Dinilai Arogan, Jokowi Disarankan Cabut dan Batalkan Perpres Kenaikan Iuran BPJS
RIAUMAG, JAKARTA -- Meski banyak penolakan dari masyarakat terkait renacana kenaikan iuran, namun ternyata Presiden Jokowi tidak mau pusing dan perduli dengan kegelisahan masyarakat tersebut.
Pasalnya tidak lama setelah dilantik, Presiden Jokowi resmi menaikkan iuran JKN-BPJS Kesehatan dengan ditandanganinya Perpres nomor 75 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pada 24 Oktober 2019 lalu.
Deputi Direktur Advokasi dan Relawan Jamkeswatch Indonesia, Heri Irawan mengkritisi soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini.
"Berikut beberapa perubahan pada Perpres Nomor 75 tahun 2019. Dalam Pasal 29 Mengubah iuran PBI yang tadinya Rp23.000 kini diubah," ungkapnya. Ia memaparkan:
I. Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar Rp42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan.
2. Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2019
"Selain itu juga untuk segmen kepesertaan PPU pejabat negara persentase iuran berubah dari sebelumnya 2% dibayar oleh pekerja dan 3% dibayar oleh pemberi kerja atau pemerintah kini berubah.
Pasal 30 berbunyi:
1. Iuran bagi Peserta PPU yang terdiri atas Pejabat Negara, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Ralryat Daerah, PNS, Prajurit, Anggota Polri, kepala desa dan perangkat desa, dan Pekerja/pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h yaitu sebesar 5 (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan.
2. Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 4oh (ernpat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
"Selain itu juga ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 32 terkait batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran bagi Peserta PPU yang sebelumnya maksimal Rp8.000.000 diubah. Sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
1. Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi Peserta PPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (21 yaitu sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
2. Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran bagi Peserta PPU untuk pegawai swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g yaitu sebesar upah minimum kabupaten/kota.
"Ketentuan Pasal 34 terkait Nominal Iuran Segmen Kepesertaan PBPU/Mandiri Naik 100% dari sebelumnya Klas 3 Rp25.500, Klas 2 Rp51.000, dan Klas 1 Rp80.000 juga diubah.
Pasal 34
1. Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp42.OOO (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III;
b. Rp110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
2. Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O
Heri Irawan menilai, sepertinya pemerintah tidak bisa berfikir lebih cerdas lagi dalam menyelesaikan masalah defisit DJS JKN BPJS Kesehatan, selain dengan menaikkan Iuran yang akan sangat memberatkan masyarakat, yang justru akan berpotensi terjadinya tunggakan iuran yang lebih banyak lagi, selain itu juga akan banyak masyarakat yang turun kelas.
"SJSN pada dasarnya merupakan Program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," jelasnya.
Hal tersebut sesuai dengan amanat TAP MPR RI No. X/MPR 2001–angka5 (Sosial dan Budaya) – huruf e (Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial) angka2):
MPR menugaskan Presiden membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka memberi perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu.
Selain itu juga amanat Pasal 24 ayat(2) UUD 1945:
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Setelah SJSN adalah tanggung jawab negara untuk menyelenggarakan, sesuai amanat konstitusi bahwa dalam Pasal28H ayat(3) UUD 1945 menegaskan:
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
"Piagam PBB Tentang HAM (Hak Asasi Manusia) Pasal 25 menyebutkan:
Setiap orang berhak atas taraf hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, temasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan
Perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau keadaan lain yang mengakibatkan nya kekurangan penghasilan, yang beradadi luar kekuasaannya.
Ia mengatakan, jika saja pemerintah betul betul serius hadir untuk memberikan hak hak setiap warga negara Indonesia dalam jaminan sosial dan kesehatan masih banyak alternatif lain untuk menyelesaikan defisit yang terjadi pada DJS.
"Sikap arogan dan kurang bijak seperti ini justru akan menjadi sebuah permasalahan yang, akan menimbulkan reaksi dan gerakan gerakan penolakan dari masyarakat, maka oleh karena itu kepada Presiden Jokowi yang terhormat sesuai janji kampanye Jokowi - Amin akan memberikan jaminan kesehatan buat masyarakat Indonesia, sebaiknya Perpres Nomor 75 Tahun 2019 ini dibatalkan/dicabut. Jika hal itu tidak dilakukan maka terbukti bahwa Jokowi hanya pandai pencitraan saja, namun tidak memahami apa keinginan Rakyat Indonesia," tandas Heri Irawan. (Oce Satria)