News Breaking
Live
update

Breaking News

Kikira Duit Pejabat Dari Mana Ya?

Kikira Duit Pejabat Dari Mana Ya?

 
Ilustrasi/net



tanjakNews.com -- Imbauan supaya anggota Polri---seharusnya seluruh penyelenggara negara berikut keluarga, kerabat, dan selingkuhannya---agar tak bergaya hidup mewah cuma akan menjadi kacang kulit tanpa isi dan berakhir sebatas hangat-hangat tahi ayam, sepanjang tidak ada perubahan sistem dalam pemerintahan dan pola pikir masyarakat dalam hal memandang kekuasaan dan para pejabatnya.

Mereka hanya akan menghentikan sejenak pamer tas Gucci, mobil Rubicon, vila di Bali, rumah di Pondok Indah, dugem di Atlas, atau liburan ke Eropa di medsos untuk kemudian kelakuan norak macam itu dilakukan lagi jika isunya sudah mereda. Sebab, sesungguhnya, mereka yang seperti itu hanyalah segumpal manusia berharta banyak namun bermental miskin. 

Tak cukup hanya imbauan tetapi harus ada sistem untuk mengontrol supaya duit negara dan kewenangan jabatan dalam pemerintahan semakin sempit untuk dipakai sebagai mesin uang bagi pribadi/golongan secara korup. Mindset masyarakat pun harus berubah, dalam arti, radar harus berbunyi jika melihat di sekitar lingkungan tempat tinggal masing-masing, ada pejabat/ASN yang gaya hidup dan kepemilikan hartanya tidak sesuai dengan profil penghasilan sebagai pelayan masyarakat. 

Jangan justru makin dihormati dan diberikan panggung sosial berlebih dalam kehidupan sehari-hari!

Ketimbang menghabiskan uang negara miliaran hingga triliunan rupiah untuk membangun aplikasi yang tidak karuan, lebih baik buat satu aplikasi terintegrasi milik negara yang memuat informasi resmi berapa gaji, tunjangan, dan insentif resmi seluruh jabatan pemerintah pusat hingga daerah; lokasi rumah jabatan masing-masing berikut fasilitas fisik dan non-fisik yang didapat; laporan rutin bulanan pemeriksaan PPATK mengenai profil transaksi pejabat dan setidaknya tiga tingkat ke atas, bawah, dan samping garis keturunannya; catatan kepemilikan barang mewah penyelenggara negara yang diberikan penanda khusus di STNK (untuk kendaraan), sertifikat (kepemilikan properti), RDN (kepemilikan saham dan sejenisnya), tanda kepemilikan bisnis lainnya seperti pom bensin, tambak dsb; perluasan kewajiban LHKPN berikut laporan cek-riceknya; modul whistleblowing system bagi masyarakat untuk melaporkan gaya hidup mewah pejabat/ASN; informasi perkara pengadilan yang menyangkut penyelenggara negara. 

Pokoknya apapun upaya penggunaan IT lainnya untuk mengontrol kelakuan dan 'mempermalukan' para pejabat dan keluarganya yang bergaya hidup mewah. 

Saya belum tahu persis berapa jumlah resmi penyelenggara negara dan ASN yang menduduki posisi kunci di pemerintahan, terutama yang berposisi basah semacam penanganan kasus, pemberi izin, pengelola pengadaan barang dan jasa dst. 

Taruhlah ada 5 juta orang. Rasanya sangat mungkin membangun aplikasi semacam itu untuk mengontrol jumlah yang hanya 1,85% dari total penduduk Indonesia tersebut.

Jika mau!

***

Pemilu 2024 semakin dekat, oleh karena itu janganlah melulu terpukau dengan apa yang tampak tapi telisiklah apa yang tidak tampak atau sengaja disembunyikan. Sebab, konten medsos yang dibuat-buat merakyat, konferensi pers yang sudah diatur, narasi yang dipermak seolah menampilkan visi dan karakter tertentu, hingga sikap religius yang sengaja ditonjolkan untuk memikat orang adalah omong kosong yang jamak diproduksi pada musim pemilu. Biaya produksinya pun mahal!

