Jhon Naro, Robert 'Bob' Kennedy, dan Tugas Pengawalan di ITB
"Djok, butuh duit gak lu? Orang Bandung biasanya gak butuh."
TanjakNews.com, Historia -- Dalam hati saya berdebar-berdebar, karena bertugas mengawal langsung tamu Negara. Jaksa Agung Robert Kennedy atau dikenal sebagai Bob Kennedy, bukan tamu sembarangan, pada 1964 dia membawa missi khusus berunding dengan Presiden antara lain kasus tertangkapnya Alan Pope.
Pukul lima sore saya berangkat ke Jakarta diantar sopir. Di paviliun Istana Negara saya bertemu Jaksa Jhon Naro, Buyung Nasution kepala Humas serta seorang Komisaris Polisi.
Sambil bergurau Jhon Naro berkata, "Djok butuh duit gak lu? Orang Bandung biasanya nggak butuh." Ia lalu menyerahkan uang kontan yg telah dibungkus. Hal ini menjadikan pengalaman yang berkesan, Walaupun hanya tidur di paviliun Istana tetapi hal tersebut istimewa, tidak semua Jaksa bisa mendapat kepercayaan demikian.
Pesan Pak Jhon Naro malam itu, "Hati-hati Djok. Mahasiswa lincah-lincah dan begitu sampai di Bandung besok, lu yang dampingin tamu. Agak belakang sedikit, karena sudah diatur. Nanti Gubernur Mashudi dan Panglima Ibrahim Adji di sampingnya, lalu Jaksa Tinggi Priatna bersama utusan Jaksa Agung Goenawan," pesan John Naro.
"Tugas lu biasa, seperti biasanya, menurut Pak Jaksa Tinggi, you sudah biasa menerima tugas-tugas begitu. Pokoknya amankan deh. Ini menyangkut nama kejaksaan dan sudah tentu Negara," sambungnya.
Di Hussen Sastranegara saya mendampingi Jaksa Agung AS, Bob Kennedy. Masuk ITB mendapat sambutan bagus, tidak ada telur busuk atau tomat yang dilemparkan.
Saat melepas pulang di lapangan terbang, bahu saya ditepuk-tepuk oleh Bob Kennedy. Saya mendapat hadiah pin simbol Amerika. Saya menghormat sambil mengucapkan "Bon Voyage".
Saya melapor kepada Kajati di kantor dan langsung diperintahkan pulang tidur, memberi ucapan terima kasih sambil mengatakan, "Sukses tugas kita Djok, tapi Djoko dicari istrinya. Kemarin telepon ibu dirumah. Nggak cerita kepada istri you ke Jakarta?".
Presiden Sukarno sempat menerima Jaksa Agung Amerika Serikat, Robert Kennedy, dan istrinya, Ethel Kennedy, di Istana Merdeka, pada Januari 1964. Kedatangan Robert Kennedy, adik Presiden John Kennedy, ke Indonesia sebagai utusan khusus Presiden AS, Johnson, untuk mendamaikan konfrontasi antara Indonesia-Malaysia yang dibantu Inggris, yang telah menjadi perang terbuka di perbatasan kedua negara.
Robert Kennedy, yang juga seperti kakaknya John Kennedy, mati terbunuh ketika berkampanye untuk Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya itu, ia telah dua kali bertemu Bung Karno. Pertama di Tokyo, ketika Bung Karno berada di sana. Pada 22 Januari 1964, ia kembali ke Jakarta dari Kuala Lumpur. Ketika itu, Bung Karno sudah kembali dari Jepang.
Salah satu acara dalam kunjungan empat hari di Indonesia, Robert Kennedy akan memberikan ceramah di Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta Pusat. Suasana berjalan mulus ketika mobil tamu negara memasuki pekarangan UI. Tapi, setelah melewati pagar betis untuk menuju Aula Fakultas Hukum UI, tiba-tiba sebuah timpukan telur busuk dari sela-sela kerumunan orang mengenai kepalanya.
Menurut seorang mantan mahasiswa UI yang ketika itu berada di kerumunan, Robert Kennedy tidak menunjukkan kemarahannya. Tidak diketahui siapa pelemparnya dan tidak ada upaya mencari siapa pelakunya. Namun setelah insiden ini, dia tetap berceramah.
Ketika itu, di samping anti-Inggris yang menurut Bung Karno sebagai arsitek berdirinya Malaysia, juga anti-Amerika Serikat dengan semboyan "Go to hell with your aid", yang sering dikumandangkan Bung Karno. Kalau di Baghdad, Presiden Bush pernah ditimpuk dengan sepatu oleh Multazar Aljaidi (44 tahun), sebelumnya nasib yang sama menimpa Kennedy.
Dua hari sebelum Robert Kennedy ke Indonesia, telah terjadi demonstrasi anti-Inggris dan mendesak pemerintah memutuskan hubungan diplomatik dengan negara ini. Kaum buruh Indonesia telah mengambil alih tiga perusahaan Inggris: Unilever di Jakarta dan P&T Lands, serta satu lagi di Subang, Jawa Barat.
Pada 20 Januari 1964, kaum buruh juga mengambil alih perusahaan PT Shell Indonesia di Jalan Perwira yang kini menjadi kantor pusat Pertamina. PT Shell adalah milik bersama Inggris-Belanda. Juga, pabrik rokok British American Tobacco (BAT) yang memproduksi rokok Commodore dan Escort di Cirebon diambil alih oleh buruh. (Oce Satria)
Sumber:
•Disarikan dari dari biografi Jaksa Djokomoelyo, SH.
•Repubika.co.id
•Agung Firdaus, di Indonesia Tempo Doeloe