News Breaking
Live
update

Breaking News

Kitab Sirrul Asrar Karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani: Rahasia di Balik Rahasia

Kitab Sirrul Asrar Karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani: Rahasia di Balik Rahasia



tanjakNews.com -- Banyak sekali ulama yang telah menulis kitab tasawuf, tapi tak banyak yang mampu menjelaskan sedalam dan segamblang Syekh Abdul Qadir al-Jailani (1078-1166).  

Buku berjudul asli Sirrul Asrar ini merupakan salah satu karya yang berhasil menjelaskan secara detail pengalaman dan tahapan-tahapan spritiual seseorang untuk mencapai Tarekat dan Makrifat hingga mencapai Hakikat Allah. 

Sebuah rujukan utama ilmu tasawuf yang ditulis sejak 1000 tahun lalu, sebagai bekal untuk menjadi kekasih Allah. 

Ditulis 1000 tahun lalu, kitab Sirrul Asrar ini juga merupakan kitab pengantar untuk memahami kitab-kitab Syekh Abdul Qadir lainnya, seorang wali yang dikenal sebagai pemimpin para wali (Sulthanul Auliya’). 

Kelebihan lain buku ini dibanding buku-buku terjemahan lainnya adalah detail terjemahan dan bagan-bagan informatif pada setiap babnya. 

Istilah-istilah tasawuf yang sulit pada naskah aslinya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang lebih mudah dipahami dengan tetap mempertahankan keasliannya. 

Kitab "Sirrul Asrar" karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani menawarkan wawasan yang belum pernah terungkap tentang pencapaian spiritual dan keintiman dengan Allah.

Sebagai salah satu karya tasawuf paling berpengaruh, kitab ini menjelajahi tahapan-tahapan spiritual yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah. 

Dengan penjelasan yang jelas dan mendalam, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, dikenal sebagai pemimpin para wali, membimbing Anda melalui perjalanan spiritual menuju Tarekat, Makrifat, dan akhirnya mencapai Hakikat Allah.

Bayangkan memiliki akses ke pengetahuan yang telah membimbing jutaan orang selama berabad-abad. 

Kitab "Sirrul Asrar" bukan hanya membuka mata Anda terhadap prinsip-prinsip tasawuf, tetapi juga mengajarkan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kedamaian dan ketenangan batin yang Anda cari.

Kitab ini telah dihargai dan dipuji karena kedalamannya yang luar biasa dan kemampuannya untuk menyederhanakan konsep-konsep tasawuf yang kompleks. 

Terjemahan yang akurat dan bagan-bagan informatif membuat Kitab "Sirrul Asrar" mudah diikuti dan merupakan sumber yang berharga bagi siapa saja yang serius dalam mengejar kehidupan spiritual yang lebih kaya. 

Dilansir dari Republika, kupasan tentang Sirrul Asrar ditulis lebih mendalam oleh Erdy Nasrul, wartawan Republika.

Erdy menulis, buku yang ditulis pada abad ke-12 Masehi ini mengungkap 24 rahasia penting terkait dengan kehidupan lahir dan batin. Tulisan ini hanya menyebut beberapa rahasia tadi sebagai pengantar. Rahasia pertama adalah tentang penciptaan. Masalah yang diungkap di sini adalah makhluk atau ciptaan apakah yang pertama kali ada? Apakah alam pertama yang menjadi tempat penciptaan ruh manusia? Dan kenapa harus ada nabi dan rasul? Apa fungsi mereka?

Sirrul Asrar mengungkap, bahwa ciptaan yang pertama kali ada adalah ruh Muhammad. Dasarnya adalah firman Allah dalam hadis qudsi riwayat Abu Hurairah, “khalaqtu muhammadan awwalan min nuri wajhi.” Artinya, “Aku menciptakan Muhammad dari cahaya wajahku.” Sebutan lain ruh Muhammad adalah ruh, cahaya (nur), ‘pena’ (qalam), dan ‘akal’ (aql). Dalam khazanah tasawuf disebut hakikat Muhammad (al-haqiqah al-muhammadiyah).

Dari Nur Muhammad inilah kemudian Arasy dan semua ruh makhluk hidup muncul. Detail mengenai kemunculan ciptaan setelah ruh Muhammad terjelaskan dalam permulaan Daqaiqul Akhbar. Kitab itu menjelaskan Allah menciptakan nur Muhammad yang bertasbih hingga 70 ribu tahun.

Setelah itu Allah menciptakan cermin kehidupan (miratul hayat) dan meletakkannya di depan Nur Muhammad. Cahaya Muhammad mematut, menyadari keelokan dirinya, tapi malu di hadapan Allah, hingga mengeluarkan enam tetes keringat. Kemudian Allah menciptakan enam makhluk, yaitu Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, bunga Mawar, dan padi.

