News Breaking
Live
update

Breaking News

Mengapa Mesti Merujuk Kepada Literatur (Jurnal-jurnal) Terbaru?

Mengapa Mesti Merujuk Kepada Literatur (Jurnal-jurnal) Terbaru?



SAYA tertarik untuk menulis ini, berangkat dari membaca postingan Kakanda Ust Yahya Ibrahim. Beliau menceritakan dinamika dalam kelas perkuliahan keilmuan Islam di Indonesia pada tingkat pascasarjana yang ia temui langsung. Ia melihat begitu dangkalnya pengetahuan mahasiswa yang ikut berdiskusi.

Yang ingin saya soroti adalah, ulasan-ulasan dari postingan tersebut; banyak di antaranya yang mempersoalkan mengenai aturan merujuk kepada literatur atau jurnal-jurnal terbaru, seolah-olah ini adalah masalah sebenarnya. Banyak yang kemudian mengiyakan itu.

Ini berbeda sekali dengan pengalaman dan pengetahuan yang saya dapat dari para peneliti.

Saya sepakat bahwa ada banyak mahasiswa jurusan keilmuan Islam di Indonesia yang tidak paham dengan bidang keilmuan Islamnya, karena banyak yang mengambil jurusan tertentu, sedangkan ia tidak memiliki dasar keilmuan yang cukup. Contoh, masuk jurusan perbandingan mazhab, tapi tidak bisa baca kitab fikih.

Saya juga ikut mengakui, sebagaimana juga diakui oleh sebahagian guru besar (profesor) bahwa, tidak sedikit artikel-artikel jurnal di Indonesia yang ditulis karena alasan pragmatis, yaitu alasan kenaikan jabatan sehingga memarginalkan tujuan ideal suatu penelitian.

Akan tetapi, sungguhpun demikian adanya, untuk menganggap masalahnya adalah pada sisi "merujuk kepada jurnal-jurnal terbaru", tunggu dulu. Apa iya itu adalah masalahnya?

Di sini haruslah dimiliki tasawwur (deskripsi) yang benar sebelum buru-buru melakukan justifikasi. Perlu dipahami terlebih dahulu a. Perbedaan antara sumber (source) dan literatur dalam tradisi/'urf khash akademik; b. Pengertian dari kata "merujuk" dalam ungkapan merujuk kepada jurnal.

a. Source itu sumber penelitian, bahan yang akan ditelitii. Sedangkan literatur itu adalah hasil penelitian terhadap suatu sumber. Literatur yang dianggap bereputasi ialah yang dipublish setelah melewati review oleh para ahli di bidangnya, dan itu ditandai dengan tingkat reputasi pengindeks publisan tersebut.

Di sinilah pentingnya, kenapa perlu merujuk literatur terbaru, supaya bisa dipastikan tidak mengulang penelitian yang sudah dilalukan sebelumnya, dan itu dianggap sebagai plagiasi.

b. Sedangkan pengertian kata "merujuk" artikel jurnal terbaru dalam 'urf khas akademik itu artinya bukanlah taqlid/mengikuti begitu saja/menelan hasilnya, tetapi adalah sebagai langkah awal research (meneliti kembali), dengan cara melakukan kritik pada beberapa aspek: teori, pendekatan, gagasan, sumber dsb. 

Hasil dari "merujuk" tersebut, bisa saja menemukan hasil dengan statement bahwa literatur (atau artikel jurnal) terbaru itu hanya membeo atau mengulangi penelitian-penelitian sebelumnya, atau literatur itu salah paham terhadap teks sumber, atau bahwa kesimpulannya tidak logis, atau temuannya sudah ditemukan oleh ulama A sejak 10 abad lalu, atau penelitinya plagiat atau tidak teliti (tidak layak disebut peneliti) atau hasil temuan lainnya. Tinggal bagaimana bisa membuktikan statement tersebut.

Dengan langkah ini pulalah maka dapat ditemukan bagian-bagian mana yang belum diteliti/atau perlu diteliti ulang pada suatu tema penelitian, lalu satu dari bagian-bagian itu bisa dipilih untuk diteliti.

Dengan ini, apa masalahnya ketika dinyatakan harus merujuk kepada literatur terbaru? Bukankah ini justru sangat diperlukan utk pengembangan ilmu pengetahuan dan menjaganya dari kesalahan peneliti yang tidak teliti dan tidak kompeten?

Sangat diharapkan sebenarnya, santri-santri yang paham kitab kuning melakukan ini, sehingga keilmuan Islam itu bisa ia rawat. Tapi sayangnya, tidak sedikit pula santri-santri ketika kuliah, inbihaar dan puber pada keilmuan baru lalu mengabaikan skill yang sudah dimilikinya.
.
Penelitian dalam pengertian ini berbeda dengan term البحث yang saya temukan pada penelitian di kampus-kampus Arab, di mana penelitiannya dilakukan lebih kepada mendeskripsikan tema tertentu secara komprehensif, dan ini sangat rentan pada pengulangan gagasan.

So... problem sebenarnya pada fenomena yang diceritakan oleh Kakanda Ust Yahya Ibrahim itu adalah problem SDM (mahasiswa) bukan pada metode penelitian.
Wallahu A'lam...



Artikel ini dimuat ulang dari akun Facebook Musa Minang



Info Penulis
Mengambil jurusan والقانون di Al-Ahgaff University, Tarim, جامعة الأحقاف بتريم - اليمن Yemen

Jurusan MH di State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta

Jurusan Hadith Sciences di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

Tags