Buya Hamka: Dipupuk oleh Hantaman Musuh-musuhnya
Oleh: Hamka
PERKEMBANGAN dan kesuburan Islam, hidupnya dan tersebarnya ke seluruh dunia, salah satu sebabnya yang sangat penting dan sangat terkesan, ialah pukulan-pukulan, hantaman-hantaman dari musuh-musuhnya.
Melihat betapa besar dan hebatnya pukulan dan hantaman itu, kalau dia bukan satu agama yang benar, sudahlah lama Islam ini gulung tikar. Padahal niat mereka itu menghantamnya ialah agar agama ini memang gulung tikar.
Pada tahun 488 Hijriyah, atau 1095 Masehi keluarlah "fatwa". Paus Urbanus II ke seluruh dunia Kristen di Eropa bahwasanya memerangi dan menghancurkan kaum muslimin, dan merebut Palestina dari tangan mereka adalah kewajiban yang suci dan luhur, dia adalah 'ibadat paling mulia.
"Deus Vult"!, Demikianlah kehendak Allah!
Dijadikanlah kalimat itu kata bersayap menggembleng semangat bangsa Eropa terutama raja-raja agar mengumpulkan segenap tenaga guna memerangi Islam.
Paus Urbanus II pun bersedia memberikan ampunan dosa; betapapun besarnya bagi barangsiapa yang menyediakan dirinya untuk berjoang ke medan peperangan itu, atau melaksanakan kehendak Allah itu. Maka pada tahun 490 Hijriyah, 1097/H. menyerbulah tentara Salib pertama, ke negeri-negeri Islam, terutama menuju tanah suci Palestina. Dinamai Tentara Salib, sebab pada dada mereka dipampangkan lambang salib. Tahun 1098 telah dapat mereka rebut Inthakiyah (Antiochie), 1099/M, (492) mereka telah dapat menyerbu dan merebut Kota Palestina sendiri; yang bagi mereka dianggap tanah suci, sebab di tanah itulah Nabi 'Isa dilahirkan, dan oleh orang Yahudi dianggap tanah suci pula, karena ke sanalah Bani Israel hendak dibawa oleh Musa setelah mereka keluar dari Mesir. Dan bagi orang Islam tanah suci pula, sebab dari sanalah Nabi Muhammad SAW mi'raj ke langit menjemput syari'at sembahyang dan di sanalah mesjid ketiga, sesudah Al-Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawiy di Madinah, yang kaum muslimin dianjurkan pergi berziarah.
Bukan main hebatnya Perang Salib yang menurut fatwa Paus Urbanus II - itu, yang disebut atas kehendak Allah, "Deus Vult" bagaimana cara mereka mensucikan dan membersihkan peperangan "Kehendak Allah' itu. Di waktu itulah 70.000 kaum muslimin yang tidak dapat melawan lagi disapu bersih, dibunuh, dicincang, sehingga kuda-kuda mereka berjalan di atas genangan darah dalam Al-Masjidil Aqshaa.
Pendeta Robert, yang selain pendeta juga seorang sarjana sejarah menulis dalam catatannya tentang masuknya kaum Salib ke Palestina itu demikian :
"Kaum kita telah menerkam kesana kemari laksana induk macan yang dirampas orang anaknya. Mereka menyerbu ke jalan raya, ke tanah-tanah lapang, ke sudut-sudut rumah, mencari orang buat melepaskan kehausan mereka membunuh. Anak kecil, orang muda, orang tua, mereka potong-potong badannya dan mereka kerat. Kadang-kadang hanya dengan seutas tali mereka gantung untuk beberapa orang karena menghemat dan mau cepat. Heran sekali kita melihat orang-orang yang bersenjata itu menyerah saja tidak melawan.
Kaum kita itu mencari di mana saja ada kekayaan tersuruk. Kadang-kadang perut orang yang telah jadi bangkai dibusaikan, mencari, kalau-kalau ada emas tersimpan di dalam; alangkah rakus mereka akan emas! Darah mengalir seperti banjir di tengah-tengah jalan raya yang penuh dengan bangkai bergelimpangan. Semuanya, tidak seorang pun yang ada harapan akan lepas dari dibunuh. Tetapi begitu banyaknya orang, tidak seorang pun yang mau menyatakan diri masuk Kristen agar terlepas dari pembunuhan.
Kemudian itu Bohemond memerintah supaya orang-orang yang telah ditawan di dalam benteng agar segera dikeluarkan. Semuanya dipotong lehernya, sejak dari yang tua-tua, tetapi yang gadis-gadis dan anak-anak dihalau dan dibawa ke Antiochie buat dijadikan budak".
