News Breaking
Live
update

Breaking News

Paparan Skor Hakim Saldi Isra

Paparan Skor Hakim Saldi Isra



Oleh Indra Jaya Piliang
Calon Legislator DPRD Jakarta Raya Partai Golkar

SATU dari Sembilan Sulaeman (Nine Solomon) mendapatkan apresiasi tinggi dari publik. Kalimat Hakim Saldi Isra dikutip dan diucapkan lagi berkali-kali. Nama Saldi Isra menyembul ke puncak trending topic. Aktivis, politisi, pengusaha, medioker, terutama kalayak yang mengatakan sudah bersama Jokowi berdarah-berdarah sejak pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012, bersorak. 

Begini bunyi kalimat yang paling banyak dikutip dari Hakim Saldi:
‘Sebab, sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat’. 

Kalau bisa dipenggal, Hakim Saldi setidaknya menunjukkan:
- Peristiwa aneh / yang luar biasa. 
- Jauh dari batas penalaran  / yang wajar. 

Tentu bagi yang hanya mendengar ucapan Hakim Saldi, tanpa melihat ke naskah yang dibacakan, tekanan anak kalimat di atas bakal mengundang keingin-tahuan kuat. Tetapi bagi yang mengikuti gerakan kursor administrator tayangan tulisan Hakim Saldi dalam tayangan langsung, tentu bisa melihat atau membaca kata-kata berikutnya.

Peristiwa seperti apa yang jauh dari batas penalaran itu yang menimpa Hakim Saldi? 

Pertanyaan kritis itu langsung berada di dalam simpul saraf otak, manakala mendengar ucapan lantang, bertenaga, serta berayun bagai riak Danau Singkarak, dekat nagari Hakim Saldi. 
Lalu, terdapat rangkaian kalimat berikut: 
- Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya / hanya dalam sekelebat. 

Saya sama sekali tak mengikuti secara langsung apa yang disampaikan Hakim Saldi. Jadi, nuansa yang saya simak tentu berbeda dengan putusan yang menolak permohonan kader-kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Diluar itu, sebagai calon legislator Partai Golkar, saya belum atau tidak melihat manfaat langsung putusan Putaran Pilpres terhadap pertaruhan dan pertarungan di lapangan. Malah, terasa kian membebani pergerakan. Pilpres kembali lebih superior ketimbang pileg. 

Dan terkhusus lagi bagi Partai Golkar di DKI Jakarta. Setiap kali bicara di internal, saya selalu katakan bahwa Partai Golkar di DKI Jakarta adalah partai kurcaci. Ibarat mentimun bungkuk, ada tak menggenapkan, tak ada tak mengganjilkan. Dengan target yang besar, 250% kursi dalam pemilu 2024, bagaimana Partai Golkar DKI Jakarta menanggung beban lagi: berjibaku dengan Pilpres. Dengan pikiran itu, tak ada hiruk pikuk di kalangan Partai Golkar DKI Jakarta menyangkut isu=isu Pilpres 2024. 
Guna menangkap apa yang terjadi, saya menyisir pemberitaan media, terutama media online. 

Bagi saya yang sudah puluhan kali menyimak sidang-sidang putusan hakim, bukan saja Hakim  Konstitusi tentu, perubahan pendirian dan sikap hakim dan pihak terkait yang beracara, adalah menu tontonan yang sangat menyinetronkan pikiran. Persidangan yang berlangsung di pengadilan, jauh lebih menarik minat warga negara, ketimbang perdebatan di dalam sidang-sidang lembaga legislatif. Siaran langsung dari ruangan pengadilan bahkan turut serta mememunculkan kelompok fans yang terbelah. 
Bahkan, ‘pesona’ dari masalah-masalah hukum itu, sudah dimulai saat penyelidikan dan penyidikan. Mau kasus Jessica Wongso, Ferdi Sambo, maupun Rocky Gerung, sanggup mendapat animo tontonan yang memikat dan kuat dari masyarakat. Sehingga, dalam hemat saya, bukan sama sekali peristiwa aneh, kalau mayoritas hakim konstitusi dalam waktu sekelebat mengubah pendirian dan sikap. Kalangan intelektual, dikenal paling cepat mengubah pendirian dan sikap, apabila menemukan penalaran dan pendapat pihak lain lebih logis. Di ranah sosial media, kelompok ini dikenal sebagai Kelas Menengah Ngehe yang gampang berubah. 

Dalam bayangan saya, alangkah celakanya, apabila betul-betul terdapat peristiwa gedung Mahkamah Konstitusi dikepung massa aksi, lalu massa aksi membawa dua truk -- apa yang mereka sebut -- bukti-bukti otentik tentang tercelanya presiden yang sedang menjabat, sembari memberi ultimatum agar dalam waktu 1 x 24 jam Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan / atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Makin lama Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan, semakin genting situasi negara yang bisa berujung kepada kerusuhan atau malah perang sipil. 

Mana yang lebih diutamakan? 
Tentulah nyawa para hakim konstitusi yang dikepung massa aksi. Tetapi sekaligus juga nasib negara yang sangat rapuh dan lemah, ketika legitimasi kepemimpinan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan perlahan pudar. Seperti lampung teplok yang kehabisan minyak. Nah, ketika belum 1 x 24 jam, ternyata Kepolisian RI berhasil mengamankan dan membebaskan hakim-hakim konstitusi, menghalau massa aksi, keluar Surat Putusan Mahkamah Konstitusi betapa Presiden dan / atau Wakil Presiden tak terbukti melanggar Undang-Undang Dasar atau peraturan perundangan lainnya, peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar sedang diambang pintu. 

Di luar itu, saya membaca dan melihat paparan Hakim Saldi, lebih bersifat tugas seorang juru gambar di dalam ruang pengadilan Anglo Saxon. Kita tahu, dibandingkan dengan ruang pengadilan Mediteranian, akan sangat sulit melihat siaran langsung pengadilan. 

Koran-koran hanya menampilkan lukisan posisi hakim, jaksa, pengacara, atau bahkan terdakwa. Ketika Hakim Saldi menyampaikan perubahan arah putusan dari delapan hakim, dibanding sembilan hakim, justru saya tak melihat apa argumentasi yang melatar-belakangi. Hakim Saldi hampir lari dari substansi. Ia malah berubah menjadi tukang catat di papan skor. 

Jakarta, 17 Oktober 2023.


Tags