News Breaking
Live
update

Breaking News

Mengubah Cinta

Mengubah Cinta



Oleh All Amin
Entrepreneur

SIANG itu saya mau ke Bandung. Dengan seorang kawan. Sebelum masuk tol mampir dulu di ATM mengisi e-money. Kini membayar tol sudah tidak bisa pakai uang tunai. Sejak menteri BUMN dijabat Dahlan Iskan. Listrik prabayar pun mulai ketika Ia jadi Dirut PLN. Dahlan Iskan pengusaha penganut paham; terima pembayaran di muka. Kiat bisnis hebat.

Letak ATM-nya dalam minimarket. Sebelum masuk, saya melihat ada penjual kerupuk di parkiran. Berdiri pakai tongkat. Kedua matanya buta. Kerupuknya dipanggul. Sebagian di depan, dan sebagian lagi di belakang.

Pas keluar saya beli kerupuknya sebungkus. Yang di belakang harganya 20 ribu. Saya dipersilakan mengambil sendiri. Saya tarik dari ikatannya, lalu menyerahkan uang. Sambil berujar, "Ini uang 20 ribu." Lalu pergi.

Tiba di mobil, kawan saya mengomentari, "Pikiran kita sama. Saya pun tadi berniat membeli. Salut kita melihat orang seperti itu. Walau fisiknya tidak sempurna. Tetap mau berusaha. Tidak menjadi peminta-minta." Saya mengangguk. Memang; rezeki pasti akan mendatangi pemiliknya.

Sambil mengemudi, Ia melanjutkan ocehan, "Matanya yang buta justru jadi berkah bagi pedagang tadi. Orang jadi empati. Dan membeli. Kalau seandainya dia tidak buta, mungkin kita tak membeli."

Saya diam saja. Dan tersenyum. Kawan saya ini, kalau ngomong. Bak mendengar politisi yang sering tampil acara-acara tv itu. Jago berlogika.

"Kamu sakit?" Melihat aku diam, Ia bertanya.

"Iya." Ujarku singkat. "Sakit apaan?"

"Kena virus yang sekarang sedang mewabah. Sudah cukup lama. Sepertinya juga mulai menular. Tapi, aku belum tahu ini sudah stadium berapa." Jawabku.

Dahinya berkerut. Mimiknya bingung. Dan bertanya "Virus apaan. Corona?"

"Bukan. Lebih berbahaya dari corona. Kalau corona menyerang saluran pernafasan. Kalau ini menyerang hati. Bisa mematikan hati."

Ia makin bingung. "Sakit apa. Hepatitis. Sirosis? Saya lihat kamu sehat-sehat saja."

"Betul. Banyak yang tidak menyadari. Karena tak merasa ada keluhan."

"Gitu, ya. Sakit apa itu?"

"Nama penyakitnya: Hubuddunya. Berlebihan mencintai dunia." Jawabku datar. 

Saya lihat ekspresi wajahnya pun datar. Mendengar jawaban itu. Sulit disimpulkan. Entah tertarik atau tidak. Entah paham atau tidak. Tatapannya lurus ke depan. Asyik mengemudi.

Saya pun terus saja bicara. Tanpa melihatnya. 

"Terindikasi sih sudah lama. Tapi baru terasa. Saya lebih suka membaca koran daripada Quran. Lebih banyak duduk di cafe daripada di kajian. Lebih suka membahas film-film box office, drama korea dari belajar ilmu agama. Kuping ini lebih sering mendengar musik, asing dengan murotal. Semangat ketika membahas bagaimana supaya bisnis jangan mati. Alergi membahas tentang kematian yang justru pasti. Kalau mendengar azan biasanya hanya mengecilkan suara tv. Bukannya datang ke Masjid. Dan banyak lagi. 

Hampir semua aktivitas, tujuannya hanya untuk sukses duniawi. Bahkan sampai kegiatan ibadah, shalat, puasa, sedekah. Pun tujuannya untuk sukses dunia. Semua kesuksesan diukur dengan takaran dunia. Mungkin saya sudah masuk kategori akut. Dan, kini sedang berupaya sembuh. Semoga tidak menular."

Cerita saya terhenti. Ketika mobil tiba di jendela tempat memesan kopi. Di kedai kopi yang dari Seattle itu.

Kawan itu menyerahkan secangkir Grande Hot Kapucino. "Ayo ngopi dulu. Biar kamu nggak banyak mengigau." Katanya.

Setelah diseruput. Sambil mengamati logo mermaid di cangkir kopi itu, saya berujar. "Kamu tahu, mengapa kedai ini bisa menjual kopinya empat kali lebih mahal dari tempat lain. Dan pembeli ngantri?"

Umpan lambung itu lansung disambutnya. Dapat topik kesukaannya. Sekarang giliran dia yang berteori. Panjang lebar. Saya mendengarkan. Sambil minum kopi. Dan bergumam; "semoga saya lekas sembuh." (*)


All Amin
#MengubahArah

Tags