News Breaking
Live
update

Breaking News

Dicopot dari Komut BPR Pekabaru, M Noer Layangkan Somasi

Dicopot dari Komut BPR Pekabaru, M Noer Layangkan Somasi



TanjakNews.com, Pekanbaru -- Pencopotan M Noer MBS, dari jabatqn Komisaris, PT Bank Perkreditan Rakyat Pekanbaru berbuntut panjang.

M Noer nelalui kuasa hukumnya, Erni Marita Pohan SH dan partner,  melayangkan somasi.

''Kami menegaskan pemberhentian klien kami tidak sah,'' kata Erni, kepada wartawan.

Mewakili pemberi kuasa, Erni mengungkapkan, alasannya karena hasil Rapat Umum Pemegang Saham-LuarBiasa ( RUPS-LB) PT Bank Petkreditan Rakyat Pekanbaru pada Kamis Tanggal 6 Oktober 2020 lalu, tidak sah. 

Lebih jelas, Erni menyampaikan,  bahwa sebelumnya M Noer diangkat sebagai Komisaris Utama PT Bank Perkreditan Rakyat dalam Rapat Umum Pemegang Saham pada tahun 2019 lalu. Dengan menjalani proses Assesmen Fit and propert tes. Dan dinyatakan Lulus oleh Otoritas Jasa Keuangan sudah memenuhi ketentuaan dalam pasal 36 SM 39 PP No 54 Tahun 2017 tentang  Badan Usaha Milik Daerah; 

Kedua, sesuai peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang syarat bagi anggota dewan direksi suatu PT Bank Perkreditan Rakyat diutamakan bukan pejabat publik supaya tidak mengganggu aktititas pejabat publik tersebut.

Terkecuali, sebut Erni, bahwa pejabat publik tersebut bisa menjalankan tugasnya dengan baik di bidang pemerintahan maupun kegiatan bisnis dalam perseroan. Peraturan tersebut terpisah maksud dan tujuannya dengan persyaratan bagi dewan komisaris sehingga tidak mutandis berlaku bagi dewan komisaris karena tugas dan fungsi yang berbeda.

PT BPR Pekanbaru saham mayoritasnya dimiliki oleh Pemko Pekanbaru dan Perusahaan Daerah milik Pemerintah Kota Pekanbaru. Sehingga PT BPR Pekanbaru merupakan perusahaan daerah milik Pemko Pekanbaru.

"Dan suatu kewajaran apabila salah satu anggota Dewan Komisaris dijabat oleh pejabat publik yang berdinas di Pemerintah Kata Pekanbaru sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) dan (2) PP No 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah," jelasnya.

Dikatakannya, RUPS-LB  suatu perseroan terbatas boleh dilaksanakan dengan salah satu alasan yaitu apabila seorang, beberapa orang atau seluruh anggota dewan direksi melakukan tindakan melanggar hukum/pelanggaran yang fatal dan dapat mengakibatkan kerugian bagi perseroan yang dibuktikan dengan adanya audit dari akuntan publik.

Menuru kuasa hukum M Noer, salah satu hasil RUPS-LB PT BPR Pekanbaru pada  6 Oktober 2020 adalah memberhentikan M Noer selaku Komisaris Utama karena M Noer pejabat publik dan itu dikatakan melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan karena M Noer adalah pejabat publik. Erni mengatakan alasan itu tidak dapat diterima. Karena bertentangan dengan ketentuan pasal 36 ayat (2) PP No: 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah yang menyatakan unsur komisaris terdiri dari unsur independen dan unsur lainnya. Yang dimaksud usur lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas pejabat pemerintah pusat dan pejabat pemen'ntah daerah yang tidak bertugas melaksanakan pelayanan publik.  

"Sehingga jika demikian seharusnya pengangkatan  Syahrul SE MM selaku Komisaris Utama yang baru dan  Musyalimin selaku Komisaris tidak sah karena Musyalimin juga pejabat publik Pemerintah Kota Pekanbaru," ungkapnya.

Kuasa hukum M Noer menyatakan RUPS-LB  PT BPR  Pekanbaru yang dilakasanakan tanggal 6 Oktober 2020 tidak sah dan batal karena hukum, karena tidak didasarkan kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghasilkan keputusan dengan standar ganda demi kepentingan pemegang saham tertentu serta dapat mengakibatkan rusaknya sistem manajemen.

Perusahaan yang sudah berjalan dengan baik dan dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Maka jabatan dewan direksi, dewan komisaris hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham pada Tahun 2019 masih sah dan tetap menurut peraturan yang berlaku. 

Atas keadaan ini kuasa hukum menyarankan kepada pihak dimaksud dalam somasi ini untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan M Noer dalam jangka waktu tujuh hari dan terhitung semenjak tanggal surat untuk menghindari adanya tuntutan perdata. 

Surat tersebut juga diteruskan ke  Walikota Pekanbaru,  Gubernur Riau, Kepala OJK Riau, Kepala OJK pusat. Kemudian, kepada Kapolda Riau, dan Kapolresta Pekanbaru.

Selain itu, artinya, kata Erni, 
bahwa pasal 7 ayat 1 Undang Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik membedakan antara tugas sebagai penanggung jawab dengan tugas pelaksana pelayanan publik. Dijelaskan lagi, jabatan Kepala Dinas adalah merupakan tugas penanggung jawab artinya bukan tugas pelaksana pelayanan publik. Karena itu  tidak menjadi halangan herdasarkan PP tersebut untuk tetap menjabat sebagai komisaris utama. Hal tersebut sudah dikonfirmasi kepada OJK, sehingga tidak beralasan hukum bagi RUPS-LB untuk memberhentikan komisaris utama. 

Menurut Erni, mekanisme RUPS-LB yang dilaksanakan oleh PT. BPR Pekanbaru tidak memenuhi peraturan dan ketentutan perundang-undangan. Di antaranya Undang-Undang Perusahaan antara lain harus adanya pemberitahuan kepada komisaris utama, adanya hak pembelaan, agendanya harus khusus tidak boleh digabung dengan agenda RUPS lain. 

"Akibat dari tidak dipenuhinya mekanisme tersebut maka Keputusan RUPS LB tersebut tidak sah secara hukum," katanya.

''Itulah yang ingin kami tegaskan, agar pihak pemilik saham dapat mempertimbangkan adanya kecacatan pemberhentian klien kami ini,'' tegas Erni.***

Tags