News Breaking
Live
update

Breaking News

Ogah Beranak? Risiko Kesehatan dan Pandangan Islam tentang Childfree

Ogah Beranak? Risiko Kesehatan dan Pandangan Islam tentang Childfree

Ariel Tatum: Instagram @arieltatum


tanjakNews.com -- Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ada 71 ribu wanita usia subur di Indonesia  yang memilih untuk tidak punya anak. Ada BPS Childfree, yakni laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia yang membahas fenomena childfree di Indonesia. Laporan ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 

Berdasarkan laporan BPS, sekitar 71 ribu perempuan di Indonesia berusia 15-49 tahun memilih untuk tidak memiliki anak atau childfree. Angka ini setara dengan 8% dari total perempuan dalam rentang usia tersebut. 

Beberapa hal yang ditemukan dalam laporan BPS terkait childfree di Indonesia, yaitu: Persentase perempuan yang memilih childfree cenderung naik dalam empat tahun terakhir. 

Pada tahun 2022, sekitar 8% perempuan usia produktif yang pernah menikah dan belum memiliki anak memilih childfree. 
Persentase childfree sempat menurun pada tahun 2020, diduga akibat pandemi Covid-19. 

Fenomena ini bahkan dipantik pula oleh berita tentang seorang artis Ariel Tatum yang mengaku memilih berprinsip childfree.  "Saat ini lebih condong untuk childfree," kata Ariel Tatum dalam tayangan podcast Denny Sumargo.

Ia mengatakan keputusannya itu karena tengah merasakan bagaimana terkoyaknya emosional dan mentalnya hancur. Ia menyebut soal perubahan hormon perempuan yang berubah ketika sudah memiliki anak.

"Aku pernah mengalami banyak hal secara emosional dan mental jadi aku tahu bahwa setiap perempuan akan mengalami perubahan hormon yang akan berdampak besar pada dirinya. Aku nggak tahu apakah aku siap melalui hal itu atau tidak," paparnya seperti dilansir insertlive.

Apa itu Childfree?

Melansir laman Rumah Sakit Siloams Hospital, secara harfiah, arti childfree adalah kondisi ketika seseorang atau pasangan memutuskan untuk tidak memiliki keturunan. Sebenarnya, childfree bukanlah konsep baru. Bahkan, konsep childfree sudah banyak diterapkan di luar negeri, terutama negara maju. Bahkan, penduduk di negara maju seperti Jepang dan Jerman sudah banyak memilih untuk childfree.

Childfree adalah keputusan setiap orang yang sifatnya personal. Tentu saja, sebelum memutuskan hal tersebut, masing-masing pasangan sudah memikirkannya secara matang dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Pasangan yang memutuskan untuk childfree artinya sudah siap untuk tidak memiliki keturunan.

Perbedaan Childfree dan Childless

Selain childfree, terdapat pula istilah lain yaitu childless. Apa perbedaan keduanya? Childfree adalah keputusan yang cenderung dibuat dengan sengaja atau melalui pertimbangan penuh, sekalipun orang tersebut punya kesempatan untuk memiliki anak.

Sementara itu, childless adalah istilah yang mengacu pada kondisi ketika seseorang tidak bisa memiliki keturunan, biasanya karena kondisi fisik atau biologis. Sehingga, cenderung terjadi karena unsur keterpaksaan.

Alasan Seseorang Memilih Childfree 

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, childfree adalah suatu keputusan pribadi dari seseorang. Yang mana, keputusan tersebut tentu dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa alasan umum yang mendasari keputusan seseorang memilih childfree, di antaranya sebagai berikut.

1. Faktor Ekonomi
 Salah satu alasan yang dapat mendasari keputusan childfree adalah faktor ekonomi atau finansial dalam keluarga. Pasalnya, mereka cenderung menilai bahwa biaya yang dibutuhkan untuk membesarkan anak tidaklah sedikit. Hal tersebut dapat memicu keraguan dalam diri karena merasa tidak memiliki biaya yang cukup untuk merawat anak.
 

2. Ingin Lebih Dekat dengan Pasangan
Alasan lain seseorang memilih childfree adalah karena ingin hidup berdua dengan pasangannya. Beberapa orang mungkin merasa khawatir jika kehadiran anggota baru di keluarganya dapat mengurangi waktunya untuk menghabiskan momen bersama pasangan.