Goustave le Bonn menceriterakan dalam kitabnya "Kebudayaan Arab", bahwa akhirnya diambil keputusan menghabiskan sama sekali sejumlah 60.000 orang Islam, yang baru diselesaikan dalam masa satu minggu; tidak kecuali laki-laki, perempuan, orang dewasa dan anak-anak.
Sampai delapan kali Angkatan Perang Salib itu datang memerangi dunia Islam; Tetapi niat menghancurkan Islam itulah pula yang membangkitkan kesadaran ummat Islam, sehingga sesudah berpecah belah, mereka bisa menyusun kekuatan dan menebus kekalahan. Timbullah Pahlawan-pahlawan Islam yang menebus kembali kekalahan dan mencapai kemenangan. Perang Saliblah yang menimbulkan pahlawan-pahlawan sebagai Sulthan Nuruddin Zanki dan Salahuddin Al-Ayubi.
Seketika Raja Inggeris, Richard yang diberi gelar "Hati Singa" terpaksa mengakui kekalahannya dalam perdamaian dengan Salahuddin, sehingga Palestina terpaksa mereka serahkan kembali ke tangan kaum Muslimin (th. 1192) setelah mereka kuasai 92 tahun lamanya, terjadilah satu sejarah Islam yang gemilang, yaitu tidak ada pembalasan sakit hati, tidak ada pembalasan dendam atas penyembelihan 70.000 Muslim, tidak ada pemusnahan. Kaum Salib yang masih ingin tinggal di Palestina diberi perlindungan dan mana yang ingin meninggalkan negeri itu, dipersilahkan berangkat.
Ahli-ahli sejarah mengakui bahwa maksud hendak menghancurkan Islam di pangkalannya itu tidaklah berhasil. Malahan bangsa-bangsa Barat dengan raja-rajanya itulah yang pulang dengan tangan hampa, bahkan ada yang tertawan, dan Palestina kembali ketangan Kaum Muslimin.
***
II.
Menyerbunya bangsa Mongol dan Tartar merebak-merayau, menjarah dan memusnahkan negeri-negeri Islam dalam abad ketujuh Hijriyah adalah pula satu pemusnahan yang sangat dahsyat, yang menyebabkan bulu. roma berdiri jika diingat.
Satu bangsa biadab pergi menaklukkan dunia, terutama Dunia Islam. Mana-mana negeri yang dimasuki dihancurkan, kotanya diruntuhkan, penduduknya dimusnahkan, kepala orang-orang yang telah dibunuh lalu dipotong dijadikan gunungan. Kota Baghdad sebagai pusat Kedudukan Dinasti Khalifah Bani 'Abbas dihancurleburkan dan lebih dari satu setengah juta penduduk dibunuh, bahkan Khalifah sendiri pun dibunuh, kitab- kitab ilmu pengetahuan dilemparkan ke dalam sungai Dajlah sehingga hitam airnya karena aliran tinta. (656/H.-1258/M.).
Kota Baghdad dijadikan tumpukan puing, sehingga berpuluh tahun lamanya orang hanya melihat bekas runtuhan yang mengerikan dan seram.
Banyak orang menyangka bahwa dengan habisnya Khalifah di Baghdad itu riwayat Islam telah tamat. Dia tidak akan bangkit lagi. Bahkan Dunia Kristen di masa itu sengaja mendekati Raja-raja Mongol keturunan Jenkiz Khan dan Houlako Khan itu agar mereka sudi memeluk agama Kristen, supaya dipadukan kekuatan untuk menghancurkan Islam. Tetapi dengan jatuhnya Baghdad, bukanlah berarti bahwa Islam telah habis. Nafasnya masih ada. Mungkin dia terbentur terhenyak sejenak, namun dia akan bangkit kembali. Siapa yang menyangka bahwa di Mesir akan timbul kekuatan baru, Raja Mameluk yang bernama Qathaz yang membendung kekuatan Mongol itu sehingga mereka dapat dikalahkan di Hiththin, sehingga dengan sebab kemenangan Qathaz dan dilanjutkan oleh Baibars, kembali kepercayaan Kaum Muslimin kepada dirinya.
Dan siapa pula yang menyangka bahwa anak-anak keturunan raja-raja Mongol yang mulanya hendak menghancurkan Islam itu telah ditelan oleh Islam sendiri, sehingga mareka dapat mendirikan Kerajaan Mongol Islam di Anak Benua India!
