Meraih Berkah, Berbisnis dalam Bingkai Syariah
![]() |
All Amin |
Oleh: All Amin
DALAM menjalankan kehidupan di dunia ini, manusia dianugerahi bekal oleh Allah SWT. Bentuknya ada empat; rahmat, nikmat, berkah, dan karunia.
Menurut penjelasan para ulama, keempat pemberian Allah itu bertingkat kedudukannya.
Pertama rahmat. Diberikan oleh Allah kepada semua manusia. Dalilnya dalam Alquran di surat Ar-Rum ayat 36.
Rezeki berupa makanan, kesehatan, keberadaan alam yang menyediakan beragam kebutuhan, di antara bentuk rahmat Allah.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya Allah memiliki 100 rahmat. Satu rahmat di antaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tetumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling berbelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dan Allah mengakhirkan 99 rahmat untuk Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.”
Rahmat Allah yang diturunkan ke dunia ini hanya 1%. Sedangkan yang 99% ditahan oleh Allah. Nanti akan dilimpahkan kepada para penghuni surga.
Bekal kedua adalah nikmat. Bila rahmat bisa diperoleh seluruh manusia, pun makhluk lainnya. Maka nikmat hanya teruntuk insan yang beriman. Dalilnya ada di dalam surat yang sangat populer. Yang dilafazkan sekurangnya 17 kali sehari. Surat Alfatihah ayat 7.
Keimanan merupakan peranti yang mesti dimiliki, agar dapat merasakan rahmat sebagai nikmat. Iman adalah alat untuk dapat menikmati rahmat Allah. Tanpa iman, rahmat hanya berfungsi sekadar pemenuhan kebutuhan hawa nafsu.
Bekal ketiga adalah berkah. Kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada mukmin yang terpilih. Untuk orang yang berikhtiar memantaskan diri agar dapat menerima berkah itu. Yakni orang yang beriman dan bertakwa. Dalilnya dalam Alquran surat Al-A'raf ayat 96.
Rezeki yang berkah, dapat membawa pemiliknya senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Orang dianugerahi keberkahan waktu, tak hanya disibukan oleh keperluan keduniawian. Kehidupan yang berkah hendaklah menjadi orientasi seorang muslim. Capaian prioritas.
Bekal yang paling tinggi adalah karunia. Keistimewaan yang diberikan oleh Allah untuk hamba-hamba khusus saja. Untuk Nabi dan Rasul lazim juga disebut mukjizat. Untuk hamba selainnya biasa disebut karomah. Dalilnya dalam surah An-naml ayat 40. Seorang ahli ilmu yang berkata kepada Nabi Sulaiman, "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Karunia Allah dalam pandangan umum tampak seperti keajaiban.
Jadi, syarat mutlak untuk menggapai berkah dari Allah adalah keimanan dan ketakwaan. Itu sudah harga mati. Tak bisa ditawar.
Berbisnis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan guna menjemput rezeki. Berbisnis adalah aktivitas yang mulia.
Rasulullah pernah ditanya, "Wahai Rasulullah, pekerjaan apakah yang paling baik?" Beliau menjawab, "Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan perniagaan yang baik." (HR. Ahmad)
Bekerja sebagai karyawan dan profesional, atau menjadi saudagar, sama baiknya. Selama dilandasi keimanan dan ketakwaan.
Keberadaan iman di dalam dada, dan sikap takwa, itulah yang akan mengaktivasi dan menajamkan sensor seseorang dalam mendeteksi kehalalan rezeki yang ia peroleh.
Sejatinya, seorang muslim harus bersungguh-sungguh menjaga kehalalan rezeki yang ia gunakan. Sebab sangat berisiko bila ia sengaja memasukkan sesuatu yang tidak halal ke dalam tubuh. Akibatnya: Doa tidak akan diijabah. Semua amal ibadah ditolak. Dan daging yang tumbuh dari barang haram, tidak bisa masuk ke dalam surganya Allah SWT.
