Putri Parhyangan Gelar Bazaar di Kongres Sarikat Islam 1916 Bandung
Dilansir dari Majalah KIBLAT NO: 5/XXII terbit 2 Agustus 1974
DARI 17-24 Juni 1916 putra putri warga kota Bandung ikut serta meramaikan pencetusan perasaan kebangsaan Indonesia yang diselenggarakan oleh NATIONAL INDISCH CONGRES (NATICO) I SJARIKAT ISLAM, yang mengikat seluruh suku bangsa Indonesia. Ikatan seperti itu tadinya belum pernah ada.
Waktu Portugal (bangsa Europa yang pertama memasuki kepulauan Nusantara) datang, ia hanya mendapati serbaneka suku-suku bangsa dengan pelbagai jenis bahasa, tanpa ikatan perasaan kebangsaan di antara yang satu dengan yang lainnya.
NATICO I itu dituntun oleh Pucuk Pimpinan yang terdiri dari:
Voorzitter (Ketua):
Raden 'Oemar Sa'id Tjokroaminoto, dari Pesantren Tegalsari, Ponorogo, berijazah Opleiding School voor Inladsche Ambtenaren (OSVIA) dan analis 'ilmu kimia.
Eere Voorzitter (Ketua Kehormatan): Haji Samanhoedi.
Adviseur (Penasehat):
K.H. Achmad Dahlan.
Eere Lid (Anggauta Kehormatan):
Raden Achmad.
Penningmeester (Bendahara):
Raden Kanduruan Ardiwinata.
Commissarissen:
Abdoel Moeis, Raden Hassan Djaja- diningrat, Tjokrosoedarmo, Moeham mad Joesoef, Sosrokardono, Haji Achmad SZadli dan Sajid Hassan bin Semit.
Lokal2 Sjarikat Islam yang mengirim perutusan ialah:
Tegal, Toeban, Doeko, Goeloek- Goeloek, Prendoean, Petaroek, Ba- njuwangi, Rembang, Malang, Madjalengka, Serang, Tasikmelaja, Poerworedjo, Klampak, Brebes, Pekalongan, Sitoebondo, Semarang, Bangkalan, Wlingi, Temanggong, Tjilatjap, Lasem, Gombong, Laboean, Wonosobo, Tjiamis, Poerwokerto, Soerabaya, Keboemen, Kalisat, Blitar, Djember, Bondowoso, Jogja, Bandjarnegara, Manondjaja, Mr. Cornelis, Soekardja, Randoeblatoeng, Toeloengagoeng, Kraksan, Solo, Lo- sarang, Delanggoe, Soerakarta, Buitenzorg, Tjiandjoer, Tebingtinggi; Boerai, Palembang, Semendo, Koe- taradja, Medan-Deli, Telok-Betong. Baros, Sibolga; Goenoeng-Sitoli, Padangsidempoean, Singkel, Sina- bang, Padang, Alabioe, Balikpapan, Tenggarong, Amoentai, Kotawaring- in, Samarinda, Tabalong, Kandang- an, Bakoempai, Haroejan, Nagara, Sampit, Donggala, Djembrana dan beberapa lagi yang datang kemudian sehingga berjumlah 80 buah, mewakili 400.000 anggauta Sjarikat Islam.
Para undangan:
Pihak Pemerintah:
Dr. Hazeu, Van Hinloopen Labber ton, Folkerama, Van Geroke, Van Heuchen dan beberapa pembesar Bandung.
Perhimpunan 2:
Para Hoofdbestuur Mochammaddi- jah, Boedi Oetomo, Persatocan Goe- roe Hindia Belanda, Vereenining van Lokale Raden, Theosofie dll.
Pers:
Locomotief, Bataviasch Nieuwsblad, Preanger Bode, Bandoengsch Nieuwsblad, Kaoem Moeda, Tjahaja Hindia, Soeloeh Peladjar, Octoesan Hindia, Sarotomo, Djawa Moeda dll.
Di Alun-alun, Pusat Gelanggang, telah berdiri dengan megahnya bangsal dengan taroep, lengkap dengan alat perabot dan perhiasan, seperti lampion berwarna-warni, lampu-lampu yang bersinarkan terang benderang bagaikan siang, dengan perlumbaan olah raga di siang hari, bioskop dan wayang di waktu malam.
Para putri Parhyangan mempersem bahkan dharma bakti dibagian penerimaan dan pelayanan tamu, dengan mengadakan pameran dan penjualan hasil- hasil kerajinan tangan serta makanan dan minuman, yang keuntungannya disumbangkan untuk perguruan Islam; Dengan pimpinan Raden Dewi Sartika, Directrice Sekolah Kepandaian Putri, para guru wanita dengan gadis-gadis muridnya, menunaikan tugas dengan ramah tamah yang sangat menyenang- kan. (Sekolah Kepandaian Putri kemudian menjadi terkenal, sehingga dimasuki pula oleh gadis-gadis dari luar Djawa, seperti dari Pajakoemboeh, Sungai Puar, dan Pariaman).
Pawai besar-besaran diadakan oleh Muslimin-Muslimat warga kota dan sekitarnya, juga dari yang jauh-jauh, seperti Tasikmelaja, Garut, Soemedang, Tjiandjoer, Soekaboemi dan Bogor. Pawai itu berlangsung dengan tertib- tentrem, melalui jalan-jalan raya menyemarakkan sji'ar Islam, keagungan Tuhan Yang Maha Esa, dengan seruan yang memenuhi angkasa: ALLAHU- AKBAR!