Di sana timbul Baber, Hamayun, Akbar, Jehangir, Aurangzib dan lain-lain.
Sesudah lebih dari 700 tahun menduduki Simenanjung Iberia dan ranah subur yang terkenal dengan sebutan "Andalus". karena tenggelam dalam kemewahan, karena perpecahan sesama sendiri, tidaklah Kaum Muslimin dapat bertahan lagi dinegeri itu. Bangun kembali bangsa Spanyol karena persatuan Kerajaan Aragon dengan Castilia karena perkawinan Raja Ferdinand dari negeri yang pertama dengan Ratu Isabella dari negeri yang kedua, dapatlah diusir Kerajaan Islam yang terakhir dari negeri itu, yaitu Kerajaan Banil Ahmar di Granada pada tahun 1492. Mula-mulanya dijanjikan bahwa sisa bangsa Arab yang masih tinggal di negeri itu diberi kebebasan memeluk agamanya. Tetapi tujuh tahun di belakang (1499/M) perjanjian itu tidak dipegang lagi oleh Raja Ferdinand. Sejak itulah orang-orang Islam itu dipaksa masuk Kristen. Gereja mendirikan Mahkamah Penyelidik kalau-kalau masih ada orang-orang Islam itu yang masih saja memeluk agamanya yang lama. Kalau bukti itu masih didapati, mereka dibakar. Beribu-ribu banyaknya orang yang dibakar. Oleh karena melakukan pembakaran atas beribu orang, bahkan berjuta orang tidak dapat dilakukan sekaligus, dilakukanlah dengan berangsur-angsur.
Kardinal Toledo (Thulaithulah) yang menjadi Ketua dari Mahkamah Penyelidik memerintahkan menangkap sekalian orang Islam yang tidak juga masuk Kristen, lalu semuanya dipotong kepala; laki-laki, perempuan, orangtua dan kanak-kanak.
Bahkan Pendeta Dominican yang bernama Pelda itu memandang bahwa cara yang demikian tidak cukup. Lalu beliau perintahkan pula membunuh sekalian orang Islam itu, walaupun yang telah menyatakan diri masuk Kristen. Dengan alasan bahwa yang masuk Kristen itu sendiri masih dicurigai, apakah mereka betul-betul masuk, atau cura pura-pura. Oleh sebab itu, menurut pendapat beliau adalah lebih afdhal mereka itu dikirim lebih dahulu ke akhirat, supaya Tuhan segera memasukkan kedalam neraka mana yang kekristenannya tidak jujur.
Pendapat Bapak Pendeta ini disokong keras oleh Gereja. Cuma pemerintah Spanyol, atau diwaktu itu Kerajaan Spanyol merasa amat sukar menjalankan perintah dari gereja ini. Sebab terlalu banyak orang yang akan dibunuh. Oleh sebab itu maka pada tahun 1601, artinya sesudah lebih dari 100 tahun sesudah penghapusan kuasa Islam dengan resmi, pemerintah memutuskan mengusir seluruh orang Moor (Arab) dari Spanyol. Tetapi di tengah jalan banyaklah orang-orang terusir yang malang celaka itu yang dibunuh, sampai tiga perempat banyaknya. Yang diusir di waktu itu adalah 140.000. Dua pertiga habis dibunuh, dirampok dan ditenggelamkan ke laut selama dalam perjalanan. Cuma seperempat yang sampai menjejak bumi Afrika.
Menurut keterangan Goustave le Bon dalam bukunya "Kebudayaan Arab", dalam tahun itu Spanyol kehilangan tidak kurang daripada satu juta rakyatnya orang Arab. Sedillot menaksir bahwa sejak berkuasanya Ferdinand pada tahun 1492 sampai pengusiran tahun 1601 itu tidak kurang dari tiga juta bangsa Arab yang dimusnahkan di Spanyol. Sedillot mengatakan bahwa penyembelihan pada malam San Botholemeo dibandingkan dengan pemusnahan orang Islam di Spanyol itu hanya sekelumit kecil saja.
Namun ahli-ahli sejarah yang insaf mengakui bagaimana besarnya kerugian bangsa Spanyol karena perbuatan pemusnahan itu, yang mereka bunuh, mereka usir, mereka hancurkan ialah kebudayaan dan ilmu pengetahuan sendiri; sampai 400 tahun di belakang masih dirasakan bagaimana mundur dan muramnya Spanyol; bahkan sampai zaman kita sekarang ini masih terhitung negeri yang termundur di antara negara-negara di Eropa.