Darimana duit untuk menghasilkan semua itu adalah yang justru penting dipertanyakan dan kerap kali lebih akurat untuk menggambarkan karakter kekuasaan dan kebijakan macam apa yang akan diproduksi jika ia terpilih nantinya. 

Duit itu bisa didapat darimana saja. Tetapi, biasanya, hanya politisi tolol yang menggunakan uang pribadi atau warisan untuk berkontestasi. Maka, biasanya, digunakanlah cara 'menyisihkan' dari komisi pengadaan barang dan jasa pemerintah, janji/konsesi dengan pengusaha/vendor, mengakali bank/lembaga keuangan melalui instrumen utang, melakukan aksi korporasi palsu, dan banyak cara lainnya.

Tapi secara umum, biasanya, pengusaha akan bermain di semua kaki untuk memastikan agar siapapun yang terpilih akan membalas budi kepada mereka. Politisi tahu itu dan akan bermain ke semua kaki juga untuk memastikan mereka mendapat logistik dari semakin banyak pengusaha. Rakyat pemilih yang akan dibelah untuk diadu domba untuk memunculkan efek drama politik dan menjual mimpi Indonesia akan lebih baik di masa depan.

Dua periode pemilu terakhir yang menghasilkan pemimpin bernama Jokowi, kan, berlangsung seperti itu, bukan?

Akhir tahun ini dan awal 2023 adalah kunci penting. Proyek-proyek pemerintah digeber pada akhir tahun agar anggaran kelihatan banyak terserap. Investor besar terutama di sektor teknologi akan segera angkat kaki karena umur investasi mereka hampir habis dan mereka mesti cuan: contohnya GOTO yang selepas periode lock-upnya habis pada 30 November 2022 berpotensi ditinggalkan investor besarnya seperti Alibaba dan Softbank dengan aksi menjual saham (kabarnya mau dilepas senilai US$1 miliar setara Rp15 triliunan).

Lalu ada pula uang negara yang berpotensi dikutil dari proyek mercusuar macam IKN dan kereta cepat. IKN, mau ngomong apapun juga, dibiayai 20% dari total Rp466 triliun oleh APBN. Kereta cepat juga ratusan triliun uang negara dipakai di situ. Itu dua proyek yang gurih bagi para komisioner pemburu rente yang diback-up kekuatan politik.

Belum lagi sektor merakyat macam subsidi pupuk (setidaknya Rp25 triliun/tahun), subsidi listrik, proyek penugasan di BUMN, penentuan bonus dan tantiem BUMN...

Lihat pula pengelolaan dana nganggur macam BPJS Ketenagakerjaan (JHT) yang ditargetkan menuju Rp1.000 triliun dan sebagian besarnya ditaruh di surat utang negara (hitung sendiri komisi dan kick-backnya). Lihat juga dana kompensasi dan subsidi BBM yang hampir Rp500 triliun. Dana pendidikan yang porsinya 20% dari total APBN (Rp2000 triliun) yang jika tidak diawasi bisa disalahgunakan untuk memenuhi mimpi gila aplikasi menteri dan tim bayangannya itu. Belum lagi dana pembelian listrik PLN ke pembangkit swasta yang kontraknya jangka panjang hingga puluhan tahun ke depan (salah satunya PLTU Batang milik Boy Thohir). 

Pada 1965, Presiden Soekarno menulis lagu "Mari Bersuka Ria". Baitnya antara lain begini:

Siapa bilang bapak dari Blitar, bapak kita dari Prambanan..
Siapa bilang rakyat kita lapar, Indonesia banyak makanan.. .

Betul, Indonesia memang banyak makanan. Tapi sebagian besar dimakan kakap!

Salam.

Agustinus Edy Kristianto
(jurnalis, penggiat media sosial)

Tags