Amnesty Internasional: Penembakan hingga Tewas 6 Laskar FPI Berpotensi Unlawful Killing
![]() |
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. |
TanjakNews.com, Jakarta -- Tewasnya enam laskas Front Pembela Islam (FPI) yang mengawal ulama, Imam Besar Habib Rozieq Syihab di jalan tol beberapa waktu lalu disorot Amnesty International Indonesia (AII).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid menyebutkan, tindakan kepolisian melakukan penembakan terhadap enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) berpotensi jadi unlawful killing atau pembunuhan yang terjadi di luar hukum.
Pasalnya, menurut Usman polisi hanya diperbolehkan menggunakan kekuatan atau kekerasan menggunakan senjata api sebagai upaya terakhir.
"Penggunaan senjata api ketika berada di situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing," tegas Usman kepada awak media, Senin (7/12/2020).
Usman memaparkan, penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia telah diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009.
Kemudian, Peraturan Polisi tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 juga berisi bunyi yang menyatakan:
Bahwa penggunaan senjata api hanya diperbolehkan jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan penggunaan kekuatan secara umum harus diatur dengan prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran dan mengutamakan tindakan pencegahan.
Sementara pernyataan Dr. Mulyadi Dosen Pasca Sarjana Ilmu Politik UI, DR Mulyadi, dalam kasus ini, sudah jelas ada warga negara yang ditembak dan ada instrumen negara yang menembak.
"Nah, untuk memperjelas ini, berikan kesempatan kepada penyidik independen. Dalam demokrasi biasa itu," ujarnya kepada Rahma Sarita dari Realita TV.
Menurutnya, kalau itu yang terlibat dengan polisi, harusnya dikumpulkan saja, karena polisi adalah instrumen negara yang dilatih untuk melumpuhkan. Bukan membunuh. Harusnya menembak kaki karena itu ilmu bela diri tertinggi.
"Kalau tentara bukan nembak kali, tapi kepala, jantung, supaya digotong ke kuburan. Tapi kalau polisi nembak kaki supaya digotong ke pengadilan. Nah, jadi itu filosofi dasar keilmuan," pungkasnya. (Oce Satria/GenPi)