Hang Tuah, Pahlawan Melayu dari Daerah Bajeng, Gowa
tanjakNews.com -- Hang Tuah merupakan seorang tokoh legendaris Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansur Shah pada abad ke-15. Namun, keberadaannya masih diragukan, bahkan mungkin ia adalah tokoh fiktif. Dia dianggap sebagai laksamana, seorang diplomat dan ahli silat yang hebat. Hang Tuah adalah tokoh pejuang yang paling terkenal dalam sastra Melayu. Namun, dia adalah sosok yang agak kontroversial dan ada banyak perselisihan tentang kesejarahan faktual cerita Hang Tuah. Demikian Wikipedia menuliskan.
Kehebatan Hang Tuah, menginspirasikan masyarakat untuk tetap mengabadikan namanya. Selain digunakan untuk nama jalan, namanya juga dikaitkan dengan sesuatu yang berhubungan dengan bahari. Nama Hang Tuah digunakan untuk beberapa institusi pendidikan kemaritiman, antara lain Universitas Hang Tuah di Surabaya serta Sekolah Menengah Kejuruan Pelayaran Hang Tuah di Kediri Jawa Timur. Termasuk di Riau juga kita temukan ada lembaga yang memakai Hang Tuah sebagai nama. Selain itu salah satu kapal perang Indonesia, juga menggunakan namanya yaitu, KRI Hang Tuah.
Ia konon lahir pada tahun 1444 di Malaka, Malaysia. Ayahnya bernama Hang Mahmud, dan ibunya bernama Dang Merdu Wati.
Ia wafat dan dimakamkan di pemakaman Hang Tuah Mausoleum, Tanjung Kling, Malaysia.
![]() |
Makam Hang Tuah di Tanjung Kling, Malaysia. |
Hang Tuah meninggalkan anak yakni Tun Biajid, Tun Daerah, Tun Sirah, Tun Emas Jiwa, dan Sang Guna.
Selanjutnya dikatakan bahwa Pada masa mudanya, Hang Tuah beserta empat teman seperjuangannya, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu membunuh sekelompok bandit-bandit dan dua orang yang berjaya menghancurkan desa dengan amarahnya. Bendahara (sederajat dengan Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan sekarang) dari Melaka mengetahui kehebatan mereka dan mengambil mereka untuk berkerja di istana.
Semasa ia bekerja di istana, Hang Tuah telah menemani Sultan Mansur Syah dalam berbagai tugas kenegaraan. Dalam kunjungan diplomatik ke Majapahit, Hang Tuah berduel dengan seseorang petarung dari Jawa yang terkenal dengan sebutan Taming Sari. Dalam duel tersebut Hang Tuah berhasil membunuh Taming Sari, dan keris peninggalan Taming Sari lalu dianugerahkan oleh Raja Suraprabhawa kepada Hang Tuah.
Dalam sumber lain, redaksi mendapatkan kisah bahwa nama sebenarnya dari Hang Tuah adalah Daeng Merupawah atau Daeng Mempawah, yaitu anak raja yang pernah memerintah Daerah Bajung (ejaan sebenarnya adalah Daerah Bajeng) di Gowa, Makassar.
Hikayat Hikayat Sulatus Al –Salatin karangan Tun Muhammad atau Tun Seri Lanang pada tahun 1612 Muka surat 104 bertulisan jawi, dengan ejaan ‘Ba Alif Jim Nga’ menyebabkan sebutannya menjadi Bajung.
Dalam sumber ini Hang Tuah disebutkan lahir pada tahun 1388 Masehi. Ini merujuk riwayat, usia Hang Tuah pada tahun 1400 Masehi adalah 12 tahun. Pada usia tersebut ia telah disebut-sebut telah membunuh 2 orang yang mengamuk di Bajeng.
Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja, dari Melaka datang ke Makassar dan berjumpa dengan Raja Gowa (Batara Gowa Tuminanga Ri Paralakkenna). Raja Gowa menyambut baik kedatangan Seri Bija Pikrama dan ingin mengirim sesuatu kepada Sultan Mansur Syah sebagai balasan dari kunjungan tersebut.
Seri Bija Pikrama menyatakan bahwa Sultan Mansur gemar mengumpul anak anak muda yang memenuhi syarat syarat tertentu untuk dijadikan pahlawan negeri Melaka.
Mendengarkan hal itu, Raja Gowa menyuruh orangnya mencari anak muda seperti yang dikehendaki dan menepati syarat syarat yang telah ditetapkan untuk dibawa dan dijadikan pahlawan Melaka.
Kisah Hang Tuah membunuh dua orang yang mengamuk di Bajeng sewaktu berusia 12 tahun telah mendapat perhatian Raja Gowa. Hang Tuah kemudian terpilih untuk menyertai rombongan ke negeri Melaka.