Tetapi timbullah pertanyaan sekali lagi; Berhasilkah maksud mereka, menghapus Islam dari muka bumi dengan perbuatan demikian?
Dan sekarang setelah lima abad berlalu, meskipun orang Islamnya telah dimusnahkan, tidaklah ada yang dapat dibanggakan oleh Spanyol kepada dunia, kecuali pusaka peninggalan dari bangsa yang mereka musnahkan itu. Tidak putus-putusnya kaum turis dari seluruh dunia datang ke Spanyol, ke Tanah Andalusia, untuk melihat keajaiban peradaban Islam: Mesjid Agung di Gordova dan Jembatan yang melintasi Wadil Alkabir, Istana Bani 'Ubbaad (Alqashr) yang disebut dalam bahasa mereka dengan "Alkasr" di Sevilla, Mahligai indah Alhambra di Granada, susunan kedai-kedai dan pasar di Malaga yang menyerupai pasar di Damaskus dan di Cairo Lama.
Kian lama kian terasalah oleh orang Spanyol bekas kemuliaan dan ketinggian budaya yang ditinggalkan oleh Islam di negeri itu, sehingga akhirnya mereka tidak segan-segan lagi mempelajari kembali kebudayaan Islam, khusus yang dipusakakannya di Spanyol. Di tiap universitas ada bahagian untuk Studi Islam. Di Ecorial di Madrid dikumpulkan kitab-kitab pusaka Islam tulisan tangan yang masih tersisa sedikit, dan dari pembakaran. Karena di zaman pemusnahan besar-besaran itu, pengaruh dari kesempitan faham pendeta-pendeta beribu-ribu jilid kitab-kitab ilmiyah yang bermutu tinggi, pusaka perpustakaan Islam yang disimpan oleh pribadi-pribadi Muslim telah dikumpulkan ke tanah lapang di muka gereja-gereja, lalu dibakar habis. Mereka merasa bangga karena telah "'berpahala' menghancurkan sumber ilmiah buah renungan kaum Muslimin dari berbagai cabang ilmu. Kemudian setelah dilihat di negara-negara tetangga orang mendirikan "library" yang besar-besar, sebagai di Liepzig, di Sarbonn, di Paris, di Cambridge dan lain-lain, semuanya diperkaya dengan "Perpustakaan Islam", barulah orang Spanyol menyesali kefanatikan mereka dan barulah diusahakan kembali mencari dan mengumpulkan kitab-kitab pusaka Islam yang masih tersisa, dikumpulkan di Escorial, yang kemudian jadi pokok utama dalam membangunkan orientalisme dalam kalangan sarjana-sarjana Spanyol. Apakah Islam hancur karena penghancuran di Spanyol?
Untuk menjawab ini lebih baik kita salinkan saja perkataan Sir Thomas Arnold, sarjana orientalis Inggeris yang terkenal itu dalam buku beliau 'Peaching of Islam" demikian bunyinya:
"Meskipun imperium yang besar ini telah kucar kacir sendi-sendinya sesudah itu, dan telah runtuh kekuatan Islam dari segi politik, namun serbuannya dari segi rohani masih tetap berlangsung dan tidak pernah terputus. Dan setelah serbuan bangsa Mongol menghancurkan Baghdad pada tahun 1258 sampai kebesaran Daulat Abbasiyah tenggelam ke dalam genangan darah, dan Ferdinand Raja Leon dan telah mengusir kaum Muslimin dari Cordova (1236/M), dan Granada, benteng terakhir Islam di Spanyol telah membayar opeti kepada Raja Kristen, namun di waktu itu pula tiang-tiang agama Islam telah kokoh berdiri di Jazirah Sumatera, dan sedang bersiap-siap akan mencapai kemajuan yang gilang gemilang di pulau-pulau Melayu yang lain. Dan di saat-saat Islam sedang merana karena kelemahan di segi politik, kita lihat dia mencapai kemenangan yang tiada taranya dalam menaklukkan dari segi rohani". Sekian Sir Thomas Arnold.
Di sini kita kemukakan tiga bukti utama bahwa hidupnya Islam dipupuk oleh hantaman musuh- musuhnya.
Berikutnya akan kita kemukakan lagi bukti yang lain.
Dikutip dari Majalah PANJI MASYARAKAT NO.194 1 Maret 1976 rubrik "Dari Hati ke Hati" asuhan Buya Hamka berjudul "Dipupuk oleh hantaman musuh-musuhnya"
Oce E Satria