Realita saat ini, banyak hal yang dapat mencemari kehalalan rezeki itu. Seringkali tanpa disadari. Bisa disebabkan kelaziman. Perihal yang dikira wajar. Sebab keterbatasan pengetahuan, dsb.
Itulah alasan mengapa belajar fikih bermuamalah itu sangat penting. Guna memahami aturan syariat terkait muamalah maliyah.
Seperti pentingnya menguji mata air yang akan diminum ke laboratorium. Sebab, bisa jadi di dalam air yang tampak jernih itu terkandung unsur-unsur yang membahayakan kesehatan. Bila terdeteksi detail, tentu akan bisa lebih tepat menanganinya.
Hukum asal bermuamalah itu boleh, kecuali ada dalil yang melarang. Begitu kaidahnya.
Setidaknya larangan-larangan yang bersinggungan dengan bisnis yang dijalankan, mesti dipahami oleh seorang wirausahawan muslim.
Karena beda jenis bisnisnya beda pula aturan syariat yang berlaku di situ.
Misal, tentang bedanya besaran zakat yang mesti dikeluarkan; antara bisnis tambang, peternakan, pertanian, dan bisnis perdagangan.
Tentang akad-akad bertransaksi yang mempengaruhi selisih waktu antara penyerahan barang dan uang. Keakuratan timbangan. Tersamarnya praktik-praktik rasuah. Atau jenis-jenis barang yang tidak boleh diperjual belikan dari tinjauan aturan agama Islam. Dan, banyak lagi.
Detailnya aturan syariat tentang bermuamalah cukup kompleks. Namun, bila diklaster segala ragam aturan itu akan terhimpun ke dalam tiga kelompok. Yaitu; zalim, riba, dan garar.
Sensor pebisnis muslim mesti sensitif membaca ketiga larangan syariat itu di dalam bisnis yang ia jalankan. Sebagai wujud ikhtiar dalam rangka menjaga kehalalan sumber rezeki yang akan digunakan.
Itu pondasinya. Prinsip yang harus digenggam erat.
Selanjutnya untuk menjadi pebisnis sukses pun mesti memiliki keterampilan teknis yang mempuni.
Perspektif yang benar mesti dipadukan dengan ikhtiar yang sempurna. Sebagai pemenuhan syarat kauniyahnya.
Rupa kemampuan teknis dalam berbisnis itu pun sangatlah beragam. Beda ranah bisnis, tentu berbeda pula spesialisasinya.
Lain padang lain belalang. Lain lubuk lain ikannya.
Namun, ada beberapa yang sifatnya fundamental. Pemahaman dan keterampilan yang mutlak dimiliki oleh seorang pebisnis.
Mulai dari yang paling dasar. Ini poin penting untuk calon pebisnis.
Pertama, pengertian tentang bisnis. Kapan sesuatu itu disebut sebagai bisnis? Jawabannya: Ketika sudah terjadi transaksi. Setelah ada aktivitas saling tukar-menukar nilai tambah. Bertukar uang dengan barang dan jasa. Barulah itu disebut bisnis.
Kedua, pemahaman tentang apa yang menjadi roh sebuah bisnis. Mengerti syarat mutlak agar suatu bisnis bisa hidup.
Nyawa bisnis itu adalah arus kas. Uang masuk. Bila tidak ada uang masuk. Seraksasa apa pun sebuah bisnis, pasti akan mati. Banyak contoh dapat disaksikan kasat mata. Teranyar di masa pandemi Covid-19 ini, betapa banyak perusahaan besar bertumbangan. Tak cuma itu, bahkan negara pun ada mengalami kebangkrutan. Mengapa? Sebab arus kasnya terganggu.
Bila sudah paham tentang jantungnya, maka langkah selanjutnya adalah membuat jantung itu berdenyut. Menghidupkan bisnis.
Penggeraknya adalah tersedianya pasar. Bisnis itu mendapat uang masuk dari penjualan. Barang maupun jasa.
Maka keterampilan menjual adalah kemampuan wajib yang mesti dimiliki oleh seorang pebisnis.
