Fahira Idris: Harusnya Rakyat Diberi Kelonggaran, Bukan Dibebani Kenaikan BPJS
TANJAKNEWS.COM, Jakarta-- Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I dan II menuai protes dan kekecewaan masyarakat.
Padahal pada Februari 2020, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Perpres Nomor 75/2019 yang mengatur soal kenaikan BPJS Kesehatan karena dinilai bertentangan dengan undang-undang. Kini dinaikkan lagi menggunakan Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
Anggota DPD RI Fahira Idris menilai keputusan pemerintah itu akan menggangu roda ekonomi warga karena pandemi COVID-19. Bahkan kelas menengah yang diasumsikan sebagai peserta Kelas I dan II pun saat ini terkena dampak yang cukup berat.
Ia mengungkapkan, dampak pandemi corona ini tentunya menganggu kondisi ekonomi semua warga masyarakat termasuk mereka yang diasumsikan sebagai kelas menengah. Selain bertentangan dengan keputusan MA yang sudah membatalkan kenaikan, menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan memometumnya kurang tepat untuk saat ini. Menaikkan iuran BPJS Kesehatan dikhawatirkan akan semakin menambah beban masyarakat.
“Memang kelas III baru akan 2021, tetapi tetap saja momentum menaikkan iuran untuk kelas I dan II, hemat saya kurang tepat untuk saat ini. Tidak bisa dipungkiri semua golongan masyarakat merasakan dampak ekonomi akibat Pandemi ini makanya kebijakan kenaikan ini dikhawatirkan membuat banyak yang mengalami kendala untuk membayar,” kata Fahira Idris di Jakarta, Kamis (14/5/2020).
Menurut Fahira, selama wabah masih terjadi dan PSBB masih diterapkan, idealnya berbagai lapisan masyarakat diberi berbagai kelonggaran untuk mengurangi beban ekonomi dan kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan tidak menaikkan atau menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kelonggaran ini agar ritme atau pergerakan ekonomi masih terus dapat berputar walau tidak normal seperti biasanya.
"Memang defisit yang terus menerus terjadi bisa menganggu keberlangsungan BPJS Kesehatan dan terus membebani APBN, oleh karena itu upaya pemerintah menekan defisit BPJS Kesehatan harus didukung. Namun, Pemerintah bersama BPJS Kesehatan masih memiliki pilihan antara lain terus memaksimalkan kepatuhan pembayaran iuran hingga sempurna (mendekati 100 persen) dan terus meningkatkan transparansi dan efisiensi pengelolaan anggaran BPJS Kesehatan sehingga defisit bisa dipangkas maksimal agar sisa defisit tidak terlalu membebani APBN," papar Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.
Yang menjadi kekhawatiran, kata Fahira, adalah kenaikan Iuran BPJS Kesehatan yang terjadi di masa sulit ini adalah akan terjadi tunggakan yang masif khususnya dari golongan mandiri. Jika ini terjadi justru malah akan menganggu finansial dan keberlanjutan BPJS Kesehatan secara keseluruhan.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sendiri tertuang dalam keputusan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
BACA JUGA
Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Lewat Perpres 64/2020, Ini Rinciannya
Berikut besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 34: Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta; Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta; Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu. (Oce)