News Breaking
Live
update

Breaking News

Junaidi Gafar: Merebut Remote TVRI dari Dirut Baru

Junaidi Gafar: Merebut Remote TVRI dari Dirut Baru



TANJAKNEWS.com -- Helmi Yahya berhasil mengangkat citra TVRI yang identik dengan image kampungan; jadul dan minus kreativitas dalam perencanaan program -- menjadi televisi publik yang modern dan sarat kreativitas. Dan itu tanpa harus meninggalkan jati diri sebagai televisi publik yang dibiayai dari uang pajak rakyat. 

Sebagai seorang dengan latar belakang pengalaman yang panjang dan lama dalam berbagai acara televisi, Helmi menyadari bahwa selera publik tidak bisa didikte. Pelaku media televisi harus masuk ke jantung selera publik. Melalui upaya yang sungguh-sungguh. Riset perilaku pemirsa televisi harus digerakkan. Hasilnya dijadikan rujukan untuk pengambilan keputusan penyusunan program yang akan tayang.  Referensi program  diperbanyak. Tidak menunggu tapi berupaya sungguh-sungguh untuk hadir dengan gagasan-gagasan segar.  Terlepas bahwa gagasan itu diinspirasi oleh program yang telah ada sebelumnya di saluran televisi  lain.

Melalui Helmi Yahya pulalah  TVRI yang sudah puluhan tahun hidup segan mati tak mau memahami makna killing punch dalam penyusunan program agar dilirik pemirsa. Istilah yang sesungguhnya eksis dalam dunia adu jotos itu diperkenalkan Helmi kepada jajarannya tentang betapa penting sebuah televisi memiliki program yang akan membuat pemirsa mau tidak mau akan melirik TVRI.  Jika program seperti itu telah ada, maka hanya soal waktu program-program yang lain akan dilirik. 

Helmi meyakini itu dan itu ia buktikan benar adanya

Selama hampir dua tahun kepemimpinan Helmi Yahya, chanel TVRI kembali menjadi pilihan setelah hampir 30 tahun ditinggalkan. Mereka yang masih menonton TVRI selama kurun waktu 30 tahun terakhir ini adalah kelompok pemirsa yang dalam istilah perilaku konsumen disebut sebagai konsumen yang memiliki behavioral loyalty. Loyal karena tidak ada pilihan lain sebagai akibat dari lokasi yang jauh dan kebetulan hanya siaran TVRI yang bisa menjangkau mereka. 

Kita tahu jumlah pemirsa dengan perilaku ini semakin berkurang dari waktu ke waktu seiring dengan derap pembangunan yang semakin luas dan maju menjangkau setiap sudut negeri ini. Helmi merubah behavioral loyalty itu  menjadi attitudinal loyalty. Loyalitas yang dibentuk oleh pengetahuan dan kesadaran akan manfaat sebuah produk atau jasa yang membuat orang mau tanpa dibayar bercerita dan membagi informasi kepada orang lain.  Agar bisa merasakan pengalaman yang sama. Sebuah prestasi yang luar biasa dan dicapai dalam waktu yang sesingkat itu.

Kita tidak tahu mengapa figur sementereng Helmi Yahya diberhentikan begitu saja. Ia tidak korupsi dan tidak pula bermain mata dengan pihak-pihak tertentu untuk menggunakan TVRI sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka. Kekuatan seperti apa yang bermain di belakang ini sulit untuk ditelusuri. Memang bukan sekali di negeri ini orang-orang baik dan berprestasi seketika kehilangan jabatan justru ketika sedang moncer-moncernya. Sudirman Said, Anies Bawedan dan dulu Jenderal Agus Wirahadikusuma juga mengalami hal yang sama dengan yang terjadi pada Helmi Yahya. Pada waktu-waktu mendatang hal seperti itu mungkin akan terjadi dan terjadi lagi.

Pagi ini kita tahu TVRI telah punya direktur yang baru. Seorang figur yang juga malang melintang di media penyiaran dan penerbitan. Bedanya adalah figur baru ini adalah figur yang rekam jejaknya pernah bersinggungan dengan urusan ketelanjangan. Sesuatu yang dulu kita anggap sensitif dan tabu. Tapi tidak belakangan ini, karena suda ada juga  pejabat yang menilai ketelanjangan sebagai bagian dari seni. Saya tidak tahu itu seni apa, seni musik, seni rupa atau jangan-jangan air seni. 

Informasi yang beredar menjelaskan bahwa sang direktur baru  pernah aktif sebagai kontrobutor majalah dewasa Playboy. Dan pada sebuah screenshoot yang beredar di publik pernah mentweet "bahwa bokep juga yang mempersatukan kita". Sebuah tweet yang pastinya membuat banyak orang terperangah tapi juga banyak yang dalam hatinya tidak bisa  membantah bawa itu benar adanya.

Saya tidak mau berprasangka macam-macam tentang direktur yang baru itu, apalagi mengait-ngaitkan apa yang akan dia buat di TVRI dengan rekam jejaknya. Yang jelas adalah TVRI akan memasuki ujian yang tidak ringan. 

Era Helmi adalah era terbaik TVRI sejauh ini. Siapa pun yang menggantikannya punya tugas berat untuk mempertahankan apa yang telah dicapai Helmi. Waktu akan membuktikan apakah itu bisa terjadi, atau TVRI akan kembali pada keadaan semula, jadi televisi publik yang selalu diskip orang setiap memencet remote mereka. (*)



Junaidi Gaffar


Tags