduan, ataupun pemerintah daerah yang kadang main menjatuhkan sanksi kepegawaian kepada guru, sebelum berkoordinasi dan mendapatkan rekomendasi dari orprof guru dan DKG.

Begitupun tidak akan ada lagi guru yang kebingungan dalam mencari pendampingan hukum bagi dirinya sendiri, disebabkan orprof sudah menyiapkan skema dan perangkat pendampingan yang diperlukan oleh guru.

Imunitas  Ubi Jus Ibi Remedium

Hak imunitas guru yang bersifat perlindungan hanya bisa direalisasikan melalui perantaraan orprof guru, dimana guru wajib menjadi anggota di dalamnya, dengan berpedoman pada kode etiknya, dilindungi keprofesiannya oleh DKG, dan jika terjadi kasus guru akan didampingi oleh lembaga bantuan hukum, sebagai bagian dari fasilitasi yang diberikan untuk guru.

Secara internal, orprof guru harus memiliki sistem dan struktur keorganisasian yang kuat.

Sedangkan secara eksternal, orprof guru harus sinergis dengan KemenPAN-RB, Kemendikbudristek, Kemenag, Badan Kepegawaian Negara/Daerah, Dinas Pendidikan, Satuan Pendidikan, Yayasan Penyelenggara Pendidikan, Kepolisian, Pengadilan, KPAI, Komnas HAM, LBH, serta lembaga lain yang relevan untuk menjalin kesepahaman melalui perjanjian yang mengikat mengenai keberadaan orprof, kode etik, dan DKG yang mengarah kepada penetapan hak imunitas guru.

Dari sisi legal formal, hak imunitas guru harus disinkronkan dengan peraturan perundang-undangan lain yang sudah ada, bahkan kalau perlu dibuatkan peraturan tersendiri setingkat UU ataupun PP agar mampu mengatur mengenai perlindungan guru secara holistik dan komprehensif.

Perlindungan bagi guru berupa hak imunitas merupakan sesuatu yang penting, mendesak, dan harus direalisasikan.

Ubi jus ibi remedium, sebagai sebuah hak, maka imunitas harus dijamin, di mana ada hak, di sana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya, atau memperbaikinya apabila hak itu dilanggar. (*)


*) Artikel ini telah dimuat di Harian Kompas, 17 Januari 2023, Halaman 6

Tags