Pada hari Saptu, tanggal 17 Juni, sidang dimulai dengan rapat tertutup, yang hanya dihadiri oleh anggauta Pimpinan Pusat untuk membicarakan dan menetapkan tata-tertib serta segala sesuatu yang berhubungan dengan penglaksanaan NATICO I itu.
Pada hari Minggunya, selain dari pawai di atas tadi, diadakan pula rapat terbuka di alun-alun untuk orang ramai, seperti juga pada hari Senennya.
Rapat-rapat yang lainnya hanya dihadiri oleh Pimpinan Pusat, para utusan Lokal2 Sjarikat Islam dengan para undangan yang disebutkan di atas tadi, bertempat di Sociteit Conocerdia, rumah bola cabang teratas dari bangsa kulit putih; pribumi yang memasukinya hanyalah pelayan-pelayan saja.
Rapat-rapat itu merundingkan masalah-masalah penting, seperti masalah tanah-tanah partikelir, yang disajikan oleh ahli pidato Abdoel Moeis, dan masalah pendidikan oleh Raden Kanduruan Ardiwinata.
Akan tetapi yang terpenting, sari- patinya, ialah pidato dalam rapat terbuka di alun-alun pada hari Ahad, yang mengenai pembentukan persatuan dari seluruh suku bangsa Nusantara, dari segenap pribumi Indonesia; pembentukan yang diakui kesulitannya, tapi diyakini Insja Allah pasti akan tercapai berkat qodrat ajaran Tuhan Yang Maha Esa, Agama Islam.
Dikumandangkannya pula keharusan dipadunya usaha, daya-upaya, agar jangan lagi terjadi "kita diperintah tanpa ikut serta kita", supaya terciptalah "Negara Hindia" (Indonesia), dengan "Pemerintahan sendiri" (merdeka dan berdaulat), di tanah air (nusa) yang satu, menjadi bangsa yang satu, dengan bahasa Melajoe (Indonesia) yang satu. Pidato yang gilang-gemilang itu dikhotbahkan oleh Raden 'Oemar Sa'id Tjokroaminoto (Yang Utama Hadji 'Õemar Sa'id Tjokroaminoto), orator Indonesia yang terbesar di kala itu.
Demikianlah sorotan sinar cita-cita nasional yang dipancarkan NATICO I itu, yang mewajarkan terciptanya lukisan yang berkilau-kilauan, yang tidak akan lekang karena panas, tidak akan basah karena hujan, lukisan di dalam buku "DUNIA BARU ISLAM", alihan bahasa daripada "THE NEW WORLD OF ISLAM", buah tangan Lothrop Steddard, M.A., Ph.D. (Harv.), yang dalam Bab I (tambahan), hal. 328, menatahkan ukiran zamrut sejarah per gerakan kebangsaan Indonesia, seperti berikut:
"S.(jarikat) I. (slam) untuk pertama kali mengobarkan semangat kebangsaan yang meliputi seluruh tanah air Indonesia; kongres kebangsaannya yang pertama (adalah) pertanda jelas ke arah kebenaran ini, bernama "National Indisch Congres, disingkat "Natico", pada tanggal 17-24 Juni 1916, di sinilah arena pertama dicetuskannya perasaan Kebangsaan Indonesia mengikat seluruh bangsa dikepulauan Indonesia".
Demikianlah adanya. Maha Besar Tuhan Yang Maha Esa ! ***
Dilansir dari Majalah KIBLAT NO: 5/XXII terbit 2 Agustus 1974
Judul asli: 17 Juni Pencetusan Nasionalisme Indonesia
Ditulis oleh Sjahboe'ddin Latif
Catatan redaksi:
Berikut kutipan beberapa bagian dari pidato Tjokroaminoto, yang seluruhnya makan waktu dua jam, yang dikutip disini :
“Semakin lama, semakin tambah kesadaran orang, baikpun di Nederland maupun di Hindia, bahwa “Pemerintahan sendiri” adalah perlu. Lebih lama lebih dirasakan, bahwa tidak patut lagi Hindia diperintah oleh Nederland, seperti tuan tanah mengurus persil-persilnya. Tidak patut lagi untuk memandang Hindia sebagai sapi perasan, yang hanya mendapat makan karena susunya; tidak pantas lagi untuk memandang negeri ini sebagai tempay untuk didatangi dengan maksud mencari untung, dan sekarang juga sudah tidak patut lagi, bahwa penduduknya, terutama putera-buminya, tidak punya hak untuk ikut bicara dalam urusan pemerintahan, yang mengatur nasibnya”
“Kita menyadari dan mengerti benar, bahwa mengadakan pemerintahan sendiri, adalah satu hal yang sangat sulit, dan bagi kita hal itu laksana suatu mimpi. Akan tetapi bukan impian dalam waktu tidur, tapi harapan yang tertentu, yang dapat dilaksanakan JIKA KITA BERUSAHA DENGAN SEGALA KEKUATAN YANG ADA PADA KITA, dan dengan memakai segala daya upaya melalui jalan yang benar dan menurut hukum”.
“Di bawah Pemerintahan yang tiranik dan dholim, hak-hak dan kebebasan itu dicapai dengan REVOLUSI, sedang dari suatu pemerintahan yang bijaksana dengan EVOLUSI”.