News Breaking
Live
update

Breaking News

Kopi Berkeringat

Kopi Berkeringat




Oleh: All Amin

Mengaktifkan tak sekadar indra pengecap ketika menyeruput kopi, bagian dari cara menilik banyak hal dari secangkir kopi. 

Dalam pekatnya hitam dan kompleksitas rasa, kopi menyimpan beragam cerita. Kadang mesti sedikit memejamkan mata supaya dapat mengurai simpul-simpulnya.

Menyeruput kopi sembari mengasah kepekaan.

Kopi pernah melahirkan revolusi. Pun mengaborsinya. Kopi pernah menyuburkan feodalisme. Pun mematikannya. Kopi penyumbang kesejahteraan. Pun penyebab nestapa. Kopi membebaskan aliran pikiran. Pernah pula mengerangkeng kemerdekaan. 

Beberapa kali kopi menjadi titik pangkal pergeseran peradaban. Mengubah dunia.

Dulu, kopi yang mengawali kisah Napoleon Bonaparte. Kopi pula yang mengukir tajamnya literasi Max Havelaar.

Sekarang, kopi menjadi penanda bonafiditas sebuah kawasan. Di mana terpampang logo kopi, di situ harga tanahnya telah mendekati langit.

Harga kopi di seluruh dunia ada yang mendikte. Dikondisikan dari dua tempat. Robusta di London. Arabika di New York. Pengendali yang tak memiliki pohon kopi.

Kaldi penggembala kambing dari Ethopia itu, pasti tak mengira kalau tanaman yang tak sengaja ia temukan--makanan kambing-kambingnya--akan menjadi sangat hebat. Seperti sekarang.

Akhir abad ke-16 mulai muncul kedai-kedai kopi di Kota Paris.

Monarki yang absolut, ketimpangan ekonomi, penindasan, feodalisme, topik diskusi kedai kopi yang membakar emosi kala itu.




Diskusi mengkristal menjadi pergerakan. Kaum borjuis dan proletar bersatu menumbangkan kerajaan monarki. Puncaknya, meletus Revolusi Prancis tahun 1789. Penjara Bastille dirobohkan massa. Raja Prancis, Louis XVI dan Ratu sosialitanya Marie Antoinette dipenggal dengan pisau goillotine. Proses eksekusi dipertontonkan di hadapan rakyatnya.

Lahirlah Republik Prancis. Dengan semboyan: Liberte, Egalite, Fraternite. Peristiwa besar yang melahirkan nama Napoleon Bonaparte. Revolusi yang mengawali babak baru dalam sistem kenegaraan di Eropa.

Bergaung semangat baru; liberalisme, demokrasi, humanisme, kesetaraan.

Euforia semangat itu anomali dengan realitas yang disaksikan oleh Eduard Douwes Dekker di Hindia Belanda tahun 1856.

Praktik tanam paksa yang diterapkan Pemerintah Kolonial Belanda sungguh menyengsarakan penduduk pribumi. Perampasan, penindasan di daerah jajahan bertolak belakang dengan kultur yang sedang dibangun di Eropa kala itu

Pengamatan itu melahirkan buku yang mengguggah: Max Havelaar (Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda)

Max Havelaar menggambarkan penduduk pribumi itu seperti dipasangi pipa. Dari pipa itu semua sumber daya disedot. Dialirkan untuk kesejahteraan negara penjajah.

Bayangkan, kopi yang harganya sangat mahal di pasar Eropa kala itu, didapatkan Belanda tanpa modal. Mereka rampas melalui kebijakan tanam paksa. Keringat penduduk pribumi yang tidak dibayar, menjadi sumber kekayaan mereka. Jahat.

Begitulah konsep sederhana sebuah kolonialisme. Kemakmuran sebagian dihasilkan dari penindasan terhadap yang lainnya.

Max Havelaar membuka mata orang-orang Eropa. Tentang kekejaman Belanda terhadap daerah jajahannya. Politik tanam paksa jadi perdebatan. Kaum liberal meminta tanam paksa dihentikan. Sebaliknya kelompok konservatif menolaknya. Mereka tidak mau kehilangan keuntungan yang sangat besar itu.

Untuk sekadar membalas budi Pemerintah Belanda akhirnya membuat kebijakan politik etis.

Membangun infrastruktur. Membuat program pendidikan; mendirikan sekolah, universitas. Dan, memberikan kesempatan kepada penduduk pribumi untuk bersekolah ke Eropa.

Buah politik etis itu, awal abad ke-19 bermunculan kaum intelektual pribumi di Hindia Belanda. Mereka bangkit, bergerak menentang kolonialisme.

Muncul perlawanan pemikiran: Ibrahim Sutan Malaka menulis Naar de Republiek Indonesia. Soekarno menulis Indonesia Menggugat.

Pada tahun 1945 kebangkitan itu berhasil mengikrarkan teks: Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa...

Ketika kopi berkelindan dengan imajinasi, maka ia dapat mengalir sangat jauh. Butuh sensitivitas pengindraan tahap lanjutan. 

Kemampuan mengecap rasa pun perlu disempurnakan. Pada kopi yang lazim terasa adalah; pahit, manis, dan asam.

Namun, ada satu lagi yang sangat penting. Mengasah kepekaan mendeteksi rasa; asin. Untuk memastikan tak ada keringat lain yang menetes ke dalam kopi yang sedang dinikmati. (All Amin)

Tags