Baik Buruk KUHP Baru Tanpa Norma Penodaan Agama
tanjakNews.com, JAKARTA — KUHP baru disahkan DPR dan akan berlaku efektif pada akhir 2025 nanti. Salah satu perubahan di KUHP baru adalah mengubah frase 'penodaan agama' yang sebelumnya ada di KUHP
Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Rumadi Ahmad, tidak memuat adanya pasal penodaan agama seperti yang terkandung dalam KUHP lama peninggalan Belanda, KUHP Nasional yang baru dinilai mampu memberikan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam masyarakat.
Rumadi Ahmad dengan tegas membantah adanya anggapan yang menyatakan bahwa seolah-olah Kitab Undang-Undang Hukup Pidana (KUHP) baru tersebut akan mengancam kebebasan beragama.
Ia nenilai, pendapat tersebut adalah sebuah opini yang menyesatkan, karena sama sekali tidak disertai dengan penjelasan konkret soal aspek KUHP di dalamnya.
“Jika yang dimaksud terkait dengan delik keagamaan sebagaimana diatur dalam pasal 300-305, pendapat tersebut tidak sepenuhnya tepat,” ujar Rumadi
Bukannya mengancam kebebasan beragam, namun justru baginya, delik keagamaan yang diatur dalam KUHP baru telah diformulasikan dengan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan KUHP lama peninggalan kolonial Belanda.
Karena memang dalam delik agama tersebut diatur sedemikian rupa terkait adanya perbuatan yang bersifat permusuhan, kebencian, menghasut untuk kekerasan, hingga diskriminasi agama, kepercayaan orang lain serta golongan atau kelompok atas dasar agama dan kepercayaan.
Bahkan untuk menghindari semisal terjadi kemungkinan penyalahgunaan akan delik tersebut, sudah diatur dengan jelas dalam Pasal 300.
“Untuk menghindari adanya kemungkinan penyalahgunaan dalam pelaksanaannya, maka pada pasal 300 dijelaskan bahwa delik tersebut tidak bisa digunakan untuk memidana perbuatan atau pernyataan tertulis,” ungkap Rumadi.
Kemudian, hal yang dibatasi tidak hanya sekedar pernyataan tertulis semata, namun juga ucapan secara lisan, yang mana jika memang disampaikan secara objektif untuk kalangan sendiri ataupun dalam konteks ilmiah.
“Maupun lisan yang dilakukan secara objektif dan terbatas untuk kalangan sendiri, atau bersifat ilmiah mengenai sesuatu agama atau kepercayaan yang disertai dengan usaha untuk menghindari adanya kata atau kalimat yang bersifat permusuhan, kebencian atau hasutan,” papar dia.
Rumadi menambahkan bahwa penjelasan dan penekanan lebih lanjut mengenai kriteria orang yang bisa masuk ke dalam delik atau tidak, menjadi hal yang sangat penting karena memang sejauh sampai saat ini, adanya delik keagamaan terus diterapkan secara eksesif sehingga banyak korban atas nama ‘penodaan agama’.
Tenaga Ahli Utama KSP tersebut menegaskan bahwa delik keagamaan yang termaktub dalam KUHP baru bahkan mampu memberikan perlindungan yang sangat jelas kepada kelompok minoritas.
Utamanya adalah kelompok minoritas seperti para penganut penghayat kepercayaan, yang memang sebelumnya sama sekali tidak secara eksplisit disebutkan dalam KUHP lama peninggalan Belanda.
“Hal ini bisa dilihat dalam judul BAB VII KUHP baru yang memuat 6 pasal (pasal 300-305), yaitu Tindak Pidana terhadap Agama, Kepercayaan, dan Kehidupan Beragama atau Kepercayaan,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurutnya sama sekali KUHP baru ini tidaklah mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan di tengah masyarakat, namun justru memberikan perlindungan serta jaminan yang jelas.
“Contohnya, pada KUHP baru sudah tidak lagi memuat norma ‘Penodaan Agama’ Sebagaimana di dalam KUHP lama yang banyak dipersoalkan kalangan aktivis,” kata Rumadi.
“Siapapun yang mengikuti dengan cermat proses pembahasan delik keagamaan, akan melihat dengan jelas adanya perbaikan-perbaikan secara substansial dari KUHP lama,” tambahnya.
Berikut perbandingan frase pasal tersebut yang dikutip detikcom:
KUHP LAMA
Pasal 156 a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia:
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
KUHP baru menghapus dan menghilangkan frase 'penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama' dan mengubahnya.
Dalam BAB VII mengenai 'TINDAK PIDANA TERHADAP AGAMA, KEPERCAYAAN, DAN KEHIDUPAN BERAGAMA ATAU KEPERCAYAAN' diatur mengenai tiga poin jenis tindakan berhubungan dengan tindak pidana pada agama yang dilarang dalam KUHP baru ini. Berikut isinya:
Bagian Kesatu: Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan:
Pasal 300
Setiap Orang Di Muka Umum yang:
a. melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan;
b. menyatakan kebencian atau permusuhan; atau
c. menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi,
terhadap agama, kepercayaan orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Apa penjelasan Pasal 300? Berikut keterangannya:
Setiap perbuatan atau pernyataan tertulis maupun lisan yang dilakukan secara objektif, terbatas untuk kalangan sendiri, atau bersifat ilmiah mengenai sesuatu agama atau kepercayaan yang disertai dengan usaha untuk menghindari adanya kata atau susunan kalimat yang bersifat permusuhan, pernyataan kebencian atau permusuhan, atau hasutan untuk melakukan permusuhan, Kekerasan, diskriminasi atau penodaan bukan merupakan Tindak Pidana menurut pasal ini.(pinc)