News Breaking
Live
update

Breaking News

Natsir dan Rokok, Berpisah Tiada

Natsir dan Rokok, Berpisah Tiada

Natsir, tokoh Partai Masjumi, pun suka menghisap rokok. (Foto: Biografi M Natsir)

INI cerita tentang M Natsir yang perokok. Suatu kali terlihat ia sedang berehat di sela-sela acara Kampanye Partai Masyumi. Menjelang Pemilihan Umum tahun 1955. Konon menurut cerita orang-orang dekatnya,  Natsir mampu menghabiskan satu setengah bungkus rokok setiap harinya sebelum ia benar-benar berhenti merokok di tahun 1970-an. 

Rokok kegemarannya ialah rokok putih. Commodore merupakan antara jenama rokok favorite Natsir. Rokok impor dari Amerika itu.

Lihat korek api yang tengah dipegang Natsir! Bergambar bulan bintang! Ya, lambang khas Partai Masyumi, partai politik Islam terbesar di Indonesia pada masa itu yang kemudian dilarang oleh Soekarno karena diduga menyokong "pemberontakan" PRRI di Sumatera Tengah. 

Mohammad Natsir lahir di Alahan Panjang, Minangkabau, Sumatera Barat pada 17 Juli 1908. Natsir adalah tokoh Islam yang masyhur dan juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia bukan hanya merupakan pendiri sekaligus pemimpin Partai Masyumi, ia juga pernah memegang jabatan Perdana Menteri Indonesia dan Menteri Penerangan pada masa kabinet Syahrir 1 dan 2. Di dunia internasional, Natsir memegang jabatan Ketua Dewan Masjid Sedunia (World Muslim Congress). Ia mendapat tiga anugerah gelar doktor Honoris Causa. Satu dari Lebanon, dan dua dari Malaysia.

Yang juga terkenal dari M Natsir adalah tentang kesederhanaannya, yang mungkin agak kontras dengan kebiasaannya merokok itu. Salah satu kesederhanaan M. Natsir yang cukup masyhur, tentu saja apa yang dikisahkan George McTurnan Kahin, seorang peminat Asia Tenggara yang tekun. “Ia memakai kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah saya lihat di antara para pegawai pemerintah mana pun" ujar Kahin, tertuang dalam buku Muhammad Natsir: 70 Tahun Kenang-Kenangan Kehidupan dan Perjuangan (Jakarta: Pustaka Antara, 1978). Para pegawai Departemen Penerangan masa itu kemudian berpatungan untuk membelikan Natsir sebuah baju yang baik bagi seorang ‘bos’. Seorang menteri yang kemeja(atau jas)-nya bertambal tentu nampak tak nyata di kehidupan kita hari ini. Seperti di negeri dongeng, tapi demikian sejarah mencatatnya sebagai kenyataan.

Pak Natsir terbiasa melakukan Yoga. Dalam bincang-bincang dengan majalah Panji Masyarakat (No. 251, Tahun Ke XX, 15  Juli 1978, hlm 21), ia menyatakan sekali-sekali ada juga melakukan Yoga. “Kalau kaki sudah di atas dan kepala di bawah, wah itu sudah cape sekali” ujar Pak Natsir yang ketika itu tepat berusia 70 tahun. Perkara Yoga ini, ia mempelajarinya dari Mochtar Lubis. Keduanya sama-sama dikerem Orde Lama di Rumah Tahanan Militer (RTM) Jalan Guntur.

Hal ini diceritakan pula oleh Mochtar Lubis dalam bukunya Catatan Subversif (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1980). Kedua insan ini (dan beberapa tokoh lain) dipertemukan rezim Orde Lama dalam penjara. Mochtar ditahan (sejak 1957) karena kerja-kerja jurnalistiknya yang memekakkan penguasa ketika itu. Sementara Pak Natsir ditahan karena peristiwa PRRI, ia masuk tahanan sejak tahun 1962. 

Awalnya mereka ditahan di tempat yang berbeda. Pak Natsir ditahan di Malang dan Mochtar Lubis di Madiun. Setelah pemberontakan PKI, para tahanan politik dipindahkan ke RTM Jakarta, tepatnya pada 25 Oktober 1965. 

Setahun kemudian keduanya dibebaskan dari penjara, tanpa sekali pun pernah diadili. Pak Natsir keluar dari penjara pada 26 Oktober 1966. Kira-kira setahun kedua manusia berwatak kukuh ini hidup bersama dalam tahanan Orde Lama. Pada masa ini lah Pak Natsir dan Mochtar Lubis berlatih Yoga bersama dalam tahanan. 

Suatu kali salah seorang peserta (berinisial Sj) kentut ketika para tokoh bangsa ini beryoga bersama di sebuah pagi. Tentu saja mereka semua, termasuk Pak Natsir, tertawa terbahak-bahak.

Mochtar juga mencatat Bung Natsir (panggilannya kepada tokoh kita ini) sebagai seorang yang pelupa. Kadang jam tangan tertinggal di kamar mandi, cuci celana lupa di jemuran, lupa giliran ambil makanan atau lupa giliran cuci piring dan lain sebagainya (Catatan Subversif , hlm 328)

Ada pula gurat kekaguman Bung Mochtar kepada Bung Natsir. Hal itu ia ungkapkan ketika ia sudah ditahan Orde Lama, tepatnya pada Oktober 1957. Dari dalam tahanan Bung Mochtar memberi salut kepada Bung Natsir yang saat itu belum ditahan. Begini katanya:

Bung Natsir telah mengangkat suaranya memperingati cara-cara kampanya corat-coret tentang Irian Barat. Terutama dikritiknya memakai kata-kata seperti anjing-anjing, bunuh dan sebagainya. Sungguh Bung Natsir menunjukkan dia punya keberanian dan moral menimbulkan keyakinan pada hari depan bangsa kita. Selama masih ada pemimpin yang berani dan jujur serta bertanggung jawab seperti dia adalah harapan bagi bangsa kita tidak terjatuh di bawah telapak kaki teror, intimidasi dan kezaliman. (Catatan Subversif , hlm 79-80).

Natsir berselisih paham dengan Soekarno. Kritik-kritik tajamnya pada Soekarno membuat ia dipenjara dan dicekal. Kebiasaan merokok Natsir tetap bertahan saat ia dibuang oleh rezim Soekarno ke Batu, Malang, pada 1962-1964. Hanya saja, di Malang ia tak lagi dapat pasokan rokok putih. Pada masa-masa ini, Natsir melinting sendiri rokoknya. 

Bahkan  jauh hari sebelumnya, dikabarkan bahwa menjelang pendudukan Yogyakarta oleh Belanda, pada Desember 1948, Natsir yang tengah dirawat di rumah sakit Bethesda, kerap meminta dibawakan rokok pada orang-orang yang menjenguknya.

Natsir dan rokok memang berpisah tiada!



Oce, dirangkum dari berbagai sumber

Tags