News Breaking
Live
update

Breaking News

'Surat Cinta' Bu Guru untuk Mas Menteri

'Surat Cinta' Bu Guru untuk Mas Menteri

Foto: pojokpitu.com
Oleh: Diah Wahyuningsih Naat

TANJAKNEWS.COM -- Wabah corona atau COVID-19 ini belum berakhir. Masih berjalan, meski mulai agak melamban.

Sejak diumumkan kasus pertama pada 2 Maret 2020 lalu, pemerintah langsung mengambil alih komando. Semua elemen pemerintahan memutuskan tutup gedung-gedung pemerintah. Belajar serta bekerja dari rumah.

Paling terimplikasi, dunia pendidikan memutuskan tidak mengadakan Ujian Nasional (UN) dari jenjang Sekolah Dasar hingga Menengah Atas atau sederajat. Sekolah ditutup, guru diinstruksi mengajar atau belajar daring (dalam jaringan) alias online.

Awalnya banyak yang bingung. Pro dan kontra bermunculan akibat sistem serta prosedur daring yang belum biasa dilakukan. Orang tua ikut merasakan dampaknya. Sekolah mengingatkan pada orang tua sebagai pendamping siswa saat belajar di rumah. Alhasil, orang tua mulai lelah. Mungkin bukan karena ketidaksanggupan, melainkan kurang siapnya orang tua terhadap situasi.

Selama ini, kita melihat banyak orang tua bergantung pada guru. Belajar dengan cara les-lesan dengan guru atau pun di bimbingan belajar. Ada juga keluhan orang tua karena cara guru mengajar daring lebih cenderung menggandakan tugas. Bayangkan, bila setiap guru memberikan tugas per mata ajar lalu dijumlahkan berapa mata ajar dalam sehari, maka orang tua akan jadi mumet mendampingi anaknya. Belum lagi akses internet yang jadi modal utama daring.

Pembelajaran virtual ini semakin menambah kebuntuan orang tua di rumah.

Fakta lain masih ada. Tidak semua wilayah punya akses internet yang mampu memudahkan pembelajaran. Maka muncul berita bagaimana kisah-kisah guru harus datang dari rumah ke rumah siswanya dengan satu maksud, mengajar langsung agar siswa tidak tertinggal pelajaran.

Bicara masalah akses internet, sebenarnya satu hal yang perlu ditekankan kepada pengambil kebijakan di tengah wabah ini, yakni Menteri Pendidikan, bahwa sejak berlaku kebijakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2017, persoalan akses internet menjadi ganjalan bagi sekolah yang ditetapkan.

Hal paling bertolak belakang adalah, fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung UNBK tidak semuanya dimiliki sekolah. Mungkin jaringan internet ada tapi kesiapan komputer belum memadai sesuai jumlah peserta ujian.

Alih-alih menyatakan mundur, ambisius Dinas Pendidikan di daerah terpaksa disiasati dengan cara menumpang UNBK di sekolah yang unit komputernya sebanding dengan jumlah peserta ujian. Atau beberapa sekolah yang ditunjuk melaksanakan UNBK meminjam fasilitas komputer dari sekolah yang tidak melaksanakan atau masih menggunakan Ujian Nasional Kertas-Pensil (UNKP).

Hal lainnya yang paling menambah persoalan adalah, kesiapan PLN untuk tidak padam saat ujian berlangsung.

Cara-cara ini sudah jelas faktanya. Artinya untuk satu event seperti UNBK saja, pemerintah daerah mau tidak mau harus mau melihat ulang apakah mereka siap dengan kebijakan tersebut.

Ini semestinya jadi pertimbangan sehingga ketika situasi genting pada saat berlangsungnya wabah serta kehadiran bencana yang tiba-tiba, perlu disikapi dengan bijaksana.

Tidak semestinya Mas Menteri kaget kalau masih banyak daerah belum punya akses internet selancar di kota atau bahkan tidak sama sekali tersentuh akses.

Mas Menteri sebaiknya berkoordinasi dengan para provider jaringan sebelum memutuskan melaksanakan  dalam proses pembelajaran. Setidaknya para provider jaringan punya data lengkap peta persebaran jaringan internet di Indonesia hingga pelosok daerah.

Sederhananya saja di wilayah pulau Batam, sebagai contoh. Hampir di setiap kecamatan sudah ada SMA, tapi Mas Menteri perlu cari tahu bahwa SMA tersebut lebih banyak berada di pulau-pulau di mana akses listrik saja nyala dari 6 ke 6. Pukul 6 pagi mati dan pukul 6 sore baru nyala.

Lalu apakah kebijakan ini salah? Bagi saya tidak salah bila diperuntukkan bagi sekolah-sekolah perkotaan sementara sekolah-sekolah pedesaan  (atau di Batam disebut wilayah hinterland)  maka penting dipertimbangkan ulang. Mas Menteri sebaiknya berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar bisa memetakan persebaran wabah COVID-19 khususnya di wilayah yang belum terjangkau.

Bisa jadi percepatan persebaran wabah tidak seperti di kota atau pun wilayah episentrum. Atau pun juga laporan Gugus Tugas di daerah yang melaporkan kasus jadi gambaran untuk tidak menjalankan pembelajaran dari dan di wilayah yang dimaksud, namun tetap melaksanakan protokol penanganan wabah sebagaimana yang berlaku.

Saya yakin, persebaran di wilayah hinterland seperti di Batam masih bisa diantisipasi karena pemda punya tim kerja agar penyebaran bisa dibatasi dengan gerak cepat.

Kekacauan sistem pembelajaran daring ini sudah selayaknya jadi pembelajaran baik di tingkat pusat maupun daerah. Koordinasi antar elemen pemerintahan sebaiknya berjalan secara prosedural melalui tahap-tahap yang tepat dalam mengambil keputusan.

Mas Menteri butuh jaringan tugas kerja hingga ke pelosok daerah sehingga informasi tentang situasi daerah memungkinkan untuk mengambil kebijakan yang tepat sasaran tanpa menimbulkan persoalan-persoalan baru.

Arti penting lainnya, kebijakan Mas Menteri sudah saatnya dirumuskan dalam bentuk Kebijakan Tanggap Darurat yang kaitannya dengan mitigasi bencana di bidang pendidikan.

Harapannya, periode ini jadi pembelajaran dan periode ke depannya kita punya satu rumusan program di bidang pendidikan yang tepat sasaran dan tepat kebijakan sesuai situasi yang berlaku.

Ternyata Mas Menteri, wabah virus corona membuktikan serta membuka mata kita bila anggaran negara minimal 20 persen untuk bidang pendidikan belum maksimal guna memperbaiki kekacauan.

Wabah ini jelas memperlihatkan pada kita bahwa kita masih butuh orang-orang yang cerdas melihat kondisi sekalipun dalam situasi gawat.

Semoga wabah yang hingga kini belum ditemukan vaksinnya dan diprediksi akan berulang mampu buat Mas Menteri membangun sinergitas antara pusat dan daerah. (*)



Judul asli: Membaca Dunia Pendidikan Indonesia di Tengah Wabah Corona. 




Diah Wahyuningsih Naat, seorang guru

Tags