News Breaking
Live
update

Breaking News

Gerai Gunalagi

Gerai Gunalagi




Oleh: All Amin

Turbulensi. Guncangan seketika pada pesawat terbang yang disebabkan oleh gerakan massa udara yang memusar tak beraturan ke segala arah.

Efek guncangannya ada yang ringan. Jua ada yang kencang, hingga berakibat sangat parah. Namun, seringan-ringannya, tetap saja membuat perut ngilu.

Bayangkan, ketika berada di ketinggian ribuan kaki dari permukaan tanah. Tetiba pesawat berguncang hebat. Serupa mobil dalam kecepatan tinggi tiba-tiba melewati jalan berlubang yang panjang. Atau serupa komidi putar yang bergerak turun seketika. Sering tiba rasa tak akan sampai ke bandara tujuan. Langit di luar jendela serasa akan menjadi pemandangan terakhir.

Saya acap menggunakan analogi turbulensi untuk menggambarkan guncangan dalam perjalanan sebuah bisnis. Banyak kemiripan model antara keduanya.

Turbulensi bisnis pun perkara lazim. Biasa terjadi. Mungkin hampir semua pelaku usaha pernah mengalaminya. Setidaknya begitu yang pernah saya dengar.

Pun jua saya telah pernah beberapa kali merasakan masa-masa turbulensi itu. Babak belur. Momen nyungsep. Beragam lah. Nano-nano rasanya. Saya memaknainya sebagai siklus alamiah, ada masa terbang dan ada saat tertelentang.

Kini saya tak sedang akan menceritakan bagaimana rasanya mengalami turbulensi bisnis. Potongan cerita-cerita dramatis itu lain kali saja.

Terus mencari tempat berpijak atau menggapai pegangan agar dapat kembali berdiri di setiap kali jatuh, saya lebih cenderung mengarahkan fokus ke situ.

Bukan tentang seberapa seringnya jatuh. Tapi, bagaimana cara kembali berdiri di setiap kali jatuh. Begitu petunjuk yang saya ikuti.

Dunia bisnis itu punya hukum sendiri. Penentu hukumnya satu: uang. Mau bersepakat atau tidak silakan. Begitulah realitasnya.

Pemilik uang dalam dunia bisnis, serupa penguasa dalam dunia politik. Segenggam kekuasaannya sukar digoyahkan oleh ribuan kepalan tangan dari luar. Posisinya memegang kendali. Bisa menghitam putihkan.

Pebisnis yang sedang tak pegang uang, serupa pelaut di atas sampan yang tak bermesin. Boleh saja ia paham arah, tahu tujuan, dapat melihat dermaga. Namun, ia tetap tak bisa bergerak ke mana-mana. Tak ada kuasa. Kartu mati.

Terkait bisnis, sudah sejak lama saya melekatkan branding personal menggunakan tiga kata. Salesman, marketer, dan entrepreneur. Ketiganya merupakan satu rangkaian yang saling berkelindan. Bila disederhanakan menjadi satu kata: pedagang. Trade of segala rupa.

Tentang berdagang, saya punya kisah yang cukup panjang untuk diceritakan. Mulai praktik berjualannya dari kecil. Lepas balita. Saat mulai bercelana pendek merah, mulai pula menenteng kue bikinan emak ke sekolah. Sejak itu aktivitas berjualan hampir tak henti. Sampai saat ini. Profesi yang sudah mendarah daging. Menjiwai.

Saking menjiwainya, ketika bisnis sedang ditutup, lalu tak punya barang dagangan. Mau berkolaborasi dengan kolega pemilik barang/jasa kadang tak langsung bersua tandeman yang cocok. Guna mengalirkan adrenalin, dan memelihara agar jiwa tetap hidup, talenta menjual itu terus saya jaga aktivasinya, dengan cara menjual apa yang ada. 

Maka jadilah barang-barang di rumah berhasil terjual. Mobil-mobil, motor, furnitur, piano, bekas peralatan kantor, barang simpanan, dan banyak lagi. Bahkan tabung gas dan galon air mineral pun berhasil sold out. Ludes terjual.

Ahaa, tuing!

Dari merenungi situasi itu, maka terbitlah sebuah inspirasi. Saya lalu membuat sebuah model bisnis berjualan yang diberi nama: Gerai Gunalagi

Dasar pemikirannya, ketika dicermati, rupanya di sekitar kita cukup banyak barang-barang milik kita yang sejatinya menganggur. Pemanfaatannya kurang maksimal, dengan beragam alasan. Misalnya, barang itu sudah tidak terpakai, mungkin perlu diperbarui, tak terawat, makan tempat, mubazir, dan lain sebagainya. Padahal barang-barang itu dapat ditukar pemanfatannya. Bisa diuangkan.

Nah, kini Gerai Gunalagi menawarkan diri sebagai tempat titip jual bila Bapak dan Ibu punya barang-barang serupa itu. Apa pun rupa barangnya. Detailnya teknisnya tinggal kita diskusikan.

Bila fisik barangnya kecil dan mudah dibawa-bawa, maka barangnya bisa ditempatkan di garasi Gerai Gunalagi. Bila ukurannya besar, cukup diambil dokumentasi berupa video dan foto-fotonya saja.

Nanti barang-barang itu akan dipasarkan dengan konsep digital marketing. Melalui kanal Youtube, Marketplace dan media sosial oleh tim Gerai Gunalagi.

Sejak dirilis baru-baru ini, terhitung sudah puluhan barang-barang titipan yang siap dijajakan oleh Gerai Gunalagi. Pemasaran produk-produknya mulai on progress. Paralel dengan persiapan situs jual beli Gerai Gunalagi di beberapa platform digital.

Sepeda dan aksesorisnya, bekas peralatan kantor seperti printer, mesin kasir. Manufaktur equipments: alat sealer, timbangan digital, mesin srink, oven, coller box, freezer portable, dsb. Jua aneka koleksi pribadi, serupa jam tangan, tas, dll.

Gerai Gunalagi akan terus berupaya membangun kolaborasi atas dasar falsafah simbiosis mutualisme dengan rekanan pemilik barang.

Gerai Gunalagi menawarkan konsep kolaborasi dengan model titip jual barang. Slogan yang digaungkan, "Kari Kami Bantu Meng-uangkan."

Mubazir membiarkan barang-barang menganggur. Tempatkan saja di Gerai Gunalagi. Agar diubah kembali menjadi uang.


All Amin
(Founder Gerai Gunalagi)
___________

Tags