Perkuat Ekonomi Sumatera!: Perintah Pertama Presiden Jokowi kepada Airlangga Hartarto (Part 2)
oleh Indra Jaya Piliang
Putra Jakarta, Kelahiran Sumatera
Data tentu berbicara.
Apa yang dimaksud dengan perekonomian Sumatera?
Airlangga Hartarto menjelaskan tentang sawit – dan tentu CPO --, kulit manis, akasia, manggis, buah naga, palawija, jeruk, alias yang berasal dari tanaman holtikultura dan perkebunan rakyat.
Sama sekali saya tak mendengar tentang kekuatan ekonomi Sumatera selama ini, yakni bonanza minyak bumi dan gas. LNG Arun, Caltex, dan kilang-kilang minyak, baik di daratan, pantai, hingga kepulauan Natuna. Kapitalisme global begitu rakus menghisap kekayaan Sumatera itu. Kering kerontang.
Kenapa ekonomi Sumatera muncul dalam pembicaraan kami?
Kegemaran saya untuk bertanya tentang itik mati di lumbung padi. Jong Sumatranen Bond sudah menyebut itu seabad lampau. Inggris, VOC dan Kementerian Seberang Lautan Kerajaan Belanda sudah merampas seluruh harta karun milik anak-anak Melayu.
Kenyataan yang sudah berabad, pantai Barat Sumatera jauh lebih terkebelakang dan tertinggal, dibandingkan pantai Timur. Para lanun jauh lebih banyak mengisi Selat Malaka, dibanding bergerak di peraian Pulau Enggano atau pulau-pulau tempat Raja Tua disekap dalam kisah Anggun Nan Tongga. Hang Tuah tak sampai melayarkan kapal bersama adik-adiknya ke pantai Barat lewat ujung Sabang, tetapi hanya semata di seputaran Kerajaan Malaka, baik ketika masih beribukota di Temasek dan Malaka, maupun lari ke sejumlah pulau lain setelah Portugis menduduki Malaka pada 1511.
Inggris menanam pengaruh di Bengkulu, Belanda di Pulau Cingkuk, sementara Cornelis de Houtman dalam ekspedisi kedua tewas dalam bilah keris Laksamana Malahati pada 11 September 1599. Pasukan Inong Balee yang dipimpin satu-satunya laksamana perempuan di tujuh lautan yang sangat ditakuti bahkan oleh bajak-bajak laut Karibia.
Adik kandung Cornelis ditahan di dalam penjara, Frederik de Houtman, menyusun kamus bahasa Melayu (Aceh) yang diterjemahkan ke dalam sejumlah bahasa: Belanda, Inggris, Perancis, hingga Portugis. Tentu, penjara yang sangat menjunjung tinggi peradaban dunia, dengan memberikan akses buku-buku kepada narapidana. Bukan penjara yang menghancurkan peradaban manusia sejak tahun 1960an – hingga kini – di bumi Nusantara.
Tentu, saya tak akan mendebat Airlangga tentang itu. Tetapi saya mengingatkan tentang tujuh kabupaten paling tertinggal yang seluruhnya berada di pantai barat Sumatera. Nias, Nias Selatan, Nias Utara, dan Nias Barat di Sumatera Utara, daerah asal Yasonna Laoly. Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat, daerah yang pernah menempatkan ayah saya sebagai Kepala Syahbandar ketika masih menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. Musirawas Utara di Sumatera Selatan, dan Pesisir Barat di Lampung.
Bagaimana ekonomi bisa tumbuh, jika kebun-kebun sawit di tujuh kabupaten itu – misalnya – dimiliki oleh orang-orang Jakarta? Sebagaimana Mentawai yang bahkan rotannya yang paling bagus itu hanya boleh diekspor ke Jepang, menghuni kuil-kuil Shinto hingga Istana Kekaisaran, dan tentu sangat mahal harganya.
Yang saya tahu, perbaikan ekonomi Sumatera bukan dilakukan di kebun-kebun rakyat itu, tetapi di pusat-pusat perdagangan di Eropa. Perlawanan yang tentu membutuhkan biaya tak sedikit membayar lawyer kelas dunia. Terkait tuduhan dumping, penggunaan pestisida, sampai upah buruh rendah murah yang membuat Tan Malaka keluar dari seorang manager bergaji tinggi di perusahaan Senembah, sepulang bersekolah dari negeri Belanda.
Untunglah, Airlangga tidak menyebut sama sekali pembangunan jalan-jalan tol, bandara, hingga pelabuhan yang berupa proyek yang bakal sulit “balik modal” dalam lima, sepuluh, hingga duapuluh tahun ke depan.
Data statistik tahun 2019 dan 2021 menunjukkan apa yang “diucap” Airlangga. Tentu dengan membuat tahun 2020 sebagai balak kosong atau 0,0% sebab tak (dinyatakan) tercatat.
Riau tumbuh (+) 0,55 %. Bangka Belitung lebih hebat lagi, tumbuh (+) 1,73%.
Bandingkan dengan Provinsi DKI Jakarta yang minus alias (-) 2,26%.
Dua provinsi yang lebih minus pertumbuhan dibandingkan DKI Jakarta di Sumatera adalah Sumatera Utara yang (-) 2,61% dan Lampung yang (-) 2,47%.
Enam provinsi lain: Aceh (- 1,35%), Sumatera Barat (- 1,72%), Jambi (- 0,69%), Sumatera Selatan (- 2,11%), Bengkulu (- 1,70%) dan Kepulauan Riau (- 1,40%).
Krisis ekonomi terburuk bisa dikatakan berhasil dilewati di Sumatera. Sumatera sudah berjalan pada jalur “perintah” Joko Widodo, seterbatas apapun waktu yang tersedia.
Mau berhenti dulu, khawatir ada kawan-kawan saya yang tiba-tiba sakit jantung atas angka-angka statistik ini.
23/02/2022