Idealnya: Mulailah sebuah bisnis dari melihat peluang pasar. Bukan dari kemampuan membuat suatu karya berupa barang maupun jasa.
Contoh sederhananya begini. Ada seorang ibu rumah tangga yang ingin berbisnis. Ia terampil membuat kue-kue kecil. Kue bikinannya enak-enak. Ia tinggal di suatu daerah yang belum terlalu ramai. Di sekitar tempat tinggalnya sedang banyak pembangunan kawasan hunian.
Maka untuk ibu itu, secara teori peluang bisnis yang lebih berpotensi sukses adalah membuka toko material. Bukan toko kue.
Mempelajari seluk beluk bahan bangunan baginya relatif lebih mudah, dibandingkan dengan mencari pasar untuk kue-kue enak yang bisa ia buat.
Mulailah dari peluang pasar. Mulai dari apa yang bisa segera dijual. Segera terjadi transaksi dan terus berulang. Agar arus kasnya segera berputar, membesar, dan berkesinambungan.
Seringkali ada pertanyaan, "Apa bedanya pemasaran dengan penjualan?"
Jawaban versi Tausiah Bisnis begini:
Ibarat sebatang pohon yang terdiri dari beberapa bagian. Ada akar, batang, cabang, ranting, daun, pucuk, bunga, kesemua itu adalah pemasaran.
Dan buah dari pohon itu adalah penjualan.
Secanggih apapun rangkaian strategi pemasaran didesain dan dijalankan. Bila ujungnya tidak menghasilkan penjualan. Gagal. Nonsens. Serupa pohon tak berbuah.
Berbicara tentang pemasaran dan penjualan ini pun merupakan hal yang teramat sangat kompleks. Dinamis. Kasuistik. Teori-teorinya sangat beragam. Njelimet.
Bagi para praktisi marketing tentu sangat familiar dengan istilah-istilah serupa; positioning, diferensiasi, branding, pricing strategy, targeting, segmentasi, promotion, distribution, penawaran, dan masih banyak lagi.
Dalam Tausiah Bisnis seluk-beluk terkait kewirausahaan, pemasaran, dan penjualan itu yang akan diurai. Aplikasi teorinya dicocokkan dengan kebutuhan audiens saat itu. Agar bersesuaian.
Format kegiatan Tausiah Bisnis itu kombinasi antara pemaparan dan diskusi. Komposisinya separo-separo.
Karakter setiap bisnis itu beda. Pola B to B beda dengan B to C. Memasarkan produk consumer goods tak bisa sama dengan berjualan kuliner. Lain cara megomersilkan bisnis properti, lain pula cara menjual mobil. Mempromosikan coffee shop tentu berbeda dengan memarketingkan Rumah Sakit. Pelobian lisan tak serupa dengan penawaran tertulis. Sekali lagi, sangat kompleks.
Pebisnis mesti mengerti detail ekosistem bisnisnya. Apakah habitatnya air laut atau air tawar. Atau mungkin hanya kolam kecil yang sukar untuk dikembangkan.
Tausiah Bisnis sebuah program yang mengajak calon wirausaha, para wirausaha, atau siapa pun yang tertarik dengan kewirausahaan, untuk saling berdiskusi tentang dunia kewirausahaan itu sendiri.
Tentang keterampilan yang bersifat teknis, dan pemahaman nonteknis. Serta tentang kaidah-kaidah syariah yang bersinggungan dengan kewirausahaan itu.
Mengusung tagline: Berjemaah Mengubah Arah, di antara poin bahasan dalam Tausiah Bisnis adalah: niat, rezeki halal, permodalan, utang-piutang, riba, siap untung rugi, keterampilan menjual, membuat penawaran, seni negosiasi, strategi pemasaran, sikap mental wirausaha, dll.
(Ringkasan materi Tausiah Bisnis di Masjid Alam Al-Barakah Komplek RGV Setu, Bekasi. Juli 2022)
Semoga bermanfaat. Sampai jumpa. Wasalam.
All Amin | Founder Tausiah Bisnis)