Kemunculan makhluk tersebut membuat nur Muhammad takjub dan bersujud lima kali. Allah kemudian memandang nur Muhammad. Tersipu malu, Nur Muhammad mengucurkan keringat lagi. Kemudian Allah menciptakan berbagai makhluk: para malaikat, Kursi Arasy, para nabi, rasul, ulama, syuhada, dan orang saleh. Lainnya adalah Baitul Makmur di langit, Ka’bah di bumi, Baitul Maqdis (al-Aqsha), dan bakal area masjid di seluruh penjuru dunia.

Ciptaan lainnya yang kemudian muncul adalah seluruh umat Muhammad, kaum Yahudi, Nasrani, Majusi, dan segolongan dengan mereka (ateis, kafir, dan munafik). Lainnya adalah bumi yang terbentang dari timur sampai barat beserta isinya.

Dalam tradisi falsafah, proses penciptaan ini disebut dengan emanasi (al-faydh). Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai akal yang berproses hingga menghadirkan segala makhluk. Penjelasan mengenai hal ini dapat ditemukan dalam berbagai karya filsuf seperti Abu Yaqub al-Kindi, Abu Nasr al-Farabi, Ibnu Sina, dan lainnya.

Sirrul Asrar tidak menyebut nama individu dalam proses penciptaan. Sirrul Asrar menerangkan, dari Nur Muhammad kemudian Allah menciptakan segala ruh makhluk di Alam Lahut. Inilah alam tempat asal semua ruh.

Allah membaiat semua ruh tadi dalam perjanjian abadi atau baiat azali, sebagaimana terekam dalam Surah al-Araf ayat 172. Allah bertanya, bukankah Aku Tuhan kalian semua (alastu birabbikum). Mereka menjawab, betul, kami menyaksikannya (bala syahidna).

Perjanjian azali ini disebut para sufi dalam berbagai literatur. Salah satunya adalah Syed Naquib al-Attas dalam Islam and Secularism dan Prolegomena to The Metaphysics of Islam. Menurut dia, perjanjian azali ini merupakan inti agama (din/dayn), yaitu utang. Orang yang hidup berutang kepada Allah (dayyan), dan harus membayarnya dengan bertakwa. Al-Attas adalah cendekiawan pertama yang memasukkan perjanjian azali tersebut ke dalam makna agama, yang kemudian dikutip banyak pengkaji agama di dunia.

Kembali ke soal perjanjian azali. Setelah penyaksian tadi berlangsung, Allah meniupkan ruh tadi ke dalam jasad. Manusia terlahir ke muka bumi dan tumbuh mengaktualisasikan diri. Dalam perjalanan hidup ini, mereka ternyata melupakan janji yang pernah terucap di alam lahut itu. Mereka mengingkari Allah dengan maksiat. Bahkan ada yang menyekutukan Allah.

Tak tinggal diam, Allah mengutus orang-orang pilihan, yaitu para nabi dan rasul yang membawa kitab suci. Sirrul Asrar menerangkan fungsi mereka untuk mengingatkan perjanjian azali tadi: agar manusia bertakwa. Tugas mulia ini direalisasikan terakhir kali oleh Rasulullah Muhammad SAW. Dialah utusan teragung yang membawa risalah tauhid terakhir dan menyerukan manusia untuk kembali bertakwa menyembah Allah.

Namun, hanya sedikit dari mereka yang mau mengingat dan merindukan negeri asali mereka, karena banyak dari mereka lebih memilih kehidupan dunia yang fana dan bergelimang dosa.

Apa maksud menyembah Allah? Sirrul Asrar menjawab, artinya adalah ma’rifatullah. Mengenal Allah. Bagaimana dapat menyembah Allah jika tidak mengenalnya. Ma’rifat hanya dicapai dengan mengekang nafsu dalam diri dengan riyadhah atau tirakat. Ma’rifatullah adalah mengenal Allah dengan nama dan berbagai sifat-Nya. Kemudian membenarkan Allah dalam setiap muamalah yang dia lakukan, menyucikan diri dari segala akhlak tercela, banyak merenung, beritikaf, dan bermunajat kepada Allah secara sembunyi disertai kebersamaan-Nya. Mereka yang mencapai tingkatan ini disebut ‘arif.

Rahasia kedua masih mengenai alam tempat kembalinya manusia, yaitu lahut. Yang dapat kembali kesana adalah mereka yang dekat dengan Allah, yaitu orang-orang ahli ma’rifat atau ‘arif. Sirrul Asrar menukilkan syair tentang ciri ‘arif.

