Junaidi Gafar: Kita Tak Punya Batman
![]() |
Foto: looper.com |
Falcone penguasa banyak bisnis hitam yang menghasilkan uang jutaan dollar. Ia selalu aman. Aksesnya pada orang-orang di pemerintahan tidak ada yang bisa menandingi. Tidak satu lembaga pun yang tidak makan uang sogokan darinya. Tidak mengherankan semua bisnisnya berjalan mulus. Mulai dari bisnis obat-obat terlarang sampai perdagangan wanita. Duit memang mengatur segalanya.
Ia terkejut ketika seorang laki-laki muda datang menghampirinya dengan wajah yang marah. Dengan cepat dikenalnya laki-laki itu sebagai anak seorang milyarder berhati mulia yang terbunuh beberapa waktu lalu. Miliarder itu tewas bersama istrinya di tangan seorang penjahat sehabis menonton sebuah pertunjukan. Penjahat itu baru saja mati terbunuh di depan pengadilan setelah dinyatakan bebas dengan imbalan bersedia menyampaikan kebenaran tentang kejahatan Falcone kepada kejaksaan. Falcone membunuhnya, tepat ketika ia baru saja keluar dari pintu pengadilan.
Dengan cepat Falcone mencabut pistolnya. "Apa yang kau lakukan disini? Kau tahu aku bisa menembak kepalamu tanpa takut hukuman apa pun? Lihatlah orang-orang di sekitarmu. Di meja itu ada kepala polisi yang telah menikmati manis uangku..dan kuyakin kau tak kan lupa di ujung sana ada hakim pengadilan yang baru saja menyidangkan perkara pembunuhan Bapakmu. Mereka semua ada bersamaku. Kau bukan apa-apa."
Orang-orang di luar sana bukan apa-apa. Uang dan kekuasaanku bersekutu dengan penguasa untuk melumpuhkan orang-orang baik sok idealis seperti Bapak dan Ibumu. Lalu kau ini apa? Kau hanya seorang anak manja yang tak kenal dunia. Aku akan dengan mudah membunuhmu atau melemparmu kemana kusuka...
Christopher Nolan dengan jeli menceritakan kisah di atas dalam salah satu film terbaik yang disutradarainya, Batman Begins. Nolan seolah ingin mengajak kita melihat betapa besar kerusakan yang timbul ketika penguasa telah menjadi bagian dari kejahatan yang menindas orang banyak. Kongkalikong semacam itu menyebabkan hukum lumpuh, lembaga perwakilan hanya menjadi tukang stempel kekuasaan lalu semua cara dilakukan untuk memuaskan syahwat para pemilik modal yang serakahnya akan uang tak bisa dibandingkan dengan apapun. Hukum menjadi tak ada artinya. Pemilik modal bahkan bisa mengatur terbitnya undang-undang yang akan menguntungkan dirinya. Hutang jutaan dollar bisa di bailout dengan mudah. Soal alasan bisa diciptakan kemudian Tidak ada yang teriak menentang. Kalau pun ada itu adalah suara rakyat kecil yang menjerit kelaparan. Tapi itu pun tidak perlu dipikirkan. Mereka akan mati pelan-pelan, atau kalau terlalu merepotkan tinggal kirim aparat untuk menangkap atau sekalian membuatnya berhenti bernafas.
Falcone menikmati kejayaan dalam sistem yang korup. Sistem yang tidak berpihak pada orang banyak. Dalam sistem itu penguasa bisa menaikkan tarif sesuka hati, menghilangkan subsidi atau bahkan mengumpulkan sumbangan dari rakyat untuk membayar ketidakbecusan mereka.
Tapi orang- orang dimana Falcone meraja bersama penguasa korup punya harapan. Mereka punya batman. Anak muda yang pernah dilempar oleh Falcone dari sebuah bar itu telah meneguhkan dirinya menjadi pembela nasib orang-orang yang teraniaya. Ia telah melatih dirinya dengan segala bentuk latihan yang berat untuk membuatnya menjadi petarung tangguh yang tidak kenal rasa takut.
Dengan jubah kelelawarnya, ia mengembara dalam malam-malam yang gelap dan sunyi, menolong orang-orang yang lemah dan pelan-pelan menghancurkan sistem korup dan para penjahat di dalamnya. Batman yang mengembalikan kota itu pada keadaan yang semestinya. Keadaan dimana rakyat dimuliakan. Para penjahat ditangkap dan penguasa mengikhtiarkan segala hal untuk kebaikan masyarakat.
Bagaimana dengan kita?
Kita tidak punya Batman. Bahkan yang pernah meneguhkkan diri sebagai macan Asia sekarang telah menjadi kucing dapur. Rakyat dihimpit dengan kenaikan tarif pada saat mereka sedang kesulitan bahkan untuk sebungkus nasi. Wabah dan maut mengintai setiap rumah, tapi pemerintah lebih peduli pada ekonomi ketimbang menyelamatkan ribuan nyawa. Menjalankan proyek mubazir yang menguntungkan segelintir pihak di saat orang-orang berfikir entah masih bisa makan atau tidak pada hari berikutnya. Kita semua sekarang dalam daftar tunggu kematian akibat wabah dan kelaparan. Hanya soal waktu siapa yang lebih dulu berangkat.
Dalam keputusasaan itu kita merindukan Batman. Seseorang yang memberi kita keyakinan bahwa kita masih bisa berharap. Seseorang yang membuat kita percaya bahwa tangan Tuhan akan menolong kita lewat keperkasaan dan keberaniannya. Sayang memang, sampai hari ini dia belum juga muncul dan itu artinya hari-hari kelam ini masih akan terus kita nikmati sakit dan pahitnya.(*)
Junaidi Gafar, Dosen di Surya University