Tipe pasangan yang seperti ini biasanya memiliki prinsip lebih kuat untuk menjaga keintiman serta berbagi cinta hanya dengan pasangannya saja. Mereka cenderung menikmati waktu berdua bersama meski tidak memiliki anak.

3. Faktor Kesehatan
Keputusan ini juga bisa didasari oleh masalah kesehatan. Bagi seseorang yang memiliki penyakit tertentu mungkin merasa khawatir tidak dapat membagi waktu untuk merawat dirinya sendiri dan anak. Jadi, menurutnya childfree adalah keputusan yang tepat.

4. Peristiwa Traumatis di Masa Lalu
 Beberapa orang yang pernah mengalami trauma akibat peristiwa masa lalu juga bisa memengaruhi keputusannya untuk childfree, misalnya sejak kecil ia menerima perlakukan atau pola asuh yang kurang baik dari orang tuanya.

 Sehingga, di masa depan, ia merasa takut tidak bisa menjadi orang tua yang baik dan membuat anaknya merasakan hal yang sama dengannya di masa lalu. Hal tersebut memunculkan keraguan untuk memiliki anak.

5. Keputusan Bersama
Umumnya, penerapan konsep childfree adalah keputusan bersama. Setiap pasangan pasti memiliki motivasi masing-masing dalam menjalankan rumah tangga. Artinya keputusan ini mungkin salah satu cara agar kehidupan mereka tetap bahagia.

Pengaruh Childfree bagi Kesehatan

Salah satu pertanyaan yang mungkin muncul di benak beberapa orang adalah, apakah tidak hamil atau melahirkan seumur hidup dapat memengaruhi kesehatan? Sebenarnya, belum ada penelitian yang melaporkan bahwa tidak hamil atau melahirkan seumur hidup dapat memicu munculnya penyakit atau kondisi medis tertentu.

Bahkan, di dalam dunia medis sendiri, terdapat metode sterilisasi yang tujuannya mencegah kehamilan secara permanen. Di mana, praktik tersebut cukup normal dan biasanya dilakukan pada pasien yang sudah memiliki keturunan di luar jumlah yang disarankan, atau bila kehamilan berikutnya membahayakan nyawa ibu.

Meski begitu, wanita yang sudah pernah hamil dan menyusui diketahui memiliki risiko lebih rendah terkena kanker payudara, endometrium, dan ovarium dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil.

Pasalnya, kehamilan dan menyusui berpengaruh pada siklus ovulasi. Selain itu, perubahan hormon estrogen dan progesteron selama hamil dan menyusui juga dipercaya turut andil dalam penurunan risiko kanker payudara dan endometrium.

Disebutkan pula bahwa penggunaan pil kontrasepsi, baik bagi wanita yang sudah memiliki anak atau belum, dapat menurunkan risiko kanker ovarium. Hal ini dikarenakan kehamilan maupun pil kontrasepsi dapat memengaruhi hormon estrogen dan progesteron yang secara tidak langsung dapat mengurangi jumlah siklus ovulasi selama hidup.

Namun di sisi lain, penggunaan alat kontrasepsi dalam bentuk pil atau alat lainnya yang memengaruhi organ reproduksi wanita dalam jangka panjang rupanya juga dapat memicu masalah kesehatan tertentu, seperti:


1. Efek kardiovaskular: 

Penggunaan kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko penyakit tromboemboli vena, stroke, dan serangan jantung. Risiko ini akan meningkat pada wanita yang memiliki kebiasaan merokok. Hal ini disebabkan oleh manipulasi kadar hormon estrogen dan progesteron tubuh.

2. Efek metabolik: 

Komponen progestin dari produk kontrasepsi berpotensi menurunkan kadar kolesterol baik. Selain itu, komponen estrogen dalam produk kontrasepsi juga dapat meningkatkan kolesterol jahat. Yang mana kedua hal tersebut berperan dalam sistem metabolisme tubuh.

3. Gangguan empedu: 

Penggunaan pil kontrasepsi dalam waktu yang lama diketahui dapat meningkatkan risiko seorang wanita mengalami gangguan empedu.

4. Tumor: 

Kontrasepsi oral diketahui dapat meningkatkan risiko munculnya tumor jinak, yaitu neoplasma yang dapat menyebabkan perdarahan lambung.