Hati orang-orang ‘arif memiliki mata

Yang mampu melihat apa yang tidak bisa dilihat orang biasa

Juga memiliki ‘sayap’ yang bisa terbang

Mengepak hingga (alam) malakut Tuhan Pencipta Alam

Ahli ma’rifat juga disebut waliyullah atau kekasih Allah. Tidak ada yang dapat mengetahui siapa wali, kecuali Allah sendiri.

Rahasia lain yang diungkap dalam Sirrul Asrar adalah jalan tobat. Untuk menuju kesana, seseorang harus melepaskan diri dari tiga akhlak. Pertama adalah akhlak hewani: banyak makan, minum, tidur, dan senda gurau. Kedua adalah akhlak binatang: marah, mengumpat, memukul, dan semena-mena. Ketiga adalah akhlak setan: sombong, ujub, iri, dengki, dan berbagai akhlak tercela lainnya yang merusak jasmani dan rohani.

“Jika sudah berhasil menyucikan diri dari semua itu, maka engkau telah berhasil menyucikan diri dari akar segala dosa. Dengan begitu engkau akan masuk golongan orang yang menyucikan diri dan tobat.”

Sirrul Asrar menjelaskan dua macam tobat. Pertama adalah tobat kaum awam atau taubat lahiriah. Ini ibarat orang memotong cabang rumput. Sehingga tetumbuhan itu tumbuh lagi dan menjadi pengganggu. Yang kedua adalah tobat kaum khusus. Ini adalah tobat yang sungguh-sungguh. Mereka diibaratkan orang yang mencabut rerumputan hingga akarnya sehingga tidak tumbuh lagi. Mereka adalah orang yang benar-benar bertobat sehingga tidak mengulangi dosa lagi.

Ada dua macam tobat. Tobat pertama adalah tobat umum. Ini sebatas meninggalkan kemaksiatan menuju ketaatan. Dari yang tercela menuju yang terpuji. Dari neraka menuju surga. Kedua adalah tobat khusus. Ini adalah meninggalkan kebaikan menuju ma’rifatullah. Kemudian menuju ketinggian derajat sampai berdekatan dengan Allah. Di sinilah seseorang akan merasakan kelezatan rohani, yaitu meninggalkan semua selain Allah, bersama dengan-Nya, dan memandang-Nya dengan aynul yaqin

Kebahagiaan

Pembahasan tasawuf dan falsafah selalu berkaitan dengan kebahagiaan (sa’adah). Sirrul Asrar mengupas sedikit mengenai hal tersebut pada bagian ke-11: bahagia dan sengsara. Dalam membahas hal tersebut, Sirrul Asrar menukil ibrah Syaqiq al-Balkhi (abad ke-9 M), tentang lima tanda kebahagiaan: lembut hati, sering menangis, zuhud di dunia, pendek angan-angan, dan sangat pemalu. Sedangkan lima tanda kesengsaraan adalah keras hati, jarang menangis, cinta dunia, panjang angan-angan, dan tidak tahu malu.

Rahasia ibadah

Ada pula pembahasan mengenai rahasia sejumlah ibadah. Ada rahasia shalat, rahasia zakat, dan rahasia haji. Di sini kita akan mengupas bagian tentang rahasia puasa. Sirrul Asrar mengungkapkan tiga jenis puasa. Pertama adalah puasa syariat. Ini adalah upaya menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, dan seksual. Guru Syekh Abdul Qadir, yaitu hujjatul Islam Imam Al Ghazali menyebut tingkatan ini dengan puasa kaum awam. 

Berikutnya adalah puasa tarekat. Ini adalah menahan semua anggota tubuh dari hal-hal yang diharamkan, terlarang, dan tercela, seperti ujub, sombong, pelit, dan lain sebagainya, baik secara lahir, maupun batin. Puasa ini lebih berat, karena dilaksanakan sepanjang hidup. Lalu kapan orang yang berpuasa tarekat berbuka? Sirrul Asrar menjawab, nanti ketika mereka masuk surga. Barulah mereka berbuka puasa. 

Adalagi puasa hakikat. Ini adalah upaya menahan diri dari rasa cinta kepada selain Allah, dan menahan rasa dari kesukaan untuk melihat selain Allah. Ganjaran puasa hakikat adalah perjumpaan dengan Allah di akhirat nanti.

Tentang Syekh Abdul Qadir Jailani.

Lahir pada 1 Ramadhan 470 H di Jailan (Jilan), Persia. 
Putra dari Abu Shaleh Musa dan Fatimah binti Abdullah ash-Shauma’i.
Ia menguasai berbagai cabang ilmu: syariat, tarekat, bahasa, dan sastra Arab.
Karyanya yang lain ialah Mukhatasar Ulumuddin, Fathur Rabbani, Sirrul Asrar, dan lain-lain.


Disarikan dari
Sumber Rezeki Book Store dan Republika

Tags