Rencana Gila Trump Usir Warga Palestina dari Gaza Langgar Hukum Internasional
tanjakNews.com, GAZA -- Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Israel akan menyerahkan Gaza kepada Amerika Serikat setelah pertempuran berakhir dan penduduk daerah kantong itu dipindahkan ke tempat lain, yang menurutnya berarti tidak diperlukan pasukan AS di lapangan.
Rencana Trump untuk mengosongkan Gaza dari warga Palestina telah ditolak secara luas, termasuk oleh penduduk daerah kantong itu, yang mengatakan bahwa mereka "tidak akan pernah pergi, apa pun yang terjadi".
Al Jazeera melaporkan,ribuan orang di Gaza berjuang di tenda-tenda di tengah cuaca dingin dan badai. Angin kencang, hujan, dan musim dingin menambah penderitaan ribuan warga Palestina di Gaza, dengan ribuan keluarga tinggal di tenda-tenda usang setelah rumah mereka hancur dalam pemboman Israel di daerah kantong pantai tersebut.
Ratusan ribu warga Palestina telah kembali ke Gaza utara sejak gencatan senjata mulai berlaku bulan lalu, menghentikan serangan Israel selama 15 bulan di wilayah tersebut. Namun, sebagian besar orang mendapati rumah mereka hancur atau rusak parah.
Tanggapan Israel terhadap rencana Trump untuk membersihkan Gaza secara etnis
Sementara sebagian besar warga Israel akan mendukung rencana Trump untuk Gaza jika itu memungkinkan.
"Orang Israel sekarang telah sepenuhnya melepaskan alam bawah sadar kolektif mereka dan semua orang dari sayap kiri Zionis hingga sayap kanan garis keras memuji betapa hebatnya jika saran Trump menjadi kenyataan," kata Ori Goldberg, seorang komentator politik Israel.
"Sayap kanan garis keras bertindak seolah-olah mereka mengharapkan pembersihan etnis yang sebenarnya. Kaum tengah dan kiri Israel mengatakan betapa ‘akan sangat hebat jika hal ini benar-benar bisa terjadi, tetapi kami tahu hal ini tidak akan terjadi’.
Namun pengamat menyebut sulit mempercayai Trump. Pernyataan Trump yang berubah-ubah tentang Gaza adalah 'diplomasi kaleidoskopik'
Rami Khouri, seorang peneliti terkemuka di Universitas Amerika di Beirut, mengatakan usulan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Gaza lebih banyak tentang faktor bisnis dan pribadi daripada kebijakan geopolitik yang jelas.
"Dia mengatakan segala macam hal. Dia berubah pikiran, dia mengklarifikasi, dia menyangkal. Jadi dia bukan sumber yang dapat diandalkan... meskipun dia adalah presiden Amerika Serikat," sebut Khouri, yang juga seorang peneliti senior di Arab Center Washington DC.
"Jadi apa yang dia katakan harus dipertimbangkan dengan serius, tetapi tidak boleh dianggap sebagai jalan yang jelas menuju suatu kebijakan," kata Khouri.
menurut Khouri, ada motif lain, beberapa bisnis, beberapa pribadi, beberapa hubungan keluarga, beberapa peluang investasi.
"Jadi ini adalah studi yang menarik, dan semacam diplomasi kaleidoskopik. Ketika Anda membaliknya, semua bagian bergerak, dan kemudian situasi baru muncul. Jadi saya pikir kita harus membiarkan prosesnya berjalan dengan sendirinya," simpulnya.
Mesir Tolak Rencana Trump
Mesir mengatakan rencana pemindahan warga Gaza akan memicu kembalinya pertempuran. Mesir mengecam atau menolak dan tidak akan menjadi bagian dari usulan apa pun untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza, kata kementerian luar negerinya.