Sultan Mansur Syah, sebelum pemilihan Hang Tuah, telah memiliki delapan orang anak anak muda yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan untuk dijadikan pahlawan pahlawan Melaka. Mereka adalah Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, Hang Lekiu, Hang Ali, Hang Iskandar, Hang Hassan, Hang Hussin.
Ketua mereka bersembilan ini adalah Hang Ali yang diberikan jabatan Bendahara Tun Ali sewaktu pemerintahan Sultan Mansur Shah.
Hang Tuah dikatakan memiliki kelebihan dari yang lain dalam ilmu dan kepandaian persilatan. Hang Tuah diberikan oleh Sultan Melaka sebilah keris bernama Terupa Melaka saat sampai di Melaka. Ia telah banyak berguru kepada hulubalang hulubalang di Melaka.
Dalam usia antara 25 dan 26 tahun, Hang Tuah menikah dengan Raja Maznun Mazni binti Raja Azman Shah yang merupakan sepupu isteri Raja Long Alwi. Raja Long Alwi adalah anak saudara Raja Bersiong dan merupakan putera sulung adinda Raja Bersiong yaitu Raja Zulkarnain ibni Almarhum Raja Syahibul Khalid Abdullah. Tujuan pernikahan ini adalah untuk mengeratkan hubungan kekeluargaan Hang Tuah dengan kerabat diraja Kedah ketika itu.
Perkawinan kedua Hang Tuah adalah dengan Raja Intan Maimunah binti Raja Ibrahim Malik yang merupakan anak saudara Wan Malini. Keturunan istri keduanya juga berasal dari Kedah tetapi sudah lama menetap di negeri Kelantan serta ada yang telah kawin dengan kerabat diraja Kelantan.
Keturunan Hang Tuah:
Anak dari istri pertama Tun Sendari (Adik Tun Bija Sura)
Tun Sirah (perempuan) kawin dengan Maulana Sayyid Fadillah Khan bin Maulana Patakan Ismail bin Maulana Sayyid Barkat Nurul Alam bin Maulana Sayyid Husin Jamadil Kubra. Nama lainnya
Laksamana Temenggung Khoja Hassan atau Tubagus Pasai atau Falalten atau Raden Hidayat
Cucu Dari Isteri Pertama
1. Tun Abdullah (Laki-laki)
2. Tun Biajid (Laki-laki)
3. Tun Daerah (Perempuan) - kawin dengan Sultan Mahmud Syah
Cicit dari Isteri Pertama
Raja Dewi binti Sultan Mahmud Syah anak dari Isteri kedua Tun Ratna, adik Tun Perak dari keluarga Bendahara Paduka Raja:
1. Tun Guna (Lelaki)
2. Tun Emas Jiwa@ Tun Mas Dewi (Perempuan) - kawin dengan Hang Nadim bin Hang Jebat melahirkan Tun Hamzah , memiliki anak Tun Mat Ali yang bergelar Datuk Seri Bertam.
Cucu Dari Istri Kedua
1. Tun Mat Ali Hang Nadim
Cicit dari istri kedua
1. Tun Hamzah Tun Mat Ali
Piut dari istri kedua
1. Tun Ali Tun Hamzah - Tun Ali bergelar Datuk Seri Bertam
12. Hang Tuah meninggal dunia setelah sekembalinya Hang Nadim dari perjalanan ke Benua Keling. Hang Tuah telah dimakamkan di Tanjung Keling, Melaka. Pengganti jawatan Laksamana adalah menantunya sendiri, Temenggung Khoja Hassan.
Beberapa rujukan lain yang mengisahkan Hang Tua ada di :
Naskah Raffles Malay 18 masih tersimpan di Royal Asiatic Society, London atau Sulatus al-Salatin Cod. Or. 1704 yang tersimpan di Universiti Leiden, Belanda.
Lalu ada Buku "Amando Cortesao - The Suma Oriental of Tome' Pires", Pires adalah seorang Portugis yang berada di Melaka semasa Portugal menyerang Melaka pada 1511, beliau menyatakan "Kalaulah Hang Tuah masih ada di Melaka, Portugis tidak akan berani menyerang".
Kemudian Buku "A. Kobata and M. Matsuda - Ryukyu relations with Korea and south sea countries" A. Kobata telah merujuk pada catatan bernama "Rekidai Hoan" yang telah ditulis dan disusun pada 1697 oleh Raja kepulauan Ryukyus yang mana didalam catatan tersebut ada menyebut mengenai keberanian Hang Tuah yang telah masuk ke pelabuhan di Kemboja semasa perang saudara sedang berlangsung saat itu untuk mengambil air minuman dengan menggunakan perahu layar kecilnya.
Penyebutan rujukan ini bersumber dari Ustaz Wan Kamarulzaman (PSSGSM), yang dihimpun oleh Penglipur LaRa.
Oce Satria