Arman Norval: Nietzsche, Kumis, Racun, dan Cinta
SELAMA PPKM, kembali membaca koleksi buku-buku lama.
Suatu kesialan, jatuh pilihan membuka lagi salah satu buku filsafat kontemporernya Friedrich Nietzsche.
Seperti kata seorang teman, hidup sudah berat, kau tambah pula dengan bacaan yang bikin kepala makin berat.
O ya, tulisan ini akan makin panjang dan bertele-tele. Sebagai saran, baca di waktu santai. Tahun depan juga nggak apa-apa.
Atau skip saja.
Tak penting buat dibahas secara serius, akademis apalagi emosional.
Sudah lewat fase-fase itu. Saya tidak lagi menempatkan buku-buku sejenis ini di rak buku paling utama.
Bagi saya pribadi, tetap buku pelajaran shalat anak SD yang paling oke.
Terbukti sampai sekarang saya masih belum bisa menuliskan semua ayat dalam buku ini dengan benar. Huruf, baris dan tajwidnya. Apalagi arti dan tafsirannya.
Meskipun hapal dan membacanya setiap hari sejak masa kanak-kanak.
Kembali kepada buku Nietzsche, Karl Marx dkk, lebih kepada romantisme masa-masa Orde Baru yang notabene susah mendapatkannya pada periode itu.
Langka, senasib dengan buku-bukunya Gie, Pram, dan Tan Malaka.
Butuh perjuangan, beli ataupun pinjam. Membaca lalu membahasnya diam-diam.
Sama seperti membeli cimeng dan memakainya di kamar kos yang sempit dengan beberapa teman. Sangat eksklusif.
Sekarang sudah saatnya bersenang-senang membuka dan membaca lagi buku-buku yang dulu sempat dianggap angker dan keramat ini.
Terakhir, bagian yang paling saya suka setelah membaca, tentu saja menuliskan imajinasi yang bebas lepas dalam kepala.
Anggaplah semacam puisi, prosa atau tulisan dengan satire khas anak muda tahun 90-an :
Antara Zarathustra, Socrates dan Vodka
Membedah Kafka, mengunyah Tagore, mencerna Sartre.
"Ada apa dengan kumis Nietzsche?" tanya mahasiswa.
Tuhan tidak jadi mati, jawabnya. Tapi pindah alamat, ke sebuah brankas bank ternama di pusat kota.
Tuhan hanya merasa suntuk dan bosan di dalamnya.
Sementara di Athena, Socrates tidak dihukum minum racun ternyata, cuma disuruh minum dua pitcher bir dingin dan sebotol besar Vodka.
Tanpa kacang, tanpa campuran Cocacola, di sebuah bar kumuh pinggir kota.
Tidak boleh ditemani siapa-siapa. Tidak boleh bicara, apalagi banyak cerita.
In fact, Socrates baik-baik saja.
Sampai pada suatu pagi, beredar berita:
Tuhan ditemukan tidak bernyawa, tergeletak di depan gerbang utama istana negara.
Plato mengabarkan kepada Zarathustra melalui surat yang berabad-abad sampainya.
Kelak Nietzsche yang menerima, lantas menjadi gila. **
(Bandung, Last August 2021)
Note:
Frederick Wilhelm Nietzsche
15 Oktober 1844 - 25 Agustus 1900
adalah seorang filsuf jerman, ahli filologi yang meneliti teks-teks kuno, kritikus budaya, penyair dan komposer.
Terlahir dari keluarga yang sangat religius. Ayahnya adalah seorang pendeta Protestan lutheran. Kakek dan kakek buyutnya dari pihak ibu juga berprofesi sebagai pendeta.
Pada tahun 1864 Nietzsche masuk Universitas Bonn mengambil program studi filologi dan teologi. Namun dia menghapus teologi dari bidang studinya.
Kenyataan yang diperoleh dalam biografinya, bahwa dirinya meninggalkan agama Kristen diusia 18 tahun. Sebuah kejanggalan yang diherankan masyarakat, bagaimana mungkin anak seorang pendeta meninggalkan kepercayaannya.
Filsafat Nietzsche dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche disebut juga sebagai "sang pembunuh Tuhan" karena ungkapannya dalam "also sprach zarathustra" yang mengguncang pikiran masyarakat saat itu.
Ungkapan "Tuhan sudah mati" adalah cara Nietzsche mengatakan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak lagi mampu berperan sebagai sumber semua aturan moral atau teologi.
Untuk menggantikan Tuhan muncullah sosok superman yaitu manusia unggul atau Ubermensch.
Pada tahun 1869 Nietzsche diangkat jadi profesor luar biasa jurusan filologi klasik dan mendapatkan gelar doktornya tanpa ujian. Ia kemudian mengajar di Universitas Basel, Swiss, mata kuliah filologi dan bahasa yunani hampir 10 tahun.
Kemudian berhenti karena kondisi kesehatannya memburuk.
Sejarah kesehatannya perlu diketahui, karena banyak orang menganggap bahwa karangan-karangannya (terakhir) tidak lebih dari ungkapan atas pengalamannya menghadapi rasa sakit.
Kondisinya diperburuk oleh kegagalan pernikahannya dengan wanita yang amat dicintainya Lou Andreas Salome, seorang penulis dan psikoanalisis kelahiran rusia.
Ia jatuh ke jurang keputusasaan sampai menjadi depresi.
***
Depresi inilah yang lama kelamaan membuatnya gila pada tahun 1889.
Setelah Nietzsche benar -benar gila, ia dirawat oleh kakak perempuannya hingga akhirnya meninggal dunia di tahun 1900.
Kematiannya termasuk yang tragis, karena selain ia meninggal dalam keadaan gila, ia juga meninggal karena tidak bisa menikahi Lou dan tidak mengetahui kalau ibunya juga sudah meninggal.
(Riwayat hidup Nietzsche ini diambil dari beberapa sumber).
Jadi dari tulisan yang panjang ini, pesan moralnya sangat pendek, yaitu sesangar-sangarnya kumis seorang filsuf dahulu kala, akan cengeng juga kalau sudah urusan cinta.
Arman Norval
(Bandung, 11 September 2021)