Negara yang berbatasan dengan daerah kantong kecil itu mengecam pernyataan dukungan anggota kabinet Israel atas rencana Trump untuk menciptakan "Riviera Timur Tengah" di Gaza di bawah kendali AS.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz memerintahkan tentara untuk menyiapkan rencana guna memungkinkan "keberangkatan sukarela" warga Gaza dari jalur itu, media Israel melaporkan.
Mengacu pada perintah Katz, Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan, Mesir menekankan konsekuensi bencana dari tindakan tidak bertanggung jawab tersebut.
"Ini yang melemahkan negosiasi gencatan senjata, dan akan menghancurkannya serta memicu kembalinya pertempuran," kata pihak Kemenlu Mesir.
Kecaman serupa datang dari Rusia. Rusia mengatakan pernyataan Trump yang mengejutkan tentang Gaza memicu ketegangan di Timur Tengah.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, pernyataan Donald Trump tentang pemukiman kembali warga Palestina dari Gaza dan penetapan kepemilikan AS atas Jalur Gaza mengejutkan dan akan meningkatkan ketegangan di Timur Tengah.
"Hal utama sekarang adalah menyediakan bantuan kemanusiaan yang diperlukan bagi semua yang membutuhkan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova kepada wartawan, Kamis (6/2/2025).
"Kami percaya bahwa tugas utama saat ini adalah memastikan penerapan perjanjian antara Israel dan Hamas. Setiap argumen populis, sembrono, atau mengejutkan tentang tindakan paliatif lainnya pada tahap saat ini kontraproduktif dan tidak berkontribusi untuk menyelesaikan masalah, tetapi hanya memicu ketegangan di kawasan tersebut dan semua masalah yang sudah sangat parah," ungkapnya.
Rencana Trump Langgar Hukum dan Illegal
Rencana Trump untuk Gaza sangat dilarang menurut hukum internasional. Demikian dikatakan Volker Turk, Kepala Hak Asasi Manusia PBB, mengatakan bahwa usulan Presiden AS Donald Trump untuk "mengambil alih" Gaza dan memindahkan warga Palestina dari wilayah yang dilanda perang itu akan ilegal menurut hukum internasional.
"Hak untuk menentukan nasib sendiri adalah prinsip dasar hukum internasional dan harus dilindungi oleh semua negara, seperti yang baru-baru ini ditegaskan kembali oleh Mahkamah Internasional," katanya. "Setiap pemindahan paksa atau deportasi orang dari wilayah yang diduduki sangat dilarang."
Pernyataan Turk tercermin dalam Pasal 49 Konvensi Jenewa yang berkaitan dengan "Perlindungan Warga Sipil di Masa Perang".
Pasal tersebut menetapkan bahwa "pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang yang dilindungi dari wilayah yang diduduki ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya."
Penyelidikan International Criminal Court
Di sisi Lain Amerika masih menentang penyelidikan International Criminal Court (ICC) atas gempuran Israel ke Gaza. Penentangan itu disampaikan di tengah kekhawatiran Israel menerbitkan surat perintah penahanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
"Kami sudah sangat jelas mengenai penyelidikan ICC, kami tidak mendukung itu. Kami tidak percaya mereka mempunyai yuridiksi," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre, seperti diberitakan AFP, April tahun lalu.
Terbaru, Trump akan menjatuhkan sanksi finansial pada International Criminal Court (Pengadilan Kriminal Internasional),
Trump akan menandatangani perintah eksekutif Rabu (5/2/2025) untuk memberikan sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional karena menargetkan Amerika Serikat dan sekutunya, seperti Israel, kata seorang pejabat Gedung Putih.
Perintah tersebut akan memberikan sanksi finansial dan visa kepada individu dan anggota keluarga mereka yang membantu penyelidikan ICC terhadap warga negara AS atau sekutu AS, kata pejabat tersebut.
Perang Israel di Gaza telah menewaskan 47.583 orang dan melukai 111.633 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan otoritas Gaza. Kantor Media Pemerintah Gaza telah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sedikitnya 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan orang yang hilang kini diduga tewas. Sedikitnya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, dan lebih dari 200 orang ditawan. (Oce)