5. Gangguan rahim dan organ reproduksi:

Penggunaan IUD (intrauterine device) dalam waktu yang lama dapat meningkatkan risiko munculnya radang panggul, perforasi (luka pada uterus), atau masalah pada saluran tuba.

Baik memiliki anak ataupun tidak, penting bagi wanita untuk melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh secara rutin, mulai dari mammografi (deteksi dini kanker payudara), kolonoskopi (setiap 5–10 tahun sekali), pap smear, serta menjaga berat badan ideal.

Childfree dalam Pandangan Islam

Dasar ketentuan untuk memiliki keturunan diwahyukan Allah SWT melalui Al Qur'an. Allah Swt menganjurkan manusia untuk menikah, sebagaimana dijelaskan dalam surat An-Nur ayat 32:

وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: "Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."

Kemudian dalam surat Asy-Syura ayat 49:

لِّلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۚ يَهَبُ لِمَن يَشَآءُ إِنَٰثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَآءُ ٱلذُّكُورَ

Artinya: "Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki."

Selain itu, dapat dipedomani pula hadist Rasulullah, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau do'a anak yang sholeh" (HR. Muslim)

Menurut Ustadz Adi Hidayat (UAH), pendapat-pendapat soal childfree sebenarnya bukan lagi hal yang baru, karena sudah ada sejak zaman jahiliyah dulu. Di mana banyak orangtua yang tidak menginginkan kehadiran seorang anak, entah karena takut miskin atau jenis kelamin yang tak sesuai dengan keinginan mereka. 

"Dari kehidupan jahiliyah dulu bahkan ada orang tua tidak menginginkan kehadiran anak di sekelilingnya. Ini bukan hal yang baru sebetulnya,” kata Ustadz Adi Hidayat dalam sebuah tayangan video.

Ustadz Adi Hidayat melanjutkan, maka dengan adanya ayat Al Quran itu menegaskan bahwa, “Jangan kalian sampai mengeksekusi anak-anak kalian, karena takut kemiskinan, takut tidak mendapat rezeki.”

Karena itu, dia mengatakan, pikiran childfree ini adalah pemikiran yang menyalahi fitrah dalam kehidupan rumah tangga. Sebab setiap orang lahir ke dunia dari rahim seorang ibu.

Menurutnya, jika seseorang memiliki pengalaman yang bersifat pribadi hingga memengaruhi pilihannya, lebih baik untuk dikonsultasikan untuk mendapatkan pencerahan-pencerahan.

“Jadi kalau Anda punya persoalan sendiri yang kemudian persoalan itu Anda alami bersama pasangan Anda ya Anda tidak harus mengklarifikasi atau mengeneralisasi persoalan Anda sehingga orang lain harus ikutan seperti Anda,” pesan UAH.

Menyikapi fenomena childfree, 
Majelis Ulama Indonesia (MUI) D.I. Yogyakarta juga menjadikannya topik seminar bertajuk Children dalam Perspektif Tujuan Hukum, Fikih, dan Psikologi. Melalui Komisi Fatwa dan Hukum, MUI merespon isu di masyarakat yang sebagian memilih tidak memiliki anak meskipun sudah menikah. Hal ini menjadi keprihatinan dan tantangan bagi MUI DIY.

“Ini menjadi tantangan, termasuk dalam isu childfree yang kian marak. Meskipun ada pasangan yang menikah tetapi tidak dikaruniai anak, seharusnya hal ini tidak diniatkan sejak awal. Peran MUI di sini adalah ri’ayatul ummah atau mendampingi umat,” jelas Ketua MUI DIY Prof. Machasin dalam sambutannya di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI D.I. Yogyakarta, pada Selasa (12/11/2024).

Menurut Ketua bidang fatwa MUI DIY, Dr. H. Fuad Zain, M.Hum, pernikahan yang disyariatkan  oleh Islam memiliki beberapa hikmah lainnya, seperti sebagai sarana penyaluran kebutuhan biologis antara  pria dan wanita yang diridhai oleh agama Islam, memperoleh ketenangan dan kedamaian, serta memiliki  keturunan sebagai sarana menjaga dan memelihara hifzhu an-nasli. Selain untuk melestarikan keturunan  (nasl) pernikahan juga memiliki peran penting untuk membentuk generasi yang berkualitas dan bertakwa  kepada Allah.  (Oce)

Tags